jpnn.com - JAKARTA - Ketua Setara Institute kembali menyampaikan penilaiannya terhadap proses hukum kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Dalam konferensi pers Aliansi Masyarakat Sipil untuk Konstitusi (AMSIK), di Bakoel Koffie Cikini, Jakarta, Sabtu (10/12), dia menyebut proses penanganan kasus Gubernur DKI Jakarta non aktif itu, tidak fair.
BACA JUGA: Marbut Saja Diumrahkan, Apa Iya Ahok Menista Islam?
"Bahwa kecepatan proses di tingkat kejagung, ini proses hukum tidak fair. Unfair trial. Bayangkan untuk berkas 800 sekian halaman, hanya tiga hari P21, dua jam dilempar ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara," kata Hendardi.
Padahal, lanjutnya, biasanya dibutuhkan 14 hari oleh kejaksaan untuk menyatakan berkas sebuah perkara itu lengkap (P21). Sehingga, dia menyimpulkan, Kejagung samasekali tidak melakukan kajian serius.
BACA JUGA: Mengelola Hutan Indonesia yang Berkeadilan Untuk Rakyat
"Ini sangat bertolak belakang dengan banyak kasus HAM berat di Kejagung, mandek di situ. P19 bolak-balik. Ini bukan pekerjaan Jaksa Agung, tapi tukang pos, hanya antar surat," tegasnya.
Pihaknya menduga Korps Adhiyaksa yang dipimpin HM Prasetyo, tidak mau lama-lama memegang bola panas kasus Ahok. Sehingga, dengan cepat P21 dan dilempar ke pengadilan.
BACA JUGA: Bang Ara: Belajarlah dari Jokowi dan Prabowo
Sikap Kejagung juga menegaskan bahwa trial by mob, tekanan massa itu lah yang bekerja efektf mempengaruhi jaksa dalam menentulkan unsur pidana.
"Jaksa tidak mau pegang bola panas ini sehingga langsung lempar ke PN. Independsi jaksa yang dipengaruhi tekanan massa, akan membahayakan sistem peradilan Indonesia," tandasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bukan Perkara Mudah Kembali ke UUD 1945 Asli
Redaktur : Tim Redaksi