JAKARTA - Belum adanya pihak pemberi suap maupun penyandang dana yang dijadikan tersangka dalam kasus traveler cheque (cek lawatan) untuk pemenangan Miranda Gultom pada pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) tahun 2004, semakin mengundang cibiranJika KPK hanya menjerat 26 anggota DPR periode 1999-2004 plus 4 politisi lainnya yang sudah diadili, maka hal itu semakin mengundang kecurigaan.
Mantan hakim konstitusi, HAS Natabaya, menilai konstruksi hukum yang dibangun KPK dalam kasus cek lawatan itu lemah jika yang diadili hanya penerimanya saja
BACA JUGA: Yakin Konflik Tarakan Berakhir
"Konstruksi hukumnya, kalau kasus suap itu dua belah pihakBACA JUGA: Polisi Dituding Bekerja atas Pesanan
Tetapi kenapa KPK hanya menyeret yang disuap?" ujar Natabaya dalam diskusi bertema "Menuntut Keadilan bagi Semua" yang diselenggarakan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) di Jakarta, Kamis (30/9).Bahkan Natabaya menilai putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terhadap 4 penerima cek lawatan yakni Endin AJ Soefihara, Dudhie Makmun Murod, Udju Djuhaeri dan Hamka Yandhu, merupakan putusan setengah hati
BACA JUGA: Disangka Korupsi, Hari Sabarno Masih Boleh ke Luar Negeri
"Penyebabnya, karena KPK masih terfokus pada penerima saja," kata Natabaya.Penilaian serupa juga dilontarkan ahli hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul HudaMenurutnya, KPK harus memperjelas pihak yang menjadi pemberi suap"Telah terjadi lompatan logika dan logika yang dipaksakan," ujarnya.
Chairul yang juga penasehat ahli Kapolri di bidang hukum pidana itu menambahkan, baik dalam surat dakwaan maupun putusan majelis hakim tidak dijelaskan asal uang untuk pembelian cek yang kemudian digunakan untuk menyuap anggota DPR periode 1999-2004Bahkan KPK, kata Chairul, tidak dapat menunjukkan keuntungan yang didapat Nunun dari pemberian cek itu.
"Nunun Nurbaeti disebut sebagai pihak yang mendistribusikan uang suap tersebut, namun tidak terungkap hubungan kausalitas Nunun dengan MirandaDan tidak terungkap keuntungan yang diperoleh Nunun dari peristiwa itu," uasnya
Karenanya Chairul mendesak KPK segera menetapkan pihak yang memberi suap sebagai tersangka"Kalau tidak, akan ada implikasi hukum yang menyulitkan di masa depan," tandasnya Chairul.
Sedangkan mantan Kapolri era Presiden Abdurrahman Wahid, Chairudin Ismail, mengatakan, seharusnya ada teknik khusus yang digunakan penyidik KPK untuk memperkuat sangkaan terhadap penyandang dana ataupun pemberi suap"Penyidik itu bisa saja mencuri barang bukti, asalkan tidak ketahuanKarena itu juga bagian dari teknis penyidikan," ucapnya.
Chairudin yang mengaku mendapat gelar doktor setelah menyusun disertasi tentang korupsi itu malah mengusulkan penyitaan harta bagi yang memperkaya diri dari hasil korupsi"Usul saya, agar di UU itu dimungkinkan penyitaan harta tersangka korupsi, sampai ia dapat membuktikan bahwa hartanya bukan hasil korupsi," cetusnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sutiyoso Tuding Aparat Lakukan Pembiaran
Redaktur : Tim Redaksi