Holding Kemaritiman Ditarget Rampung 2017

Rabu, 30 November 2016 – 10:32 WIB
Ilustrasi. Foto: Jawa Pos/JPNN

jpnn.com - JAKARTA-Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah mengkaji pembentukan induk usaha alias holding company BUMN Kemaritiman.

Holding BUMN kemaritiman akan terdiri dari tiga sektor industri, mulai pelabuhan, perkapalan, dan kawasan industri.

BACA JUGA: Target Penerimaan Negara Rp 1.355,2 Triliun Sulit Tercapai

BUMN pelabuhan yang akan masuk ke dalam holding kemaritiman merupakan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo).

Sedangkan dua sektor lainnya merupakan BUMN perkapalan dan BUMN kawasan industri.

BACA JUGA: Stabilitas Makro Kawal Indeks ke Level 6.100

"Holding kemaritiman ada 3 sektor, pelabuhan, shipping sama kawasan. Ada 4 Pelindo, ada shipping, Pelni, ASDP sama Djakarta Lloyd, sama kawasan industri," jelas Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan Kementerian BUMN Pontas Tambunan di Kementerian BUMN, kemarin (29/11).

Pembentukan holding kemaritiman ditargetkan selesai tahun 2017.

BACA JUGA: OCBC NISP Sebut Permintaan KPR Masih Bagus

Saat ini, pembentukan holding kemaritiman tengah dalam persiapan di masing-masing BUMN.

"Yang sudah masuk kemarin kan tahapannya sudah jauh, kalau ini kan untuk ketemu serikat belum. Kalau 2016 bisa lancar ya 2016, tapi start semua di 2017 semua bekerjanya," kata Pontas.

Pembentukan holding kemaritiman bertujuan untuk meningkatkan konektivitas antar daerah lewat jalur laut.

Sehingga pemerataan infrastruktur maritim bisa semakin merata.

"Untuk bangun daerah, konektivitas kawasan ingin ada di daerah timur yang ingin terbangun. Jadi ada yang terbangun kawasannya dan ada pelabuhannya," ujar Pontas.

Sedangkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno memastikan, rencana holding sejumlah BUMN tidak akan terkendala, meski dirinya dicekal menghadiri rapat-rapat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Menurutnya, Kementerian BUMN menargetkan bisa merampungkan pembentukan lima induk usaha atau holding.

Kelimanya yakni holding energi, holding keuangan, holding pangan, holding tambang, dan holding perumahan.

Sebab, secara hukum persetujuan holding tidak diperlu menunggu DPR.

"Kalau secara hukum tidak. Jadi gini kalau membicarakan persetujuan ataupun berdasarkan undang-undang itu adalah privatisasi. Privatisasi itu dalam arti bahwa kepemilikan pemerintah bisa berkurang. Dalam hal holding ini kepemilikan pemerintah hanya pindah," ujar Rini, Senin (28/11).

Kedua, lanjutnya, karena perusahaan BUMN akan diwajibkan memiliki saham dwi warna.

Tujuannya, setiap keputusan yang akan dilakukan oleh holding BUMN harus meminta persetujuan dengan Kementerian BUMN.

"Kita mengharuskan bahwa perusahaan BUMN yang dimiliki pemerintah kemudian digabung ke holding, itu diharuskan adanya saham dwi warna, satu saham seri A, itu tujuannya bahwa keputusan manajemen apa pun itu tetap harus melalui Kementerian BUMN. Sehingga statusnya itu setara BUMN," jelasnya.

Menurutnya, saat ini yang dikhawatirkan DPR bukanlah perihal persetujuan tersebut, melainkan jika nantinya perusahaan pelat merah yang di holding lepas dari naungan Kementerian BUMN.

Namun, pihaknya menjamin hal itu tidak terjadi, karena Kementerian BUMN sudah mewajibkan holding memiliki saham dwi warna.

"Nah, yang dikhawatirkan oleh DPR bahwa ini nanti tidak bersatu sebagai bumn. Nah kita membuatnya dengan adanya saham seri A kita membuatnya setara. Jadi umpamanya dianggapnya 118 perusahaan BUMN ya tetap 118 biarpun secara struktur ada kepalanya,” pungkasnya. (ers)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Izin Pendirian Rumah Khusus MBR Dipangkas Jadi 11


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler