Gus Miek, Gus Miftah, Dorce Gamalama, dan Khalid Basalamah

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Sabtu, 26 Februari 2022 – 13:35 WIB
Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji Sleman Yogyakarta Gus Miftah atau Miftah Maulana Habiburrahman.Foto : Dokumentasi JPNN.com/Ricardo

jpnn.com - K.H Hamim Tohari Djazuli (1940-1993) mungkin tidak banyak dikenal di luar kalangan nahdiyin Jawa Timur.

Namun, kalau nama Gus Miek yang disebut, warga Jawa Timur akan mengenalnya. Gus Miek adalah ulama karismatik yang sangat dihormati dan termasuk kategori ‘kiai sejuta umat’ di Jawa Timur.

BACA JUGA: Menteri Agama & Anjing Menggonggong

Gus Miek adalah pendiri tarekat amalan zikir Jama’ah Mujahadah Lailiyah "Dzikrul Ghofilin" dan majelis semaan Al-Qur'an "Jantiko Mantab". Pada zamannya, jumlah jemaah semaan Gus Miek tidak ada yang bisa menandingi.

Jemaah Mujahadah Lailiyah, kelompok tarekat Gus Miek, sesuai dengan namanya, mengamalkan doa dan zikir sepanjang malam. Uniknya, Gus Miek tidak melakukannya di masjid atau langgar, melainkan di tempat-tempat umum, termasuk kelab malam.

BACA JUGA: Filosofi Wayang

Gus Miek dikenal sebagai kiai yang akrab dengan dunia malam, sehingga banyak yang mencibirnya secara negatif. Jauh sebelum Gus Miftah membuat heboh dengan berdakwah di kelab malam, Gus Miek sudah melakukannya hampir setiap hari.

Di sebuah kelab malam hotel berbintang di Surabaya, Gus Miek hampir setiap malam hadir dan bergaul dengan berbagai kalangan, termasuk perempuan yang bekerja di dunia malam. Gus Miek menjadi tempat meminta fatwa oleh berbagai kalangan dunia malam.

BACA JUGA: Haji Metaverse

Dari cara dakwahnya itulah Gus Miek bisa mengislamkan banyak orang, salah satunya ‘lady rocker’ Ayu Wedayanti yang menjadi salah satu penyanyi rock papan atas pada era 1990-an.

Dakwah bil-kelab malam sudah dijalani Gus Miek puluhan tahun tanpa ada publikasi. Zaman itu memang ulama dan kiai lebih ikhlas karena belum ada media sosial.

Meski begitu, Gus Miek adalah legenda yang punya pengikut sangat luas di Jawa Timur. Sosoknya penuh kontroversi dan misteri.

Gus Miek dicibir oleh penentangnya, tetapi sangat dihormati para pengikutnya. Para pengkritiknya pun menaruh hormat kepadanya.

K.H Abdurrahman Wahid alias Gus Dur (1940-2009) merupakan kiai yang sepantaran dengan Gus Miek. Meski begitu, Gus Dur termasuk kiai yang sangat menghormati dan tawaduk kepada Gus Miek.

Dua kiai itu sama-sama kontroversial, tetapi dikenal adem dalam menghadapi persoalan-persoalan khilafiah.

Dakwah ‘bil kelab malam’ ala Gus Miek membawa pengaruh penting pada hidup Dorce Gamalama. Entertainer yang meninggal pada 16 Februari 2022 itu menganggap Gus Dur dan Gus Miek sebagai guru panutannya.

Dorce menghadapi dilema besar dalam hidupnya karena memilih menjadi transgender. Salah satu yang menjadi kontroversi ialah wasiatnya supaya ketika meninggal dipulasara dan dimakamkan sebagai perempuan.

Dorce memang pernah melakukan operasi transeksual yang mengubah gendernya dari laki-laki menjadi perempuan. Dia menjadi salah satu selebritas papan atas yang berani melakukan operasi transgender itu.

Dorce dikenal sebagai muslim(ah) yang taat dan mempunyai kesalehan sosial tinggi. Dia membangun rumah gadang besar untuk menampung banyak anak yatim piatu dan duafa.

Sebelum meninggal, Dorce sakit berkepanjangan sampai membuatnya miskin dan tidak mampu membayar biaya pengobatan. Dorce sampai harus menulis surat kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk meminta bantuan biaya pengobatan.

Status Dorce sebagai transgender menjadi perdebatan dan kontroversi. Ketika dia berwasiat supaya dipulasara dan dimakamkan sebagai perempuan, hal itu pun menimbulkan pro dan kontra.

Sepanjang kariernya, Dorce menghadapi kontroversi itu dengn caranya yang khas, tatag atau kekeh berpendirian, dan penuh humor.

Sebuah anekdot diceritakan oleh Dorce. Suatu hari dia berkencan dengan seorang bule.

Setelah berkencan, sang bule memberinya sejumlah uang dalam bentuk mata uang asing. Dorce senang bukan kepalang.

Namun, begitu dia mau tukarkan uang asing itu di money changer, ternyata dolarnya palsu. Dorce pun balik dan protes ke si bule.

"Mister, mengapa saya dikasih uang palsu?’’ kata Dorce. Si bule menjawab, "You juga perempuan palsu…’’

Dorce menyikapi persoalan eksistensial dengan humor. Kata Arthur Schopenhauer, humor adalah kualitas ilahiah yang ada pada diri manusia.

Humor menunjukkan kematangan jiwa. Kemampuan menertawakan diri sendiri bukan tanda merendahkan diri, tetapi tanda kebijaksanaan.

Dengan humor, persoalan seberat apa pun akan menjadi ringan. Humor adalah senjata yang paling ampuh sebagai ‘’ice breaker’’ untuk memecah kebuntuan komunikasi.

Selera humor sudah terlalu lama hilang dari ranah publik kita, sehingga yang terasa setiap hari adalah hawa yang sumuk dan panas.

Dorce tentu risau dengan status eksistensialnya. Dia yang sangat religius mencari fatwa mengenai gendernya kepada banyak ulama.

Dorce mengatakan bahwa sebagaimana pandangan publik secara umum, ada di antara ulama yang mengharamkan perilaku transgender. Tentu para ulama itu mempunya dalil kukuh dalam menyikapi kasus Dorce.

Dorce terlahir di Solok, Sumatera Barat sebagai Dedi Yuliardi bin Ahmad (nama itu yang tertera di batu nisan). Mudah diduga, masa kecil Dorce tentu kental dengan nilai-nilai religius. Wilayah Sumatera Barat dikenal sebagai daerah basis Islam puritan.

Perang Paderi pada 1821 adalah tonggak perlawanan dan kebangkitan kalangan Islam puritan melawan penjajah, sekalgus juga kebangkitan puritanisme melawan Islam mistisisme yang berkembang di Jawa.

Dengan latar belakang budaya semacam itu, Dorce sudah terbiasa dengan cara-cara beribadah ‘Islam modernis’ yang biasanya diasosiasikan dengan Muhammadiyah, ketimbang Islam tradisionalis yang diasosiasikan dengan Nahdlatul Ulama.

Dorce melakukan pengembaraan spiritual yang membawanya bertemu dengan Gus Dur dan Gus Miek. Dua ulama asal Jawa Timur itu dikenal dengan keahliannya dalam sufisme dan mistisisme.

Dari dua kiai itulah Dorce memperoleh keyakinan spiritual dan eksistensial yang lebih mantap. Kepada Gus Dur, Dorce bertanya mengenai ibadahnya sebagai seorang transgender.

Gus Dur mengatakan kalau Dorce yakin dengan gendernya sebagai perempuan, beribadahlah sesuai dengan keyakinannya. Dorce merasa adem oleh nasihat itu. Dari Gus Miek Dorce memperoleh pencerahan yang sama.

Belakangan ini muncul pendakwah yang meniru cara dakwah Gus Miek. Dia adalah Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah yang punya branding khusus sebagai pendakwah kelab malam.

Di era digital seperti sekarang Gus Miftah juga menjadi kiai selebritas medsos, sama dengan kiai-kiai lainnya. Gus Miftah mengislamkan selebritas YouTuber Deddy Corbuzier 

Gus Miftah berdakwah di kelub malam dan kemudian menjadi viral di media sosial. Gus Miftah berpidato di gereja, menjadi viral, dan menjadi kontroversi.

Sama dengan Gus Miek yang penuh kontroversi, Gus Miftah pun dipuji dan dicaci. Bedanya, Gus Miftah lebih berapi-api, dan Gus Miek lebih adem dan mengayomi.

Karena ’berapi-api’ itulah sekarang Gus Miftah terlilit di tengah pusaran kontroversi. Ia membuat pertunjukan wayang bersama dalang Ki Warseno Slank.

Salah satu babak pada pertunjukan itu menampilkan wayang kontemporer sosok berjenggot mengenakan gamis dan peci putih. Tokoh fiksi itu diduga personifikasi dari Ustaz Khalid Basalamah.

Dalam episode berjudul "Begawan Lumana Mertobat’’ itu figur wayang berjenggot berhadapan dengan tokoh Baladewa dalam sebuah perang tanding. Wayang Khalid kemudian dihajar habis-habisan sampai rusak.

Gaya mendalang yang "urakan" ini mungkin mengundang tawa. Namun, personifikasi Khalid Basalamah dalam wayang itu menimbulkan protes luas.

Ustaz Khalid Basalamah sebelumnya terlebih dahulu berada pada pusaran kontroversi setelah dianggap ‘’mengharamkan’’ wayang dalam salah satu ceramahnya. Ceramah ini menimbulkan kontroversi luas dan Khalid sudah meminta maaf.

Kali ini gelombang berbalik dan giliran Ki Warseno yang meminta maaf. Dia memang tidak menyebut nama Khalid Basalamah, tetapi figur wayang itu bisa dengan mudah diidentikkan sebagai Khalid Basalamah.

Dalam dialog di pertunjukan itu, sang dalang menyebut 'ente' dan 'alhamdulillah'.

Gus Miftah enggan meminta maaf. Akan tetapi dia meminta maaf atas kegaduhan itu, bukan atas pergelaran wayang yang dibuatnya.

Wayang sebagai karya seni seharusnya menyatukan, bukan memecah belah. Mungkin kita semua harus banyak belajar, termasuk kepada Gus Miek, supaya dakwah bisa adem.(***)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pesantren Teroris


Redaktur : Antoni
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler