Haruskah Mengancam Coldplay sebagai Pendukung LGBT?

Senin, 22 Mei 2023 – 18:42 WIB
Coldplay. Foto: Parlophone/Atlantic

jpnn.com - GRUP musik asal Inggris Coldplay akan menggelar konser di Jakarta pada 15 November 2023.

Meski pelaksanaan konser itu masih jauh, kabarnya sudah membuat heboh beberapa waktu terakhir.

BACA JUGA: Raja Charles & Dosa Kolonialisme

Tiket pertunjukan Coldplay sudah terjual habis sehingga banyak yang tidak kebagian. Namun, yang tak kalah heboh ialah pernyataan Persatuan Alumni (PA) 212 tentang penolakan atas rencana Coldplay menggelar pertunjukan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK).

Jika konser itu tetap digelar, PA 212 mengancam akan akan mengepung SUGBK. Alasan PA 212 menolak Coldplay ialah dukungan grup bergenre britpop itu pada lesbian, gay, biseksual, dan transgender alias LGBT.

BACA JUGA: Presiden Porno

Ancaman itu menimbulkan respons luas dari publik. Pihak berwenang menyatakan jika PA 212 mengepung konser Coldplay, yang akan dihadapi dalah aparat keamanan.

Coldplay adalah grup band rock asal Inggris. Band ini terdiri atas Chris Martin (vokalis), Jonny Buckland (gitaris), Guy Berryman (basis) dan Will Champion (drumer), plus seorang direktur kreatif bernama Philip Christopher Harve.

BACA JUGA: Labuan Bajo dan Pribumi Malas

Berdiri pada 1997, Coldplay dianggap sebagai salah satu band terbesar dengan jutaan penggemar di seluruh dunia. Mereka juga telah memenangkan banyak penghargaan musik, termasuk tujuh Grammy Awards.

Dalam beberapa kali konser, vokalis Coldplay Chris Martin memamerkan bendera berwarna pelangi sebagai bentuk dukungannya terhadap gerakan LGBT.

Tentu saja Chirs Martin dan Coldplay bukan satu-satunya grup musik yang memberikan dukungan secara terbuka kepada komunitas LGBT. Penyanyi pop dunia, seperti Madonna, Lady Gaga, dan Christina Aguilera, juga memiliki basis penggemar yang sebagian besar adalah gay.

Sejumlah seniman pria normal juga menyuarakan dukungan terhadap LGBT. Mulai dari The Chainsmokers yang menentang larangan militer transgender Trump, sampai musisi Jay-Z yang memuji identitas lesbian ibunya dalam sebuah lagu di album terbarunya.

Lagu-lagu Coldplay tidak secara eksplisit menyuarakan pesan-pesan LGBT. Meski demikian, grup ini secara terbuka menyatakan dukungan terhadap gerakan LGBT.

Beberapa grup dan penyanyi terkemuka dunia juga terbukti menjadi aktivis LGBT meskipun lagu-lagunya tidak mempromosikannya secara terbuka. Mendiang Freddie Mercury yang dikenal sebagai frontman grup musik Queen juga dikenal sebagai praktisi LGBT.

Demikian juga Elton John dan George Michael yang secara terbuka diketahui sebagai praktisi LGBT, bahkan punya pasangan resmi sesama jenis.

Bagi grup musik dan penyanyi terkenal level dunia, memperjuangankan hak-hak politik kelompok tertentu merupakan bagian dari manifestasi ideologis dan idealisme mereka dalam bermusik. Sangat banyak musisi top dunia yang terlibat dalam proyek kemanusiaan raksasa dengan menggelar konser kelas dunia.

Musisi Bob Geldoff asal Inggris menjadi salah satu pelopor terkemuka ketika pada 1985 mengadakan konser Live Aid untuk mengumpulkan dana sebagai upaya membantu rakyat Ethiopia yang mengalami bencana kelaparan dahsyat.

Konser itu diselenggarakan serentak di Stadion Wembley (London) yang dihadiri sekitar 72.000 orang, dan Stadion JFK (Philadelphia) yang menampung 90.000 pengunjung. Selain itu, konser tambahan dilangsungkan di kota-kota besar lainnya seperti Sydney dan Moskow.

Konser Live Aid tercatat dalam sejarah sebagai siaran langsung terbesar dalam sejarah pertelevisian. Konser itu ditonton  sekitar 1,9 miliar pemirsa di 150 negara. 

Kesuksesan konser Live Aid melebihi harapan penyelenggaranya waktu itu. Awalnya sumbangan yang terkumpul diperkirakan sebesar GBP 1 juta, ternyata hasilnya mencapai GBP 150 juta.

Konser ini menampilkan lebih dari 75 aksi, termasuk Elton John, Queen, Madonna, Santana, Run DMC, Sade, Sting, Bryan Adams, the Beach Boys, Mick Jagger, David Bowie, Duran Duran, U2, the Who, Tom Petty, Neil Young dan Eric Clapton.

Ketika masyarakat dunia tidak berbuat banyak untuk membantu bencana yang dahsyat, para musisi itu turun tangan dengan mengikuti konser besar tanpa dibayar. Seluruh hasil penjualan tiket itu disalurkan untuk membantu korban bencana.

Musisi besar dunia banyak yang menjadi aktivis politik dan sekaligus aktivis lingkungan. Penyanyi Bono dari grup musik U2 terkenal sebagai aktivis lingkungan dan aktivis yang berjuang untuk memberantas kemiskinan.

Penyanyi Sting dari The Police juga dikenal sebagai pejuang lingkungan dan pejuang kelompok minoritas yang tertindak terutama suku-suku asli di berbagai wilayah pedalaman.

Dalam konteks ini, aktivitas Coldplay yang mendukung LGBT bukanlah hal baru di kalangan musisi internasional. Coldplay bukan hanya mendukung LGBT, tetapi juga mendukung perjuangan Palestina.

Pada 2011, halaman resmi Coldplay di Facebook pernah membuat unggahan yang menyerukan agar para penggemar mereka mendengarkan lagu 'Freedom for Palestine'. Tembang itu merupakan kolaborasi musik yang digagas oleh gerakan OneWorld.

Dukungan terhadap Palestina juga ditunjukkan sang vokalis, Chris Martin. Selama bertahun-tahun, Chris menuai kemarahan penggemarnya yang pro-Israel karena sikapnya terhadap Palestina.

Pada 2019, saat Coldplay menggelar konser di Amman, Yordania, seorang penggemarnya meminta Chris menyanyikan sebuah lagu untuk Gaza. Martin juga diminta memberikan pidato berisi solidaritas bagi Palestina.

Musisi Indonesia justru harus meniru para musisi internasional yang mempunyai kesadaran sosial dan politik yang tinggi. Selama ini karya musisi mainstream Indonesia didominasi oleh lagu-lagu ‘ngak-ngik-ngok’, sebuah istilah yang dilontarkan Bung Karno.

Beberapa musisi Indonesia, seperti Iwan Fals, juga menyuarakan kritik sosial politik yang tajam. Grup rock Slank juga banyak menyuarakan kritik sosial.

Belakangan Slank menimbulkan kontroversi karena dukungannya terhadap Jokowi, bahkan salah satu personelnya diangkat menjadi komisaris perusahaan BUMN.

Penolakan terhadap konser musisi internasional juga pernah dilakukan terhadap Lady Gaga pada 2012. Penyanyi eksentrik asal Amerika Serikat itu dianggap vulgar dan aksi panggungnya sering dianggap identik dengan pornografi.

Karena kerasnya penolakan terhadap Lady Gaga, polisi akhirnya tidak mengeluarkan izin sehingga rencana penyanyi asal New York itu menggelar konser di Indonesia pun batal.

Rencana mengepung konser Coldplay bisa menjadi konterproduktif terhadap citra gerakan Islam. Pihak yang tidak setuju bisa meminta panitia penyelenggara untuk meminta Coldplay tidak membawa pesan LGBT pada konser itu.

Masih banyak jalan dakwah yang lebih bijaksana yang bisa diambil.(***)
??

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jejak Ustaz Sambo demi Prabowo


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler