jpnn.com, JAKARTA - Penolakan terhadap rencana pembentukkan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus bergulir.
Anggota Komisi VI DPR Martri Agoeng angkat suara terkait pembentukan holding BUMN yang dia nilai cacat hukum.
BACA JUGA: Holding Pertambangan, Berpotensi Hilangkan Pengawasan DPR?
"Kami lihat ada cacat hukum di dalam pelaksanaan holding BUMN. Selaku DPR, kami akan segera memanggil menteri BUMN, termasuk Menteri Keuangan untuk membahas dan meminta penjelasan mengenai hal ini," ujar Anggota Komisi VI DPR Martri Agoeng di Jakarta, Selasa (21/11).
Martri mengungkapkan, adanya penolakan terhadap konsep holding BUMN dari keberadaan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP No. 44 Tahun 2015, tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada BUMN dan perseroan terbatas, yang menjadi payung hukum di dalam pelaksanaan konsep holding BUMN.
BACA JUGA: DPR Pertanyakan UU yang Digunakan Dalam Holding BUMN Tambang
Karena itu, kata dia, sebelum merealisasikan pelaksanaan holding BUMN sudah seharusnya pemerintah dan DPR lebih dulu berdiskusi untuk menyepakati landasan hukum dan aturan main di dalam pengawasan kinerja holding BUMN, berikut anak usahanya.
"Yang menjadi masalah dalam PP 72/2016 itu terkait penghilangan fungsi dan tugas DPR dalam pengawasan BUMN. Sebab, kalau holding BUMN jadi maka perusahaan yang dulunya merupakan BUMN, nantinya akan menjadi anak usaha. Di sini DPR dan masyarakat tidak punya kewenangan pengawasan lagi," ucap Martri.
BACA JUGA: Jangan Sampai BUMN Diswastakan
Martri menegaskan pemerintah harus seksama dan tertib dalam penerapan administrasi, khususnya perihal penggunaan landasan hukum.
"Holding itu sebenarnya sudah berjalan seperti di sektor semen, pupuk, dan PTPN, tapi yang sangat bermasalah itu PP 72 tahun 2016. Kami meminta pemerintah merevisi aturan itu dulu sebelum holding, kalau perlu kita revisi saja UU BUMN yang memang sudah diagendakan," tandas Martri.
Adapun sektor pertama yang akan menjadi target pemerintah dilakukan holding ialah BUMN pertambangan. Hal ini tercermin dari rencana pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa, yang sedianya bakal menghapus status perseroan di PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk pada Senin (29/11).
Sedangkan sektor kedua yang akan menyusul diterapkannya konsep holding BUMN meliputi minyak dan gas bumi, keuangan dan infrastruktur.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembentukan Holding BUMN Bisa Munculkan Masalah Baru?
Redaktur & Reporter : Yessy