jpnn.com, JAKARTA - Harga jual rumah subsidi ditetapkan berdasarkan wilayah agar daya beli masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tetap terjangkau. Harga baru ditetapkan melalui Keputusan Menteri (Kepmen) PUPR Nomor 535/KPTS/M/2019.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan batas harga jual rumah subsidi yang telah ditetapkan tidak mempengaruhi permintaan akan rumah subsidi dari masyarakat maupun pengembang perumahan. Bahkan permintaan pembangunan rumah subsidi melalui program KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) terus bertambah.
BACA JUGA: 3 Kendala Besar Pengembang Rumah Subsidi
Basuki menyebut, memang dari penetapan harga jual rumah subsidi naik rata-rata Rp 10 juta. Namun harga rumah bersubsidi naik terakhir 5 tahun lalu, sehingga kenaikan ini hanyalah penyesuaian biasa.
”Meski demikian kemarin BTN, REI dan Apersi saat datang ke kami justru meminta tambahan anggaran FLPP yang disediakan Kementerian Keuangan. Berarti permintaan untuk rumah subsidi bertambah. Artinya positif," kata Basuki dalam pernyataannya kemarin (11/7).
BACA JUGA: 2 Alasan Harga Rumah Subsidi Naik Jadi Rp 140 Juta
Hingga 11 Juli 2019, pemerintah telah menyalurkan dana FLPP bagi sebanyak 47.077 unit dari target 68.858 unit dengan anggaran yang disediakan Rp 4,52 triliun.
BACA JUGA: Pengin Tahu Perasaan Bu Megawati Lihat Jokowi Bertemu Prabowo?
BACA JUGA: Harga Rumah Subsidi Naik
Menurut Basuki, penetapan harga rumah subsidi menyesuaikan dengan kondisi terkini pada setiap wilayah, di antaranya disesuaikan dengan faktor harga tanah, kenaikan harga bahan bangunan, termasuk juga upah pekerja.
Kepmen PUPR tentang penetapan harga maksimal rumah bersubsidi dibuat dalam rangka mendukung Program Satu Juta Rumah yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo di Ungaran, Semarang pada 29 April 2015.
Melalui program ini diharapkan dapat memperkecil backlog (kesenjangan) penghunian perumahan di Indonesia yang pada tahun 2015 mencapai 7,6 juta unit menjadi 5,4 juta unit pada tahun 2019.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid mengatakan, untuk mencapai target tersebut telah dilakukan terobosan dengan menggandeng komunitas. Salah satunya adalah perumahan Persaudaraan Pemangkas Rambut Garut (PPRG) di Kampung Sampora, Desa Sukamukti, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut yang pembangunannya telah dimulai tahun 2018 dan perumahan komunitas perajin rokok di Kudus sebanyak 3.500 unit.
Hingga 1 Juli 2019, telah dibangun sebanyak 601.205 unit rumah dalam Program Satu Juta Rumah. Jumlah tersebut terbagi dalam 456.974 unit rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan 144.231 unit rumah non MBR.
"Dengan keterbatasan anggaran yang ada Program Sejuta rumah dilakukan dengan berbagai penguatan seluruh stake holder. Sejauh ini masih efektif bahu membahu membangun rumah untuk mengurangi Backlog," tutur Khawali.
BACA JUGA: Biar Saja Habib Rizieq Urus Dirinya Sendiri
Program Satu Juta Rumah merupakan kolaborasi antara para pemangku kepentingan di bidang perumahan mulai dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Asosiasi Pengembang Perumahan, Perbankan, Perusahaan Swasta melalui kegiatan corporate social responsibility (CSR) dan masyarakat.
Selain KPR FLPP, Kementerian PUPR dalam mempermudah kepemilikan rumah subsidi bagi MBR juga menerapkan program Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM). (tau)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rumah Tipe 36 untuk Generasi Milenial Usia 30 â 35 Tahun
Redaktur & Reporter : Soetomo