Hanya Cangkang Kupat Yang Diselamatkan

Sabtu, 11 September 2010 – 09:20 WIB

Siapapun tentu tidak mau melewatkan Lebaran di tempat pengungsianTapi kondisi inilah yang kini dirasakan para pengungsi banjir Cieunteung, Kabupaten Bandung

BACA JUGA: Lebaran Dirundung Banjir

Mau tidak mau mereka harus merasakan prihatin yang cukup mendalam karena harus kehilangan harta benda, mereka juga tidak bisa berkumpul dengan kerabat.



Anah (53) menatap dengan sorot mata kosong
Meski didamping oleh tetangga, dia tetap terlihat melamun

BACA JUGA: Kasus Cerai Pasangan Muda Meningkat

Sorot matanya, tajam melihat puluhan orang yang melintas menggunakan pakaian baru untuk solat Id.

Mungkin dia cemburu dengan pemandangan itu
Dia tidak berkata, hanya melihat dan kemudian mengobrol dengan tetangga yang terus mengajak bicara.Anah memang tidak mau berada bersama kurang lebih 40 jiwa lain yang mengungsi di kantor PDIP karena terkena bencana banjir Cieunteung

BACA JUGA: Luapan Kali Pamali Hantui Warga Margasari Rayakan Idul Fitri

Dan kini warga Mekar Sari RT 02/RW 20 Kelurahan/Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, menjadi salah satu korbannya.

Perempuan senja ini menuturkan, dipaksa hijrah dari rumahnya yang tak seberapa besar oleh keadaanKetika orang lain sibuk mengumandangkan takbir serta memanaskan kupat plus opor ayam, dia malah mengungsiBersama menantu dan anaknya, ia mengungsi di gedung tersebut bersama 15 KK yang juga rumahnya terendam banjir yang berasal dari sungai Citarum itu.

"Tidak ada perabotan yang bisa diselamatkanSemuanya terendam," ujar perempuan tua itu sambil meneteskan air mata.Dia sendiri hanya bisa menyelamatkan salah satu keinginan dari cucunyaAnyaman pohon lontar yang sudah berbentuk kupat yang kini masih tersimpan bersama pakain yang melekat dalam tubuhnya.

Dia sengaja menyematkan 80 butir kupat kosong itu karena selalu ingat dengan keiinginan 10 cucunya yang ada di beberapa daerah.Kini apa yang terjadiKupat tak jadi dimasakKarena keluarga besar Anah, memang tidak satupun yang datang menjemputnya.

"Rencananya, sekarang mau dimasak buat pengungsi sajaTapi mau dimasak bagaimana, perabotan masak pun tidak ada yang terselamatkanSampai saat ini, cangkang kupat ini masih kosong," urainya lirih.
Nasib tragis itu pun dirasakan oleh  Sudiya (60) yang tercatat masih tetangga AnahLelaki empat anak ini mengaku sudah tiga hari berada di pengungsian bersama istrinya, Itar.

Kemarin, dia bersyukur karena masih bisa melaksanakan salah Ied di Masjid Agung, BaleendahMeski rasa syukur itu harus dibayar mahal karena harta bendanya habis terendam airLebaran paling pahit buat Sudiya karena diusainya yang renta, dia malah berkumpul bersama pengungsi dan bukan keluarga.
"Saya bersyukur, semalam ada yang memberikan bantal dan selimutBahan makanan juga adaDiantar kemarin pakai mobil sini," ungkap Sudiya.

Sudiya mengatakan, tiga bulan lalu rumahnya sempat di renovasiDia baru saja mengganti plafon dan pintuItu juga dapat bantuan dari RT sebesar 1,3 juta rupiahTapi sekarang rumahnya kembali terendam banjir dan lumpur untuk ke-4 kalinya (banjir dengan rasio ketinggian air sedada orang dewasa).

Kabar banjir Cieunteung, lanjut Sudiya, belum sampai pada anak-anaknya yang berada di SukabumiTapi sampai kemarin, belum ada yang datang."Sedih berlebaran di pengungsian," jelas pemilik rumah seluas 6 X 5 meter itu.

Dalam keluh kesahnya, Sudiya menuturkan,  banjir Cieunteung bukan pertama kali terjadiBahkan, ia kerap menjadi pengungsi di kala banjir mencapai ketinggian diatas satu meterHal itu benarkan oleh ketua RW 20, JajaDia mengungkapkan, dalam dua bulan dengan kondisi cuaca hujan, sering terjadi banjir"Kalau yang setinggi lutut, jangan ditanyaDalam seminggu pasti ada sajaTapi untuk yang besar sudah 4 kali terjadiDan ini pertamakalinya terjadi pada saat lebaran," tandasnya(et/aj/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sepeda Motor Merajai Pantura


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler