Hentikan Utang Luar Negeri

Selasa, 17 Maret 2009 – 20:07 WIB

JAKARTA – Koordinator Koalisi Anti Utang (KAU), Deni Setyawan, mendesak pemerintah untuk segera menghentikan pembuatan segala bentuk perjanjian utang luar negeri baru dan tidak berkomitmen untuk melanjutkan putaran Doha dalam pertemuan G20 di London–Inggris, serta mengaudit seluruh proyek utang luar negeri.

“Dalam APBN 2009, porsi pembayaran cicilan pokok dan bunga utang sudah mencapai Rp162 triliunAngka tersebut melebihi anggaran departemen teknis yang menangani hajat hidup orang banyak, seperti Departemen Pertanian hanya dapat alokasi sebesar Rp8 triliun, Departemen Pendidikan Rp62 triliun, Departemen Kesehatan Rp20 triliun, Departemen Kelautan dan Perikanan Rp3,4 triliun dan Kementrian Lingkungan Hidup yang hanya mendapat alokasi sebesar Rp376 miliar,” tegas Deni, saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (17/3).

Selain menghentikan segala bentuk perjanjian utang luar negeri, Deni juga mendesak pemerintah untuk keluar dari keanggotaan ADB diganti dengan membuka kerjasama ekonomi secara bilateral di tingkat regional maupun internasional yang berdasarkan prinsip-prinsip solidaritas dan keadilan.

Dia jelaskan, saat ini, komitmen pinjaman siaga dinyatakan pemerintah telah mencapai US$6 miliar (setara Rp66 triliun), yang bersumber dari Bank Dunia, Bank Pembangunan Islam (IDB), Bank Pembangunan Asia (ADB), Pemerintah Australia, dan Pemerintah Jepang

BACA JUGA: Indonesia Perjuangkan Terumbu Karang jadi Isu Global

“Selain menimbulkan peningkatan jumlah stok utang serta biaya-biaya lain yang harus ditanggung (commitment fee, up-front fee, dll), pinjaman melalui skema DDO (Deferred Drowdown Option) ini juga tetap mensyaratkan melakukan penyesuaian kerangka makroekonomi dan mengikuti program-program liberalisasi ekonomi.”

Selain itu, pemerintah juga berencana menyetor tambahan modal sebesar Rp400 miliar kepada ADB sampai tahun 2014
Dengan alasan jika pemerintah menambah modal, maka pemerintah mendapat fasilitas pinjaman sebesar 1 miliar USD setiap tahun dari ADB.

“Sebuah sikap keranjingan utang rezim neoliberal demi melayani kepuasan korporasi multinasional tanpa mempertimbangkan beban ekonomi dan sosial yang harus ditanggung oleh rakyat miskin,” tegas Deni.

Terkait dengan akan berlangsungnya pemilu legislatif dan presiden, KAU juga menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tidak memilih calon anggota legislatif/calon presiden yang masih melanjutkan ketergantungan terhadap pembiayaan utang luar negeri maupun dalam negeri.

Saat ini, kata Deni, pemerintah bersama negara kapitalis maju pada pertemuan G20 di Washington, telah menyepakati langkah reformasi struktural perekonomian dunia yang tengah krisis berlandaskan pada prinsip pasar

BACA JUGA: Auditor BPK Praperadilankan KPK

“Hal tersebut dilakukan dengan cara mendorong rezim investasi dan perdagangan bebas dan meningkatkan peran lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan ADB, untuk mendorong agenda-agenda pembangunan serta meningkatkan penyaluran bantuan (utang) bagi negara-negara yang terkena krisis
Termasuk meminta Bank-bank pembangunan mengucurkan dana sebanyak US$ 150 miliar untuk membantu Negara-negara berkembang.”

Padahal, padahal itu sebuah cara untuk menghilangnya kedaulatan ekonomi negara atas sumber daya alam dan menciptakan kesenjangan ekonomi dan sosial yang semakin tajam di Indonesia

BACA JUGA: Rumusan Pidana UU No 10 Dinilai Tak Relevan

Pelaksanaan rezim investasi dan perdagangan bebas telah bertentangan dengan haluan ekonomi dalam konstitusi Republik Indonesia untuk melindungi sektor ekonomi rakyat seperti petani kecil (gurem), nelayan dan buruhSelain juga menyebabkan kebangkrutan sektor industri nasional, diskriminasi dan kemiskinan kaum perempuan serta meningkatkan kerusakan lingkungan hidup, imbuhnya.

Selama ini pemerintah juga sangat patuh melayani pembayaran utang kepada kreditor sesuai dengan ketentuanMeskipun hal tersebut harus dilakukan dengan mengorbankan porsi anggaran untuk kepentingan rakyat yang lebih strategis sesuai dengan amanat konstitusiPadahal temuan BPK, KPK, dan BPKP telah menyatakan bahwa banyak dari proyek utang luar negeri telah diselewengkan alias dikorupsi.(fas/JPNN)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wakapolri: Tak ada Intervensi, Kabareskrim Hanya Supervisi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler