Golkar Terus Kritik Moratorium Remisi

Setelah Diubah Nama Menjadi Pengetatan Remisi

Senin, 07 November 2011 – 06:51 WIB

JAKARTA - Pengetatan syarat pemberian remisi yang sebelumnya disebut dengan moratorium remisi, terus mendapat kritik dari Partai Golongan KaryaKeberadaan moratorium remisi ini dinilai sebagai sebuah keputusan yang tidak didahului oleh desain perencanaan yang jelas.

Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Idrus Marham menyatakan, moratorium remisi merupakan contoh keputusan yang diambil pejabat negara tanpa desain perencanaan

BACA JUGA: Pemerintah Cabut Izin 28 PPTKIS Nakal

Pada awalnya, disebut dengan moratorium, namun kemudian diubah dengan disebut dengan pengetatan persyaratan
"Kita harus positive thinking juga

BACA JUGA: Si Kadal Tukang Tidur yang Terancam Punah

Namun, kalau pejabatnya begitu caranya, jangan bermimpi negara ini baik," ujarnya usai Salat Ied di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, kemarin (6/11).

Menurut Idrus, hal yang dia sayangkan adalah perlakuan berbeda dari moratorium remisi antara terpidana satu dengan yang lain
Di waktu yang berbeda, politisi Golkar TM Nurlif, politisi Partai Persatuan Pembangunan Daniel Tandjung, dan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Agus Condro bisa bebas

BACA JUGA: JK: Tidak Ada Kontroversi

Namun, perlakuan berbeda terjadi pada terpidana yang juga politisi Golkar Paskah Suzetta"Tiba-tiba muncul pembicaraan soal moratorium lalu berubah soal pengetatan persyaratan," sindirnya.

Menurut Idrus, tanpa dasar hukum yang jelas, remisi merupakan hak azasi para terpidanaSepanjang Undang Undang sudah mengatur, maka hak azasi itu harus dilindungi dan dipenuhi"Jangan sampai kebijakan menteri menabrak aturan yang ada," tegasnya.

Terpisah, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo menilai, kredibilitas Kabinet Indonesia Bersatu II pasca reshuffle telah tercoreng akibat blunder Menkumham dan Wamenkumham terkait kebijakan moratorium remisiBambang menilai, Presiden SBY perlu mengkonsolidasikan kembali anggota KIB II"ni agar blunder (Menkumham dan Wamenkumham) tidak terulang," ujar Bambang.

Menurut Bambang, menggagas kebijakan moratoriumm tanpa merubah Undang Undang nomor 12/1995 tentang Sistem Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah nomor 28/2006 tentang syarat dan tata cara hak binaan masyarakat, menggambarkan rendahnya kualifikasi penggagas kebijakan itu"Sikap Wamenkumham yang menyederhanakan persoalan semakin menambah keprihatinan," ujar Bambang.

Bambang menambahkan, dirinya menangkap adanya rivalitas antara Menkumham dengan Wamenkumham terkait posisi moratorium remisi iniMenkumham Amir Syamsuddin pernah menyatakan keterbukaan kepada siapapun untuk menggugat kebijakan moratorium

Sementara Wamenkumham Denny Indrayana justru meralat kata moratorium menjadi pengetatan syarat pemberian remisi"Peran Wamenkumham menjadi sangat dominan untuk memaksakan kebijakan ini," tandasnya(bay)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kesalehan Ritual dan Sosial Makna dari Idul Adha


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler