HNW: Dulu, Wiranto Mau Tempuh Jalur Hukum, Kenapa Sekarang Perppu?

Kamis, 13 Juli 2017 – 18:29 WIB
Menko Polhukam Wiranto. Foto: Miftahulhayat/dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hidayat Nur Wahid mengatakan kehadiran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) layak dikritisi.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, sesusai Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 Indonesia adalah negara hukum yang menghormati hak asasi manusia (HAM). Termasuk hak berserikat, dan berkumpul yang dikuatkan dengan Pasal 28E ayat 3 dan 28D ayat 1 UUD 1945.

BACA JUGA: Fahri Hamzah Sangat Yakin Perppu Ormas Bakal Panen Gugatan

Seharusnya, menurut Hidayat, kehadiran Perppu itu diukur dengan pasal-pasal tentang negara hukum dan HAM.

“Bila dibaca dengan beberapa pasal yang baru menurut saya memang banyak hal yang layak dikritisi," kata Hidayat, Kamis (13/7).

BACA JUGA: Menurut Boni Hargens, Pemerintah Memang Butuh Perppu Ormas

Perppu baru itu dikhawatirkan menghilangkan prinsip mekanisme peradilan sebagaimana sudah diatur UU 17/2013. Dalam Perppu itu, tidak ada proses sesuai mekanisme hukum jika satu ormas atau siapa pun yang dinyatakan pemerintah melanggar karena melawan atau mengembangkan ideologi bertentangan dengan Pancasila.

Tapi, kata dia, pemerintah langsung melakukan tindakan hukum yaitu dimulai dari memberikan peringatan 1-7 hari. Kemudian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) maupun Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) melakukan pemberhentian kegiatan. Setelah itu mencabut status terdaftar dan hukumnya.

BACA JUGA: Perppu Ormas Membuka Peluang Tindakan Sewenang-wenang

"Pasal 82 menyebutkan bahwa itu adalah pembubaran. Ini satu hal yang mengandung begitu banyak pasal karet dan begitu banyak hal yang tidak sesuai prinsip negara hukum dan juga prinsip tentang HAM," katanya.

Menurut Hidayat, justru pemerintah harusnya menguatkan komitmennya dalam penegakan hukum dan menghormati HAM. Harusnya pemerintah tempuh saja apa yang sudah diatur UU 17/2013.

Dia kembali mengingatkan dulu Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukkam) Wiranto mengumumkan pemerintah akan membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Waktu itu, Wiranto termasuklah Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menyatakan pemerintah akan menempuh jalurnya sesuai hukum. "Tapi, kenapa kemudian hari ini yang muncul sudah ada Perppu?" heran Hidayat.

Dia mengatakan, lewat Perppu itu pemerintah memiliki kekuasaan mutlak untuk membubarkan ormas tanpa bisa dilakukan banding. Lantas, ke mana mereka yang merasa tidak melakukan apa yang dituduhkan pemerintah untuk mengadu. Nah, hal ini tidak diatur di dalam Perppu itu. "Termasuk kalau pemerintah memutuskan mencabut status terdaftar dan hukum itu challenge-nya bagaimana?" kata dia.

Hidayat juga mengingatkan, mengeluarkan suatu Perppu itu sebenarnya harus spesifik terkait dengan kondisi yang genting dan memaksa. Pertanyaannya, apakah sejak disahkannya UU 17/2013 hingga 2017 ini ada suatu keadaan genting dan memaksa untuk dikeluarkannya Perppu.

"Saya dan PKS, kami jelas bersama dengan Pancasila, NKRI, demokrasi. Karenanya, jangan ditafsirkan kalau mengkritik ini tidak pro demokrasi," kata Hidayat.

Karenanya, Hidayat juga mengingatkan, ormas apa pun supaya tidak kena sanksi harus membuktikan mereka juga bersama Pancasila, NKRI dan demorkasi.

"Saya rasa itu timbal balik yang harus dilakukan sehingga kita menemukan suatu titik tengah untjk menghadirkan solusi yang baik untuk demokrasi kita," paparnya.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anak Buah Prabowo: Iya Penting tapi Apa Mendesak?


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler