jpnn.com, SURABAYA - PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) terus berupaya menggenjot kinerja di tengah situasi yang tidak stabil.
Direktur PT GDST Hadi Sutjipto mengatakan, persaingan baja domestik dengan impor menjadi tantangan besar.
BACA JUGA: Impor Baja dari Tiongkok Melejit, Industri Domestik Menjerit
Dia menambahkan, kendala lain yang dihadapi adalah tren harga minyak dunia yang terus naik. Akibatnya, permintaan baja saat ini agak tertekan.
”Sebab, baja adalah salah satu komoditas internasional sehingga harganya otomatis selalu mengikuti harga minyak,” ujar Hadi di Surabaya, Kamis (27/9).
BACA JUGA: Industri Baja Domestik Butuh Perlindungan Pasar Â
Salah satu upaya yang telah dilakukan GDST untuk meningkatkan performa bisnis adalah merger atau penggabungan usaha dengan PT Jaya Pari Steel Tbk (JPRS).
GDST dan JPRS bergerak pada bidang industri yang sama, yaitu industri baja dan pengolahan baja.
BACA JUGA: Kerja Sama Pertahanan Indonesia dan Ceko Kerek Industri Baja
Hadi menjelaskan, setelah dua perusahaan tersebut menjadi satu, nama yang diusung tetap. Yakni, PT Gunawan Dianjaya Steel.
Menurut dia, penggabungan GDST dan JPRS bertujuan menciptakan efisiensi usaha dan daya saing.
”Setelah merger ini, JPRS akan fokus memproduksi pelat baja kecil yang memang spesialisnya, sedangkan pelat baja besar dikerjakan GDST. Jadi, kami bersinergi,” tutur Hadi.
Sementara itu, hingga Maret 2018 GDST berhasil meraih pertumbuhan penjualan 5,6 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Menurut Hadi, pencapaian tersebut dipacu proyek-proyek infrastruktur yang tengah dikebut pemerintah.
Terutama proyek jembatan yang menggunakan banyak pelat baja seperti yang diproduksi GDST.
Contohnya, pembangunan jembatan Papua yang membutuhkan 6.500 ton baja.
”Dari angka tersebut, sekitar 80 persen didapat dari perusahaan kami,” terang Hadi. (car/c10/fal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Penjualan Baja Krakatau Steel Naik 30 Persen
Redaktur & Reporter : Ragil