Kisah tentang kopi luwak berawal dari penemuan pekerja kebun pada zaman kolonial Belanda
BACA JUGA: Edukasi Masyarakat tentang Kopi
Saat itu dia mendapati kotoran luwakBACA JUGA: Telaten dengan Mesin Buatan Belanda
Biji-biji kopi itu ternyata masih utuh, meski sudah dimakan luwak.Selanjutnya, para pekerja kebun itu mencoba membersihkan dan mengolah menjadi bubuk kopi
BACA JUGA: Ada yang Sejak 1949 Telateni Kopi
Berbeda dengan kopi yang diolah secara biasa atau tanpa melalui proses pencernaan luwak.Sejak itulah, dikenal istilah kopi luwakTapi, pihak PTPN XII baru benar-benar menyeriusi kopi luwak sejak 2006Di sana, selain terdapat perkebunan kopi, dipelihara sejumlah ekor luwakHingga sekarang, terdapat 79 ekor luwak yang dipelihara di sanaSetiap luwak bisa memakan 4 ons kopi per hari"Setidaknya sehari bisa menghasilkan sekitar 30 kilogram kopi dari semua luwak ini," kata Sholehan, staf bagian administrasi di PTPN XII Kebun Kalisat/Jampit Afdeling Kampung Baru, Kecamatan Sempol, Kabupaten Bondowoso, kepada Radar Jember (Jawa Pos Group).
Sebelum dipelihara, luwak-luwak itu dibiarkan berkeliaran di sekitar perkebunanSemula, kotoran luwak yang mengandung biji kopi dibiarkan saja oleh warga dan juga pihak pekerja di lingkungan PTPN XII.
"Nah, tidak dinyana ternyata ada permintaan dari luar negeri untuk memproduksi biji kopi yang sudah dimakan luwak ini," kata Hadi Santoso, pengelola kopi luwakSejak itulah, luwak-luwak yang semula dibiarkan berkeliaran dipelihara dan ditempatkan dalam sebuah kurungan besi yang dilengkapi dengan rumah-rumahan, tempat minum, tempat makan, dan batang pohon untuk bertengger.
Di sini para penikmat kopi dan pencinta traveling bisa menyaksikan luwak-luwak tersebut memecah kulit kopi dan memakan bijinya, serta bisa menyaksikan gumpalan-gumpalan biji kopi yang dikeluarkan bersama kotoran"Setiap sore, kalau sedang musim panen raya, kami berikan biji kopi di atas tampah pada sore hariSelanjutnya, besok pagi sudah bisa diambil gumpalan biji kopi yang keluar bersama kotorannya," sambungnya.
Biji-biji itu lantas dibersihkan dan diolah seperti biasaDan karena harganya yang cukup membuat kening berkernyit, sampai saat ini produksi hanya didistribusikan ke mancanegara, yakni ke EropaDi negara empat musim itu kopi luwak dijual Rp 1,2 juta hingga Rp 1,3 juta per kilogram.
Karena luwak yang dipelihara berasal dari habitat asli, bisa dipastikan mereka semua belum jinakKarena itu, dibutuhkan keahlian khusus untuk merawat dan menjinakkan luwak-luwak tersebutHadi menuturkan bahwa dirinya harus telaten dan sabar menghadapi tingkah laku hewan tersebutUntuk yang masih kecil, kadang-kadang dia menyuapi dengan strawberi yang menjadi makanan luwak ketika musim panen belum tibaDengan begitu, dia bisa menjalin kedekatan dengan luwak-luwak tersebut.
Pada 2009, PTPN XII berhasil menangkarkan 656 luwak dewasaSebanyak 405 ekor luwak di antaranya tersebar di empat lokasi perkebunan di Bondowoso yang menjadi kewenangan PTPN XIIYakni, di kebun Kalisat-Jampit (80 ekor), kebun Kayumas (92 ekor), kebun Blawan (178 ekor), dan kebun Pancurangkrek (55)Sisanya (251 ekor) berada di kebun kopi robusta (Malangsari, Bondowoso, 75; Rayap/Renteng, Bondowoso, 20; Bangela, Malang, 26; Ngrangkah Pawon, Kediri, 30; dan Silos Sanen, Jember, 100).
PTPN XII menargetkan dalam setahun memproduksi kopi luwak sekitar 2 tonUntuk harga, pada awalnya hanya sedikit orang yang menyukai kopi ituKarena itu, per kilogramnya hanya dihargai Rp 60 ribu.
Mulai 2006, harganya mulai naikPada 2008, harga meroket drastisYakni, naik secara kontinu menjadi Rp 900 ribu per kilogram, kemudian Rp 1,2 juta per kilogram, hingga Rp 1,9 juta per kilogramBiasanya kopi itu dijual ke Jerman dan JepangUntuk kawasan Jember dan sekitarnya, penjualan kopi luwak diambil dari hasil produksi PTPN XII(lie/jpnn/c4/kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Utang RI, Sehat Tapi Boros
Redaktur : Tim Redaksi