JAKARTA -- Peneliti senior dari Cetro yang juga pakar Hukum Tata Negera (HTN), Refly Harun, menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kasus sengketa pemilukada Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng dan Mandailing Natal (Madina), Sumut, telah melampuai kewenangannyaNamun, lanjutnya, selain mendasarkan kepada alat bukti, hakim juga mendasarkan kepada 'keyakinan hakim' dalam memutus perkara
BACA JUGA: MK Dinilai Keluar dari Pakem
Hakim, kata Rfely, dalam memutus perkara tidak bisa dibatasi oleh ketentuan Undang-undang
BACA JUGA: Gubernur Siap Tunjuk Pjs Bupati Kobar
"Hakim bukan corong Undang-undangDia mengatakan, kalau toh ditemukan ada indikasi konspirasi hakim MK, maka masyarakat bisa melaporkan agar dibentuk Majelis Kehormatan
BACA JUGA: Telat Bentuk Panwas Picu Kisruh Pilkada
"Tapi putusan tetap putusan, yang harus dijalankanIni negara hukum, bukan negara Undang-undang," ujar Refly.Dalam putusannya, MK mengabulkan seluruh permohonan Ujang Iskandar selaku penggugat hasil pemilukada Kabupaten KobarMK membatalkan keputusan KPU Kotawaringin Barat Nomor 62/Kpts-KPU-020.435792/2010 dan berita acara Nomor 367/BA/VI/2010 tentang perolehan suara yang dimenangi pasangan H Sugianto dan H Eko Soemarno.
Yang akhirnya menjadi kontroversi, MK memutuskan mendiskualifikasi pasangan calon atas nama H Sugianto dan H Eko Soemarno sebagai pemenang dan memerintahkan KPU Kobar menetapkan pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto sebagai bupati dan wakil bupati terpilihPertimbangan MK, karena hanya ada dua pasangan calon dalam pemilukada Kobar, sedang salah satu pasangan calon sudah didisikualifikasi karena dianggap telah melakukan pelanggaran(sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Simpan Informasi, KPUD Bisa Dipidana
Redaktur : Tim Redaksi