Perppu Ormas Membuka Peluang Tindakan Sewenang-wenang

Kamis, 13 Juli 2017 – 16:27 WIB
Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini. FOTO: Dok. FPKS DPR

jpnn.com, JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) di DPR menghargai langkah eksekutif mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) nomor 2 tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Namun, F-PKS turut menyampaikan sejumlah catatan kritis atas penerbitan Perppu yang ditandatangani Presiden Joko Widodo ini.

BACA JUGA: Anak Buah Prabowo: Iya Penting tapi Apa Mendesak?

Ketua F-PKS di DPR Jazuli Juwaini mengatakan, menyampaikan keprihatinan atas terbitnya Perppu ini yang dilandasi atas banyaknya 'pasal-pasal karet' dan pengabaian proses peradilan, yang dikhawatirkan sangat potensial mengubah komitmen negara hukum (rechstaat) menjadi negara kekuasaan (machtstaat).

Dia menegaskan, posisi F-PKS sudah sangat jelas yaitu bersama Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan mendukung demokrasi. Karenanya, Fraksi PKS menyampaikan catatan kritis tentang Perppu itu.

BACA JUGA: Perppu Ormas, HNW: Sangat Pasal Karet

Pertama, pemerintah mengeluarkan Perppu dengan alasan UU 17/2013 tidak lagi memadai sebagai sarana mencegah ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. “Lalu yang menjadi pertanyaan benarkah UU 17/2013 sudah tidak memadai?,” ujarnya, Kamis (13/7).

Padahal UU ini sendiri terhitung belum lama disahkan oleh DPR bersama pemerintah. Tentunya, dengan pembahasan yang matang mempertimbangkan kondisi kemasyarakatan yang berkembang. Kondisinya saat itu tidak jauh berbeda dengan saat ini.

BACA JUGA: Pemerintah Harus Hargai Kewenangan DPR Bahas Perppu

Termasuk yang utama adalah penegasan dan penjagaan prinsip-prinsip demokrasi dan akuntabilitas publik dalam proses pembinaan dan pembubaran ormas.

"Sehingga wajar saja jika banyak pihak yang mempertanyakan dimana letak kegentingan yang memaksa keluarnya Perppu," katanya.

Kedua, lanjut Jazuli, Perppu menganulir proses pembatalan ormas melalui peradilan sebagaimana diatur dalam UU 17/2013. Kemudian, diganti dengan secara sepihak bahwa pemerintah dapat membatalkan ormas.

Dia mengatakan, apakah hal itu tidak malah mengesampingkan upaya untuk menghadirkan supremasi hukum dan sebaliknya, membuka peluang tindakan yang sewenang-wenang? "Ingat komitmen kita adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan," tegas Jazuli.

Ketiga, Perppu ini memangkas tahapan pemberian sanksi dalam UU 17/2013 khususnya proses dialogis dan persuasif sebelum pembubaran ormas.

“Apakah pemerintah berniat menafikan proses ini dalam bernegara sehingga menjadi kemuduran (set back) dalam berdemokrasi. Padahal demokrasi yang matang menonjolkan proses dialog untuk sebuah konsensus atau permusyawaratan daripada tindakan represif," bebernya.

Keempat, Jazuli menegaskan, Perppu mengintrodusir pasal-pasal larangan bagi ormas yang bisa ditafsirkan luas (karet). Seperti larangan menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Pasal ini membuka peluang kesewenang-wenangan apalagi Perppu menghapus proses peradilan bagi ormas yang dinilai melanggar larangan itu.

Lebih lanjut, Perppu mengatur pidana kepada setiap orang (anggota ormas) yang melanggar ketentuan larangan bagi ormas.

Bagaimana sebuah aturan tentang ormas sebagai sebuah organisasi menyasar orang per orang anggota ormas. "Bisa dibayangkan berapa banyak potensi kriminalisasi dari Perppu ini nantinya?" tegas dia.

Berangkat dari empat catatan tersebut adalah wajar jika publik mempertanyakan adanya motif politik atas Perppu, adanya upaya untuk menyasar kelompok tertentu, mengekang kebebasan berserikat dan berpendapat, serta adanya kecenderungan terbukanya peluang untuk bertindak represif dan otoriter.

Publik tidak yakin Perppu dapat menghadirkan proses pembinaan ormas yang akuntabel, sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi, dan mengedepankan proses dialogis dalam bernegara.

Catatan kritis ini, lanjut Jazuli, tentu pada waktunya harus dijawab oleh pemerintah saat pengajuan pengesahan Perppu menjadi UU di hadapan DPR.

"Kita tunggu saja argumentasi pemerintah, mudah-mudahan hasilnya yang terbaik bagi masa depan bangsa dan negara. Pemerintah dapat menjawab kekhawatiran publik sebagaimana saya sebutkan," pungkas Jazuli. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tolak Perppu Ormas, Syafii Persoalkan Keraguan Bu Mega pada Alam Baka


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler