Hakim Syarifuddin Didakwa Terima Uang Pelicin

Kamis, 20 Oktober 2011 – 19:19 WIB
Hakim pengawas pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Syarifuddin saat mendengarkan pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/10). Foto : Arundono W/JPNN

JAKARTA - Setelah menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2 Juni 2011 lalu, akhirnya hakim pengawas Pengadilan Niaga di PN Jakarta Pusat, Syarifuddin, duduk di kursi pesakitanSyarifuddin didakwa telah menerima sogokan, terkait proses penjualan aset pailit PT Sky Camping Indonesia (SCI) dari kurator Puguh Wirawan.

Pada pada persidangan dengan agenda pembacaan surat dakwaan, Kamis (20/10), Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mendakwa Syarifuddin telah menerima uang Rp 250 juta, sebagai pelicin untuk persetujuan penjualan asset boedel pailit PT SCI menjadi non-boedel.

JPU KPK, Zet Tadung Allo, membeberkan, Syarifuddin selaku hakim pengawas pengurusan dan pemberesan harta pailit PT SCI sebenarnya mengetahui bahwa kurator telah melakuan perjanjian Pengikatan Jual Beli (PJB) atas asset bodel SHGB 7251 berupa tanah seluas 19.550 meter persegi di kawasan Tambun, Bekasi, kepada Otto Hasibuan secara di bawah tangan

BACA JUGA: Asset Century di Luar Negeri Tergerogoti

"PJB itu seharusnya ada izin dari Syarifuddin selaku hakim pengawas," sebut Zet.

Namun Syarifuddin justru mengajukan permohonan pergantian kurator ke hakim pemutus pailit PT SCI
Hakim kelahiran Soppeng, 26 November 1959 itu sekaligus mengusulkan Puguh Irawan sebagai kurator pengganti

BACA JUGA: Dituding Lindungi Koruptor, Istana Didemo



Selanjutnya, Puguh selaku kurator pengganti mengajukan penjualan asset boedel pailit SHGB 7251 ke Syarifuddin
Puguh meminta agar asset itu bisa dijual secara di bawah tangan

BACA JUGA: Kesaksian Ahli IPB Untungkan Manajer Pajak Asian Agri

Pada 11 November 2010, Syarifuddin selaku hakim pengawas mengabulkan permohonan itu

Ternyata, asset tersebut menjadi tanggungan atas piutang BNI.  Pihak BNI pun beranggapan kurator tak bisa melakukan penjualan karena asset tersebut dalam status non-boedel atas nama pihak ketiga, yakni PT Tannata Cempaka Saputra yang dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung.

Penjualan juga dikeluhkan oleh pihak eks pekerja PT SCIDharwati selaku kuasa hukum eks pekerja PT SCI mengajukan keberatan ke Syarifuddin selaku hakim pengawas atas penjualan asset secara non-boedel oleh kurator.

Karena kondisi itu, Syarifuddin dan Puguh bertemu pada 11 April 2011Keduanya membicarakan tentang persoalan asset ituPada pertemuan itu Puguh mengaku akan memberikan uang kepada Syarifuddin  sebesar Rp 250 juta.

Alih-alih menanggapi keberatan, Syarifuddin justru kembali bertemu Puguh pada 1 Juni 2011Puguh mendatangi Syarifuddin di rumahnya, Kompleks Kehakiman Sunter, Jakarta Utara, guna menyerahkan uang Rp 250 jutaSetelah menerima sogokan itulah Syarifuddin ditangkap KPK.

"Perbuatan terdakwa menerima hadiah berupa uang tersebut dari Puguh Wirawan patut diduga agar terdakwa memberi persetujuan tertulis atas penjualan asset SHGB 7251 secara non-pailit yang telah dilakukan kurator," sebut jaksa Zet Tadung pada persidangan dengan hakim ketua Gusrizal itu.

Dalam dakwaan primair, Syarifuddin dijerat dengan pasal 12 huruf a juncto pasal 18 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001, dengan ancaman hukuman maisimal 20 tahun penjara.

Sedangkan dalam dakwaan kedua, Syarifuddin dijerat dengan pasal 11 juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Akbar Desak Ada Reshuffle Lagi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler