Hamka Dihukum 2,5 Tahun, Hakim Beda Pendapat

Sidang Suap Pemilihan DGS Bank Indonesia

Senin, 17 Mei 2010 – 15:43 WIB
JAKARTA- Pegadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) akhirnya menjatuhkan hukuman penjara selama dua tahun enam bulan dan denda Rp100 juta kepada Hamka Yamdhu, terdakwa penerima suap kasus pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia yang dimenangkan Miranda S Goeltom.

Ketua Majelis Hakim, Herdi Agustian dalam putusannya menyatakan bahwa sesuai dengan fakta yuridis dan keterangan saksi di persidangan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan terlah melakukan tindak pidana korupsiYaitu menerima pemberian Ary Malangjudo dalam pemilihan DGS Bank Indonesia

BACA JUGA: Pemerintah Desak RUU Kelautan Dibahas

Dengan begitu, maka terdakwa telah menerima hadian yang ada hubungannya dengan jabatannya sebagai Anggota Komisi XI, DPR RI periode 1999-2004.

"Terdakwa mengakui menerima amplop berwarna kuning dari Ary Malangjudo di Jalan Riau (alamat Kantor PT Wahana Esa Sejati)
Kemudian membagikan amplop tersebut ke Poksi Golkar di Komisi IX, yang memang sudah tertera nama-nama di amplop tersebut

BACA JUGA: Pemda Dinilai Enggan Investasi di Kelautan

Seperti TM Nurlif (Rp550 juta), Antoni Antoni Zeidra Abidin, Ahkmad Hafiz Zawawi, Paskah Suzetta (Rp600 juta), Bobby Suhardiman, Reza Kanarullah, Hengky Baramuli, Azhar Muchlis (Rp500 juta), Baharudin Aritonang (Rp350 juta), Martin Bria Seran (Rp250 juta), Asep Rokhimat Sudjana (Rp150 juta)," kata Herdi Agustian di PN Tipikor, Jakarta, Senin (17/5).

Herdi menegaskan bahwa terdakwa melanggar pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 Undang-undang  tahun 1999 Jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 2001, Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana
"Terdakwa sadar secara bersama-sama menerima Travellers cheque Bank Internasional Indonesia (TC BII) saat menerima tanpa ada pertanyaan dari mana benda tersebut didapatkan dan sebagai apa," tambahnya.

Sebelum hukuman untuk Hamka Yamdhu dijatuhkan, Hakim Anggota 3, Andi Bachtiar menyatakan berbeda pendapat dengan putusan majelis hakim atau dissenting opinion

BACA JUGA: Dudhie Diganjar Dua Tahun Penjara

Menurut Andi Bachtiar, Jaksa Penuntut Umum yang mendakwa pasal 55 ayat 1 ke satu KUHPidana tak bisa membuktikan pasal tersebut.

Pasal pasal 55 ayat 1 ke satu KUHPidana merupakan pasal yang mengandung unsur turut serta dalam suatu perbuatan.

"Dalam persidangan JPU tidak bisa menghadirkan Nunun Nurbaeti yang disebut Ary Malangjudo sebagai pemberi TC BII, sehingga untuk Penerima dari Fraksi Golkar TM Nurlif dan kawan-kawan tidak bisa disebut terlibat dengan terdakwa, karena JPU tidak bisa membuktikannya," tegasnya.

Pasal 55 ayat 1 ke satu KUHPidana, lanjutnya, seharusnya dikenakan kepada Ary Malangjudo dan Nunun NurbaetiSebab, berdasarkan cara di persidangan Ary dan Nunun adalah pihak yang berdasarkan keterangan sebagai pihak pemberi suap.

"Terdakwa adalah penerimaDalam kasus penyuapan harus ada dua pihak yakni pemberi dan penerima," ujarnya.

Sehingga, kalau memang TM Nurlib dan kawan-kawan menerima TC BII sebagai pemenangan Miranda Swaray Goeltom sebagai DGS BI, maka JPU harus bisa membuktikan dalam persidangan.

"Tidak ada satupun barang bukti yang mengarah bahwa TC tersebut sebagai hadiah atau suap untuk kemenangan Miranda, bahkan saat Miranda sendiri dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan, baik untuk terdakwa, Udju Djuhaeri, Endin AJ Soefihara, Dodhie Makmun Murod menyatakan bahwa tidak mengatahui apakah TC BII tersebut sebagai pemenangan Miranda," ujarnya.

Kalaupun JPU tetap menggunakan pasal tersebut, lanjut Bachtiar, setidaknya ada barang bukti atau keterangan yang menyatakan tentang penyuapnya"Kalau tidak itu artinya JPU melindungi pemberi suap," jelasnya.(oji/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Komisi IV Kecewa dengan Kinerja Dekin


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler