Akhir pekan lalu, JPNN berkesempatan mengunjungi Kota Guangzhou-ChinaPada hari-hari biasa bahkan saat digelarnya pesta akbar olahraga Asian Games XVI 2010, jalan-jalan raya kota ketiga terbesar di China dengan penduduk sekitar 14 juta jiwa ini nyaris tidak terlihat ada kemacetan sama sekali
BACA JUGA: Menyaksikan secara Langsung Pembebasan Aung San Suu Kyi
Apa saja trik yang digunakan pemerintah kota Guangzhou yang merupakan Ibukota provinsi Guangdong ini untuk mengatasi kemacetan?---------------------------------------------
Afni Zulkifli-JPNN
---------------------------------------------
‘’Parkir mobil di sini sangat mahal sekali
BACA JUGA: Menara Mesjid Itu Dulunya Juga Mercu Suar
Pada lokasi strategis dalam kota, per jam-nya bisa dikenai biaya parkir 50-59 yuan (atau sekitar Rp65-80 ribu)BACA JUGA: APJ PLN Bekasi yang Menemukan Alat Investigasi Alis Rindu
Meski penjualan mobil terus meningkat setiap tahun, tarif parkir justru tidak pernah turun,’’ kata Ah Wen, guide yang menemani JPNN keliling kota Guangzhou.Pemerintah kota Guangzhou yang merupakan Ibukota Provinsi Guangdong, kata Ah Wen, terus mensosialisasikan penggunaan kendaraan umum bagi masyarakatnyaUntuk itu, seluruh pelayanan transportasi umum dibuat senyaman mungkin bagi penggunanyaKarena itu pula, masyarakat Provinsi Guangdong lebih memilih menggunakan fasilitas Mass Rapid Transportation (MRT) atau jalur cepat kereta bawah tanah daripada membawa mobil pribadi.
‘’Sekarang sudah ada 8 jalur MRT dibawah tanah yang menghubungkan ke seluruh pelosok kotaPanjang lintasan di dalam kota saja ada sekitar 285 KmSementara di atas jalan, angkutan umum dilayani dengan bus umum tenaga listrikAgar warganya lebih memilih naik angkutan umum, selain fasilitasnya modern, biaya-nya juga murah hanya sekitar 6 yuan dan kartunya bisa isi ulang seperti pulsa di Indonesia,’’ jelas Ah Wen.
Karena lebih banyak berada di bawah tanah dan angkutan umum sebagian besar bertenaga listrik, maka kota Guangzhou yang juga dikenal sebagai kota bunga, sangat terjaga dari polusiMenariknya, sejak awal pemerintah provinsi Guangdong dan pemerintah kota Guangzhou memberlakukan kebijakan tidak memperbolehkan penggunaan sepeda motor untuk konsumsi dalam negeriSeluruh hasil produksi dalam negeri justru menjadi barang ekspor ke beberapa negara berkembang lainnya di dunia termasuk Indonesia.
‘’Di seluruh jalan raya tidak ada sepeda motorYang boleh hanya angkutan umum dan mobil pribadiKalaupun ada yang menggunakan sepeda motor roda tiga, hanya berlaku untuk orang cacat sajaAgar lalulintas lebih tertib, pejalan kaki dan orang cacat, diberikan jalur khusus untuk lewat sehingga tidak mengganggu lalulintas umum lainnya,’’ jelas Ah Wen.
Bila melihat dari ketinggian, maka sejauh mata memandang kota Guangzhou tidak hanya didominasi oleh gedung-gedung tinggi, namun juga tol dalam kota yang bertingkat-tingkat menuju keberbagai lokasiLebar jalan tol-nya bisa sampai memuat enam (6) jalur kendaraan roda empatPenunjuk jalan dan pengaturan lalulintas demikian teratur sehingga sulit sekali untuk melihat ada kemacetan terjadi.
Selain itu, nyaris tidak ada bangunan satu lantai yang berfungsi sebagai rumah pendudukAh Wen mengatakan, hampir 95 persen warga kota Guangzhou tinggal di apartemen-apartemen yang dibangun pemerintahHal ini telah menjadi kebijakan pemerintah, untuk menciptakan keteraturan pemukiman penduduk yang artinya juga berdampak pada keteraturan lingkunganBiaya membeli Apartemen ini kata Ah Wen sangat terjangkau dan bisa dengan sistem cicilan per bulan pada pemerintah sesuai dengan tingkat pekerjaan warga-nya.
Lalu bagaimana saat Guangzhou menjadi tuan rumah Asian Games 2010 yang pesertanya berasal dari 44 negara lainnya? Meski sudah bebas macet, namun keteraturan dan ketertiban berlalu-lintas justru semakin ditingkatkanUntuk memudahkan akses bagi para atlet dan offisial dari negara-negara peserta, pemerintah memberikan pelayanan umum khusus Asian Games di berbagai fasilitas publik.
Seperti sejak dari bandara, terdapat jalur khusus imigrasi bagi pendukung Asian Games 2010Begitu keluar ke jalan raya, terdapat pula jalur khusus kendaraan yang terlibat kegiatan Asian Games termasuk relawan pendukungDan seluruh akses prioritas ini diberikan secara gratis oleh pemerintah.
Meski kota-nya tidak pernah macet, namun untuk mengantisipasi meningkatnya aktifitas kendaraan saat Asian Games berlangsung, pemerintah pun memberlakukan sistem shift (pergantian) penggunaan kendaraanDan kata Ah Wen, kemungkinan kebijakan ini akan terus diberlakukan pemerintah setelah Asian Games karena dinilai efektif melancarkan lalulintas dan mengurangi polusi dalam kota.
‘’Jadi tidak seluruh kendaraan pribadi boleh keluar ke jalan rayaJadwal shift kendaraan, diatur berdasarkan nomor terakhir pada plat mobil kendaraanMisalnya, pada tanggal 1, mobil yang boleh keluar hanya yang memiliki plat nomor akhir 1,3,5,7 dan 9Sedangkan pada tanggal 2-nya, mobil yang boleh keluar hanya yang memiliki nomor plat akhir 0,2,4,6 dan 8Begitu seterusnya secara bergantian,’’ jelas Ah Wen pula.
Ketika berbagai kebijakan ini diberlakukan, artinya ada sekitar 50 persen kendaraan pribadi yang berkurang dari aktifitas jalan raya kota Guangzhou dan kota-kota lainnya yang menjadi lokasi venus Asian GamesJalanan kota pun semakin nyaman terlihat bagi siapapun yang datang.
Untuk perbandingan, bahkan hanya selang 2 jam saja setelah pembukaan Asian Games yang dihadiri sekitar 450 ribu penonton, jalanan utama kota Guangzhou sudah nyaris sepi tanpa kendaraanCoba bandingkan saat digelarnya pertandingan sepakbola di Stadion Senayan, warga Jakarta bisa terjebak kemacetan hingga berjam-jam lamanya karena kepadatan lalulintas kendaraan.
‘’Warga kota Guangzhou sangat taat pada kebijakan apapun yang dibuat pemerintahApalagi untuk mensukseskan Asian Games XVI 2010 iniApapun keputusan pemerintah, pasti langsung dijalankanTermasuk soal pembatasan penggunaan kendaraanJarang sekali ada kendaraan yang ditilang polisi di Guangzhou,’’ kata Ah WenKalau Guangzhou sudah bisa bebas dari kemacetan, lalu kapan giliran kota Jakarta?(***)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tempat-Tempat Wisata Lereng Merapi yang Terimbas Letusan
Redaktur : Tim Redaksi