jpnn.com - jpnn.com - Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo menanggapi santai Keputusan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memblokir bantuan sekolah menengah yang ada di provinsi tersebut. Syahrul yakin pemblokiran itu tidak terwujud.
Hal ini disampaikan Syahrul saat ditemui di kediaman dinasnya, Sabtu, 11 Februari. Syahrul menyebut, pemblokiran itu tidak mungkin dilakukan.
BACA JUGA: SMK Telkom Bandung Punya Aura Bakal Jadi Top of The Top
"Siapa bilang? Suratnya mana? Saya sering sama-sama mendikbud kok. Gimana caranya memblokir?," ujar Syahrul, seperti diberitaan FAJAR (Jawa Pos Group).
Lagi pula, kata Syahrul, jika yang menjadi pemicunya adalah surat protes yang dilayangkan ke Kemendikbud pada 24 Januari lalu, maka hal tersebut tidak bisa menjadi dasar.
BACA JUGA: Bantuan Rp 100 Miliar untuk Organisasi Guru
Pasalnya, surat tersebut hanya meminta agar setiap kunjungan atau bantuan yang masuk ke Sulsel harus dengan kendali Pemprov.
Syahrul menegaskan, surat pemberitahuan 24 Januari lalu itu memuat tiga poin, yakni tidak bersurat, berkunjung, dan memberikan bantuan ke sekolah tanpa sepengetahuan pemprov.
BACA JUGA: Riau dan NTT Jadi Target Utama Pengembangan Sertifikasi
Surat ini menurut Syahrul sangat jelas bagian dari upaya efektivitas koordinasi antara pusat dan daerah.
Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, menurut Syahrul sudah semestinya menjadi mitra koordinasi yang strategis baik dengan presiden maupun lewat pembantunya yakni di kementerian dan lembaga.
Dengan demikian, jika ada permintaan agar koordinasi diperbaiki, maka tidak ada yang salah.
"Aturannya, (pemprov) harus tahu. Tidak juga mendapat izin dari kita. Gubernur adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Wajar segala kegiatan pemerintah pusat ke sini harus dilaporkan. Harus di bawah kendali gubernur," jelas dia.
Sementara itu, Dosen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Dr Muhammad Hasrul menyebutkan, kebijakan pemblokiran yang disebabkan persoalan komunikasi sangat disayangkan.
Undang-undang Nomor 9/2015 yang merupakan perubahan kedua UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah telah menggariskan funsi kordinasi.
Penulis disertasi kedudukan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah ini menegaskan, pola koordinasi yang dianut di Indonesia adalah gubernur sebagai perpanjangan tangan.
Segala hal yang akan dilaksanakan di daerah, baik pengkoordinasian, pelaksnaan, maupun evaluasi harus dalam koordinasi gubernur.
Bahkan, penguatan gubernur sebagai jembatan antara pusat dan daerah juga membuat pemerintah kabupaten/kota mesti melalui gubernur dalam membangun hubungan dengan pemerintah pusat. "Kementerian harus pahami ini," ujarnya.
Apalagi, kata Hasrul jika berkaitan dengan bantuan yang sifatnya wajib didistribusikan ke semua daerah dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
Termasuk, jika merujuk pada efektivitas kinerja pemerintahan, maka posisi gubernur sangat strategis.
Artinya, kehadiran gubernur, kebijakan teknis yang diterapkan di daerah cukup dengan koordinasi gubernur.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Irman Yasin Limpo menjelaskan, sebenarnya isi surat yang dilayangkan provinsi ke Kemendikbud tidak ada kata melarang untuk berkunjung.
"Silakan bila ingin berkunjung, asal ada pemberitahuan. Harus ada koordinasi," ungkap dia. (fah/arm/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemendikbud Siap Bangun 100 SMK TET
Redaktur & Reporter : Soetomo