Gorbachev Ingatkan Obama

Pulihkan Ekonomi, Bukan Diperangi

Minggu, 06 Desember 2009 – 00:19 WIB
Mantan pemimpin Uni Sovyet, Mikhail Gorbachev. Foto : REUTERS

WASHINGTON - Sebelum mengambil keputusan untuk mengirimkan pasukan tambahan ke Afghanistan, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama sudah diperingatkan mantan Presiden Uni Soviet (sekarang Rusia) Mikhail GorbachevSebagai pemimpin yang pernah melibatkan militernya dalam konflik tanpa ujung di Afghanistan pada 1979-1989, tokoh komunis itu menegaskan bahwa penambahan pasukan bukan strategi yang tepat.
   
"Saya rasa, yang dibutuhkan bukanlah pasukan tambahan

BACA JUGA: Rapat Kabinet di Mount Everest

Dulu, ini (pengiriman pasukan tambahan) juga sempat kami bahas
Tapi, kami memilih untuk tidak melakukannya," papar politikus 78 tahun itu dalam wawancara dengan CNN awal November lalu

BACA JUGA: Hukuman Majikan Nirmala Bonat Dikurangi

Belajar dari pengalaman Uni Soviet, lanjut Gorbachev, pemerintahan Obama sebaiknya justru mulai menjadwalkan penarikan pasukan

   
Konon, sebelum memutuskan untuk tidak mengirimkan pasukan tambahan, Uni Soviet berkonsultasi dengan sejumlah negara

BACA JUGA: Exit Strategy Obama Belum Pasti

Diantaranya, AS, Iran, Pakistan dan IndiaPertempuran yang dikenal sebagai Perang Soviet-Afghan itu berlangsung selama sekitar sembilan tahunResminya, bermula pada 24 Desember 1979 dan berakhir seiring bertolaknya kloter terakhir pasukan Uni Soviet dari Afghanistan pada 15 Februari 1989
     
Penarikan pasukan yang berlangsung di bawah komando Gorbachev itu makan waktu hampir satu tahunKloter pertama pasukan Uni Soviet dipulangkan pada 15 Mei 1988Selanjutnya, secara bertahap, pasukan Negeri Komunis itu meninggalkan AfghanistanPerang Soviet-Afghan itu juga sering disebut sebagai Perang Vietnamnya Uni Soviet (Soviet"s Vietnam)Sebab, sama halnya dengan konflik di Vietnam, perang di Afghanistan pun tidak pernah berakhir
   
Dalam pertempuran yang melibatkan Pakistan dan AS sebagai sekutu Afghanistan tersebut, tidak kurang dari 13.000 serdadu Soviet dilaporkan tewasTapi, jumlah korban sipil dari pihak Afghanistan jauh lebih besarMenurut CNN, jumlah warga sipil yang tewas dalam konflik tersebut mencapai lebih dari satu juta jiwaItu belum termasuk jumlah korban tewas dari pihak militer
     
Senada dengan Gedung Putih, Gorbachev pun tidak memungkiri peran Afghanistan dalam membidani lahirnya terorisme internasional"Saat dihadapkan pada ancaman terorisme, seperti yang terjadi di Afghanistan, tujuan kita pasti mengalahkannyaTapi, solusi damai lewat perundingan tetap harus menjadi prioritas utamaPenarikan pasukan (AS) dari Afghanistan harus dilakukan," papar penerima Nobel Perdamaian 1990 itu
     
Dalam kesempatan itu, Gorbachev juga menyarankan Washington untuk lebih fokus pada rekonstruksi AfghanistanJuga, pada rekonsiliasi nasional yang menjadi salah satu agenda utama pemerintahan baru Presiden Hamid KarzaiDia juga mengimbau AS melakukan hal yang sama di Iraq
   
Bersamaan dengan itu, salah satu dari enam mantan komandan Soviet yang pernah terlibat dalam Perang Soviet-Afghan juga memperingatkan ObamaJenderal Victor Yermakov, pemimpin Batalion 40 Angkatan Darat (AD) Soviet pada Mei 1982-November 1983, tidak ingin AS mengulang sejarah pahit yang sama dengan negerinyaSebab, menurut dia, perang di Afghanistan adalah pertempuran yang tidak mungkin bisa dimenangkan
   
"Selain merenggut nyawa sedikitnya 13.000 serdadu, Perang Soviet-Afghan juga membuat perekonomian kami terpuruk sebelum akhirnya kami harus mundur dengan memalukan dari Afghanistan," ujar tokoh 74 tahun ituSaat ini, kata Yermakov, AS sedang mengulangi sejarah gagal Soviet di Negeri Opium tersebutStrategi yang dipakai pun tidak jauh beda.
   
"Kami juga menginvasi Afghanistan dengan mengerahkan sejumlah besar pasukanTujuan kami saat itu juga tidak mengalahkan Afghanistan, tapi menggalang dukungan internasional untuk menciptakan stabilitas di sana," tandas mantan wakil Menteri Pertahanan Soviet ituHasilnya, pasukan komunis terpaksa mundur karena kewalahan melayani serangan sporadis gerilyawan Afghanistan, termasuk Taliban
   
Lebih lanjut, Yermakov mengatakan bahwa demokrasi tidak bisa ditegakkan dengan paksa, apalagi menggunakan senjata"Hari ini, seorang warga Afghanistan sepakat dengan Anda pada satu titik penting bahwa demokrasi Amerika adalah hal terpenting di duniaItu pula yang kami dengar di masa lalu, bahwa sistem (komunis) Soviet yang terbaikTapi, begitu Anda berbalik, dia akan menembak Anda dan melupakan kesepakatan itu," ulasnya.
   
Kunci tak terkalahkannya Afghanistan, kata Yermakov, adalah kecintaan masyarakat Negeri Asia Tengah-Selatan itu pada kebebasanKarena itu, rakyat Afghanistan tidak mau menyerah begitu saja pada pendudukan asingApalagi, kaum garis keras mujahidin dan suku-suku pedalaman yang konservatif
     
"Selama berbulan-bulan kami menyatukan rakyat Afghanistan di bawah kubu pemerintahTapi, hanya dalam waktu sehari, mereka berubah menjadi mujahidinHal yang sama sedang terjadi dengan Taliban," ungkapnyaSeperti Gorbachev, dia mengimbau AS fokus pada pemulihan ekonomi AfghanistanYermakov menyarankan, dana perang dialokasikan untuk membiayai pembangunan kawasan industri, sekolah dan fasilitas umum lainnya(hep/ami)

BACA ARTIKEL LAINNYA... APA Harus Bahas Terorisme


Redaktur : Antoni

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler