Hanya Papasan di Hotel, Bantah Bahas Sengketa Pilkada

Kamis, 03 Agustus 2017 – 16:32 WIB
Mahkamah Konstitusi. Foto: dok jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Pengacara Arbab Paproeka membantah pernah membahas sengketa pilkada Buton, Sulawesi Utara, dengan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

Hal itu dikatakan Arbab saat bersaksi dalam sidang dugaan suap sengketa pilkada Buton, di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

BACA JUGA: Saksi Ungkap Peran Advokat Paksa Umar Samiun

Pada persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Ibnu Basuki Widodo itu, Arbab membeberkan ihwal pertemuannya dengan Akil di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.

Arbab menjelaskan, saat itu dia janjian dengan sahabatnya bernama Victor. Pada saat bersamaan, ternyata ada Akil di hotel itu.

BACA JUGA: Terungkap Cerita Pertemuan Akil di Buton

Setelah tahu Akil hanya berdua dengan hakim agung di salah satu ruangan hotel, Arbab memutuskan untuk masuk.

Niatnya bertemu dengan Akil saat hanya melepas rindu saat masih sama-sama menjadi anggota DPR RI Komisi III periode 2004-2009.

BACA JUGA: Hamdan Akui Terjadi Pelanggaran Pilkada Buton

Arbab mengatakan, saat bertemu Akil hanya bicara soal kabar dan keluarga.

Tidak membicarakan sengketa pilkada Buton yang tengah berproses di MK.

“Kami tidakberbicara mengenai pilkada apa pun. Paling hanya basa-basi masalah keluarga,” ungkap Arbab.

Dia kemudian pamit pulang duluan. Dalam perjalanan, Arbab teringat saat pertemuannya dengan Akil enam bulan sebelumnya. Saat itu, Arbab mengaku basa-basi meminta dicarikan klien.

"Beliau (Akil) bilang "pengacara kere, cari sendirilah"," katanya.

Arbab menambahkan, Akil sempat memberikan kartu nama kepadanya. Tapi, di balik kartu nama tersebut tertera nomor rekening CV Ratu Samagat.

"Saya lalu bertanya maksudnya apa? Pak Akil hanya menjawab "masa saya harus ajarkan itik berenang"," ujarnya.

Setelah itu Arbab mengaku tidak bertanya lagi kepada mantan anggota DPR tersebut.

"Pemahaman saya inilah yang kemudian mengantarkan saya dalam masalah seperti ini,” kata Arbab.

Arbab menambahkan, setelah mendengar ada sengketa pilkada Buton di MK, dia kemudian mencari kembali kartu nama itu.

Bahkan, dia juga mencari nomor telepon Bupati Buton nonaktif Samsu Umar Abaul Samiun di telepon selulernya.

Namun, nomor Umar tidak ada. Arbab kemudian teringat sahabatnya, Agus Mukmin. Berkali-kali Arbab menghubungi Agus.

Dia juga sempat bertemu dengan Agus membandingkan kasus Kotawaringin Barat dengan Buton.

"Tapi, Agus Mukmin mengatakan kepada saya bahwa perkara pilkada Buton sudah selesai dan Umar Samiun keluar sebagai pemenang pilkada,” jelasnya.

Namun, Arbab tidak mau melepaskan peluang itu begitu saja. Dia meminta langsung nomor Umar kepada Agus.

Arbab kemudian langsung mengontak Umar dan mengajaknya bertemu di Hotel Borobudur.

Tetapi, saat itu Umar Samiun enggan bertemu. Umar meminta kepada Arbab untuk menyampaikan niatnya lewat telapon saja.

Namun, Arbab menolak dan ingin bertemu.


"Sampai di Borobudur sambil jalan ke Musro, saya sampaikan ke Umar Samiun bahwa ada Pak Akil di dalam. Umar Samiun saat itu kaget dan berhenti, reaksinya antara ingin masuk atau tidak,” kata dia.

Arbab menjelaskan niatnya mengajak Umar ke Borobudur hanya ingin menunjukkan kedekatannya dengan Akil.

Sekitar lima menit, Umar kemudian berpamitan karena tidak nyaman dengan suasana di dalam ruangan.

Umar akhirnya memilih untuk pamit untuk pulang.

“Sekitar tujuh menit di dalam ruangan, saya sempat melihat ke Pak Umar dan Pak Umar melambai kepada saya. Saya datang dan beliau ingin pamit karena tidak merasa nyaman. Saya lalu mengantarnya ke lobbi hotel dan saya sampaikan nanti akan saya telepon,” ungkapnya.


Pada malam itu juga, Arbab menelepon Umar meminta dikirimkan Rp. 5 Miliar ke rekening CV Ratu Samagat.

Tetapi karena dalam perbicangan ditelepon suara tidak terlalu jelas, akhirnya Arbab mengirimkan SMS.

“Bunyi SMS nya ‘Tolong kirimkan uang Rp. 5 Miliar melalui CV Ratu Samagat. Tulis untuk pembelian hasil bumi’. Tapi, dari pemberitaan yang dikirim Rp 1 miliar," katanya.

Karena inilah yang membuat Arbab tidak enak dengan Akil dan Umar Samiun.

"Karena kalau uang Rp 1 miliar itu adalah suatu kejahatan, seharusnya saya yang duduk di kursi terdakwa, bukan Umar Samiun,” kata Arbab.

Arbab melanjutkan, setelah SMS permintaan uang tersebut dikirim ke Umar, dia langsung putus komunikasi.

Begitu juga dengan Umar tidak pernah memberikan informasi bahwa sudah mengirimkan uang Rp 1 miliar ke rekening CV Ratu Samagat.

“Makanya saya tidak pernah tahu bahwa ada uang dikirim ke rekening CV Ratu Samagat, begitu juga Akil tidak tahu tentang uang itu karena saya tidak pernah membahas Pilkada Buton dengannya," katanya.

Menurut dia, jika tahu ada uang dari Umar pasti langsung akan menghubungi Akil.

"Saya akan katakan "bro, itu ada uang saya Rp 1 miliar, tolong ditarik untuk saya’. Tapi, ini kan tidak ada,” jelasnya.

Penasihat hukum Umar, Saleh mengatakan, kesaksian Arbab semakin memperjelas status Rp 1 miliar tersebut.

Dia menegaskan, uang itu sama sekali tidak berkaitan dengan Akil maupun pilkada Buton.

Keterangan Arbab tersebut juga semakin dipertegas oleh Hamdan Zoelva selaku hakim panel Pilkada Buton.

“Dalam kesaksian Hamdan mengatakan bahwa pengambilan keputusan itu diambil tidak ada kaitannya dengan uang. Jadi hari ini dakwaan jaksa dimentahkan oleh Arbab bahwa tidak ada permintaan uang dari Akil kepada Umar Samiun,” kata Saleh. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hamdan Zoelva: Pak Akil Tak Pernah Beri Kode


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler