Hakim MK Minta Farhat Abbas Belajar Rukun Islam

Kamis, 05 Agustus 2010 – 02:02 WIB

JAKARTA — Pengacara Farhat Abbas dan Agus Wahid meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menguji Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah HajiSidang pemeriksaan pendahuluan atas permohonan tersebut dilaksanakan, Rabu (4/8)

BACA JUGA: Tunggu Pelantikan, Bupati Ogan Ilir Dilaporkan ke KPK

Dalam sidang itu, panel hakim yang diketuai Hamdan Zoelva dengan dua anggota, M Arsyad Sanusi dan M Akil Mochtar, banyak memberikan masukan kepada pemohon.

Pada persidangan itu, panel hakim mempertanyakan legal standing serta kerugian konstitusional yang dialami oleh pemohon
Bahkan, pemohon disarankan untuk terlebih dahulu mengkaji rukun Islam kelima sebelum membicarakan masalah kerugian konstitusional.

“Apakah pasal-pasal yang diuji menyebabkan banyak yang tidak bisa naik haji? Pemohon satunya kan tetap bisa naik haji, bahkan sudah haji

BACA JUGA: Soal Redenominasi, Golkar Minta BI Lebih Hati-hati

Jadi apa kerugian konstitusionalnya,” kata Akil Mochtar


Terkait dengan kuota haji, lanjut Akil, itu pun tidak dapat dipersoalkan karena kuota ditentukan oleh pemerintah Arab Saudi dan bukan oleh pemerintah Indonesia

BACA JUGA: Vaksin Meningitis untuk Umrah Masih yang Haram

Menurut Akil, jika Pasal 8 ayat 2 yang mengatur tentang tanggung jawab pemerintah dalam penyelenggaraan ibadah haji dinyatakan tidak berlaku sebagaimana diharapkan pemohon, muncul pertanyaan siapa pihak yang bertanggung jawab melaksanakan haji, bagaimana tata caranya, berapa biayanya, serta apa syarat-syaratnya“Naik haji itu bagi yang mampu dalam rukun Islam kelimaHayati dulu itu baru lihat kerugian konstitusionalnya,” pinta Akil.

Arsyad Sanusi juga menyampaikan hal senada“Kalau pasal-pasal yang diuji dibatalkan, ketentuan apa yang mengatur hajiApakah pemerintah tidak boleh campur tangan? Ini urusan antar-negara,” ujarnya

Ketua Panel, Hamdan Zoelva pun menyarankan supaya pemohon lebih memperdalam materi permohonannya serta memperhitungkan risiko sosial yang dapat terjadi jika haji bukan diselenggarakan oleh pemerintahDia kemudian memberi waktu 14 hari kepada pemohon untuk memperbaiki permohonannya dan lalu menutup sidang.


Dalam perkara ini, pasal-pasal yang diminta untuk diuji oleh pemohon yaitu Pasal 1 angka 8 jo Pasal 8 ayat 2 jo Pasal 21 ayat (1) jo Pasal 22 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji terhadap UUD 1945.

Pemohon merasa dirugikan karena membayar ongkos naik haji yang mahalPemohon berharap, ke depan ada perbaikan sistem pelayanan ibadah haji terutama masalah biaya yang harus dibayarkanKarenanya pemohon menyatakan keberatan atas tugas dan pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji yang merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah (Pasal 8 ayat 2)

Pemohon juga menginginkan adanya pengaturan kuota jemaah haji yang dilakukan secara profesional oleh pemerintah.

Menanggapi masukan yang disampaikan panel hakim, usai sidang, kuasa hukum pemohon, Moch Yaser Arafat, mengakui bahwa salah satu pemohon memang sudah hajiTetapi walaupun begitu, pemohon juga tetap merasa keberatan karena biaya haji dirasakan terlalu besar“Kita sebetulnya meminta pengujian substansi dari norma itu yang akhirnya berujung pada aplikasi penyelenggaraan hajiPasal-pasal itu menyebabkan adanya monopoli,” katanya

Akibat monopoli tersebut, penyelenggaraan haji oleh negara dinilai telah merugikan masyarakat seperti beban biaya (BPIH) yang menjadi terlalu besar dan pembatasan kuotaPengelolaan dana abadi umat juga dirasakan tidak jelas.

“Pemerintah harusnya jangan satu-satunya, diserahkan juga ke swastaTidak boleh ada monopoli hajiPeran pemerintah mestinya hanya bersifat pengawasan atau monitoring saja,” ujar YaserKarena itu, pihaknya berharap mahkamah dapat mengabulkan permohonan ini(rnl/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadi Buronan, Politisi Demokrat di DPR Dicokok Kejaksaan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler