HKI: Kami Belum Rasakan Efek dari Penerapan Kebijakan FTA

Jumat, 16 Maret 2018 – 22:25 WIB
Ilustrasi. Foto: istimewa for batampos

jpnn.com, BATAM - Wakil Ketua Koordinator Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri Tjaw Hoeing mengatakan pengusaha di Batam belum merasakan sama sekali dari penerapan kebijakan Free Trade Agreement (FTA).

Pasalnya, persyaratannya terlalu rumit. “Syaratnya terlalu rumit,” singkat pria yang biasa disapa Ayung ini.

BACA JUGA: Pengusaha Mengeluh ke Menko Luhut, UMK Batam Terlalu Tinggi

Contoh persyaratan yang menyulitkan adalah kewajiban perusahaan untuk memiliki IT Inventory yang bisa dikoneksikan dengan sistem online Bea Cukai.

Tujuannya adalah agar Bea Cukai bisa memonitor pergerakan barang keluar dan masuk dari kawasan industri yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk tersebut.

BACA JUGA: Luhut: Pemerintah Siapkan 5 Kawasan Ekonomi Khusus di Batam

Menurut Ayung, biaya untuk membangun IT Inventory cukup besar. Lagipula pemerintah belum menetapkan standar yang jelas mengenai IT Inventory ini. Dan belum ada peraturan teknis yang mengaturnya.

Selain IT Inventory yang menjadi syarat mutlak, persyaratan lainnya adalah mengenai penyampaian konversi bahan baku menjadi barang jadi serta blueprint proses produksi juga disebut terlalu memberatkan.

BACA JUGA: Dirjen BC Janji Basmi Seluruh Kegiatan Ilegal di Batam

Ayung mengatakan ketentuan ini lebih baik dihilangkan saja karena memberatkan pengusaha untuk mendapatkan fasilitas FTA ini.

”Jika syaratnya sederhana dan ramah investasi, saya yakin ini akan jadi daya tarik sendiri untuk Batam,” imbuhnya.

Persoalan terakhir adalah permasalahan logistik. Biaya logistik dari Batam menuju Jakarta dibandrol lebih kurang Rp 14 juta untuk kontainer 40 feet. Dengan ukuran yang sama, biaya logistik dari Singapura menuju Jakarta hanya Rp 10 juta.

Pengusaha shipyard juga menyampaikan keluhannya. Ketua Batam Shipyard Offshore Association (BSOA) Batam Sarwo Edi Wibowo mengatakan persoalan utama yang menghambat tumbuh kembangnya shipyard adalah mahalnya tarif labuh tambat yang ada di Batam.

Tarif labuh tambat ini masih menggunakan dasar dari Peraturan Kepala (Perka) Badan Pengusahaan (BP) Batam 17/2016 tentang jenis layanan dan tarif pada pelabuhan di Batam. Nah Perka ini juga mengacu dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 148/2016.

“Kami masih menunggu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk segera merevisi PMK tersebut. Kami sangat berharap secepatnya,” katanya.

Pembahasan mengenai revisi Perka 17 memang sudah dilakukan berulang kali dengan BP Batam dan pengusaha. Mereka juga sudah sepakat dalam revisi nanti bahwa biaya labuh tambat di terminal untuk kepentingan sendiri (TUKS) dan terminal khusus (tersus) ditiadakan.

“Kebijakan tersebut sudah cukup membantu untuk mengundang kapal asing untuk melakukan perbaikan di Batam. Kami masih menunggu implementasinya sesegera mungkin,” paparnya. (leo)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... TNI AL Ungkap Penyeludupan dengan Modus Manipulasi Manifest


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler