Hari Ini, 70 Tahun Lalu, Perkampungan Belanda Depok Diserbu Laskar Rakyat

Minggu, 11 Oktober 2015 – 06:03 WIB
Potret kehancuran akibat Peristiwa Gedoran Depok. Sebuah mimbar di dalam gereja nampak terbalik. Foto: Dok. Keluarga Presiden Depok terakhir.

jpnn.com - TUJUH puluh tahun lalu, 11 OKTOBER 1945, Depok diserbu laskar rakyat dari seluruh penjuru mata angin. Orang Depok dituduh tak mau mengakui kemerdekaan Indonesia.

=======
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Network
=======

BACA JUGA: SEBETULNYA INI RAHASIA! Sihir Titiek Puspa

17 Agustus 1945. Proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan di Jalan Pegangsaan Timur, Cikini, Jakarta Pusat. 

Kaum bumiputera menyambutnya dengan gegap gempita. Tiap berpapasan, sembari mengepalkan tinju, rakyat lantang saling berucap, “merdeka!”, “merdeka atau mati!”, “sekali merdeka tetap merdeka!”. Bendera merah putih pun berkibar-kibar.

BACA JUGA: Kisah Bung Karno Diayun Manap Sofiano

Di Depok, yang hanya "sepelemparan batu" dari Jakarta, riuh rendah pekik kemerdekaan tak terdengar sama sekali. Tak ada yang mengibarkan bendera merah putih. 

Kaum Depok pun dituding tak mau bergabung dengan republik yang baru saja diproklamasikan Soekarno-Hatta.

BACA JUGA: King...I am Liem Swie King (3/habis)

Akibatnya, para pemuda dan berbagai kelompok laskar rakyat dari seluruh penjuru mata angin menyerbu Depok. 

Orang Depok ditawan. Dibawah todongan senjata, mereka dipaksa membawa bendera merah putih. Bagi yang membangkang, disikat. Tak sedikit korban tewas. Peristiwa ini dikenal dengan nama Gedoran Depok. 

Laporan Intelijen Belanda

Intelijen Belanda mencatat apa yang terjadi di Depok dari hari ke hari ketika meletus Peristiwa Gedoran Depok.  

Catatan itu ditemukan dalam dokumen Algemeen Secretarie yang tersimpan di kantor Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Pejaten, Jakarta Selatan.

Kurang lebih begini bunyi catatan tersebut bila disarikan kronologisnya:

7 Oktober 1945: Terjadi kericuhan di Depok. Penduduk setempat memboikot orang-orang Eropa termasuk orang-orang yang dinilai menjadi kaki tangan Belanda. Mereka menghalang-halangi orang-orang Eropa itu membeli kebutuhan sehari-hari.

Selain itu mereka melarang para pedagang menjual barang dagangannya kepada orang-orang Eropa. 

Aksi tersebut tidak semata-mata ditujukan kepada orang Eropa saja tetapi juga kepada indo-indo dan orang-orang yang beragama Kristen, yang sebelumnya dikenal sangat dekat dengan orang-orang Belanda.

Di beberapa tempat di wilayah Depok, perampokan itu melibatkan orang-orang dari Barisan Pelopor yang dikenal sebagai pekerja Asisten Wedana Depok.

9 Oktober 1945: Segerombolan orang bersenjatakan bambu runcing merampok lima keluarga yang disebut-sebut sebagai kaki tangan Belanda. Mereka menjarah semua barang-barang kekayaannya.

10 Oktober 1945: Giliran gudang koperasi tempat menyimpan bahan pangan dijarah oleh sekelompok gelandangan. 

Polisi dan para aparatur pemerintah RI yang mengetahui kedua peristiwa itu tidak melakukan tindakan apa-apa selain berdiri menontonnya.

11 Oktober 1945: Sekitar 4.000 orang datang ke Depok, ada yang menumpang kereta api, truk bahkan gerobak sapi. Kedatangan orang-orang itu dengan sepengetahuan aparatur pemerintah dan kepolisian RI.

Gerombolan tersebut dengan bebas merampok dan mengobrak-abrik rumah-rumah dan mengusir penghuninya, terutama penduduk Kristen Eropa. 

Para korban itu sulit mencari perlindungan karena lari ke hutan-hutanpun keselamatan mereka tidak terjamin. Sebab di sekitar hutan juga banyak perampok yang mengambil harta bendanya seperti pakaian, makanan, uang kertas Jepang dan Belanda, permata dan uang perak Belanda.

Dengan melihat ciri-cirinya, cukup jelas bahwa aksi-aksi itu merupakan aksi kolektif yang terorganisir secara baik. Artinya ada orang atau kelompok tertentu yang mengorganisir aksi-aksi tersebut.

13 Oktober 1945: Dilaporkan 10 orang warga Depok dibunuh. Selain itu semua penduduk Eropa diburu oleh BKR dan Barisan Pelopor (yang dikenal dari pita yang diikatkan di lengannya). 

Mereka ditangkap dan dikumpulkan di belakang stasiun kereta Depok. Di tempat itu, baik pria, wanita, maupun anak-anak ditelanjangi hingga tinggal celana dalam dan BH. Semua pakaian dan perhiasannya dirampas oleh para perampok yang ada di tempat itu dengan pengawasan Barisan Pelopor.

Apa yang sebenarnya terjadi, ikuti terus serial kisah ini...--bersambung (wow/jpnn) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Asmara Liem Swie King dan Eva Arnaz Hanya Ada Di Sini...


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler