Selama 18 tahun, 1963-1981, Horst Henry Geerken bekerja dan tinggal di IndonesiaPria Jerman itu bahkan pernah sangat dekat dengan Soekarno, presiden pertama RI
BACA JUGA: Ke Komunitas Utan Kayu, sehari Setelah Ledakan Bom Buku
Melalui buku berjudul A Magic Gecko, Peran CIA di Balik Jatuhnya Soekarno yang diterbitkan akhir Februari lalu, dia menuliskan kisah-kisah menarik seputar kedekatannya dengan Soekarno=============================
MUHAMMAD RIDWAN, Denpasar
=============================
UMURNYA sudah tergolong senja, 78 tahun
BACA JUGA: Sugianto Tandio, Pelopor Kantong Plastik Ramah Lingkungan
Tapi, dia masih tampak sehatBACA JUGA: Jika Ada Gadis di Sofa, Itu Plus-Plus
Dialah Horst Henry GeerkenKetika ditemui Radar Bali (Jawa Pos Group) di kediaman Ngurah Harta di Jalan Tukad Citarum, Panjer, Denpasar, Sabtu lalu (12/3), Henry sedang bersantaiMeski demikian, saat mengobrol dengan Radar Bali, dia mengenakan pakaian rapiHenry langsung menunjukkan buku yang dia tulis berjudul A Magic Gecko, Peran CIA di Balik Jatuhnya Soekarno, Kesaksian Seorang Jerman di Indonesia 1963?1981Buku itu cukup tebal: 407 halaman dan bersampul merahKepada Radar Bali, dia juga menunjukkan buku yang sama, tapi yang ditulis dalam bahasa Inggris.
Sesuai dengan judulnya (gecko yang berarti tokek), cover buku itu bergambar tokek"Anda pasti penasaran mengapa ada gambar tokek dan apa kaitan tokek dengan kejatuhan Soekarno," katanya lantas tersenyum"Nanti saya jelaskan," imbuhnya dalam bahasa Indonesia yang terbata-bata
Dia menambahkan, buku karyanya itu diterbitkan akhir Februari laluMeski secara resmi baru akan di-launching Oktober mendatang dalam ajang Ubud Writer & Reader Festival, buku tersebut sudah beredar di sejumlah toko buku"Anggap pertemuan ini sebagai pre-launching," selorohyaDia mengungkapkan, untuk cetakan pertama, dia menulisnya dalam bahasa Jerman.
Mengapa baru sekarang menulis pengalaman selama di Indonesia? Henry menjelaskan, awalnya dirinya tak berminat membukukan catatan kecilnya tersebutNamun, istrinya, Annete Braker, yang mendampinginya puluhan tahun terus mendesak agar catatan kecil itu ditulis menjadi buku.
"Istri saya seorang pengajar MelayuDialah yang terus memotivasi saya untuk menulis pengalaman saya ini ketika bersama Soekarno dalam buku," tutur pria kelahiran Agustus 1933 tersebut
Karena itulah, buku tersebut dia persembahkan untuk sang istri, AnneteDengan Annete, Henry dikaruniai seorang putri yang diberi nama PermataNama itu dipilih Henry karena kecintaannya terhadap Indonesia dan kebetulan Permata lahir di JakartaKini Permata dan ibundanya, Annette, memilih tinggal di Australia.
Henry menceritakan, sebelum di Indonesia, dirinya bekerja di Turki selama dua tahunSetelah itu, dia bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi Jerman yang kemudian menempatkan dirinya di Indonesia sebagai direktur kantor perwakilanHal itu dia lakoni selama 18 tahun sejak 1963 hingga 1981.
Dia masih ingat, saat awal-awal tinggal di Indonesia, Soekarno sedang jaya-jayanya, meski mulai terjadi percikan pergolakan politik seiring menguatnya pengaruh komunisme"Saya akui, Soekarno waktu itu punya karisma yang luar biasaDi Jerman, Soekarno merupakan sosok yang disegani dan dikagumi banyak orangApalagi dia fasih berbahasa Jerman," ceritanya
Baru beberapa bulan tinggal di Indonesia, Henry menerima kontrak besar pertama dari Radio Republik Indonesia (RRI)Pemerintah, menurut dia, meminta AEG Telefunken, perusahaan tempat dirinya bekerja, secepatnya membangun pemancar radio gelombang pendek berkekuatan 100 kilowatt di samping sebuah jalan lama ke Bogor, yaitu di Cimanggis"Pemancar itu kemudian menyiarkan voice of Indonesia ke seluruh penjuru dunia," ungkap pria yang mengaku suka sayur daun singkong tersebut
Pemancar itu pulalah, ungkap dia, yang dipakai melancarkan propaganda Ganyang Malaysia oleh SoekarnoNegosiasi mengenai kontrak untuk pemancar siaran tersebut diadakan di istana Presiden Soekarno di Jalan Medan Merdeka bersama para penasihat terdekatnyaDia menyebutkan, juru runding terpenting adalah Jenderal S yang saat itu menjabat kepala Komando Operasi Tertinggi (Koti)
Jenderal S itu, lanjut dia, adalah pembuat keputusan tertinggi yang langsung di bawah presidenSayangnya, Henry enggan menyebutkan siapa sejatinya Jenderal S tersebutKetika disebut naman Jenderal Soemitro dan Soenaryo, dia hanya tersenyum kecil"Itu adalah kontrak besar pertama yang saya peroleh pada tahun pertama saya di Indonesia," kenangnya.
Melalui proyek itulah Henry menjadi dekat dengan Soekarno dan pengawalnya bernama Jenderal S"Tapi, Soekarno tidak korupsi sepeser pun dalam setiap proyek negara," tegasnya memuji.
Saat mengerjakan proyek radio itu, ada hal yang tak dilupakan HenryCeritanya, sebelum proyek radio tersebut dimulai, diadakan selamatan untuk mengusir roh jahatSalah satu tujuannya, terhindar dari kesialan"Dua ekor kambing disembelih dan satu kepala kambing dikubur di salah satu tiang pancangHal seperti itu tak ada di negara kami," ujarnya
Setelah menuntaskan proyek radio, Henry dan perusahaan Jerman lainnya kembali mendapat proyek baruHenry bahkan diajak ikut membidani pembangunan bandara di Tuban, Bali, yang sekarang menjadi Bandara Internasional Ngurah RaiItu terjadi pada 1964
"Saya kira saat itu Soekarno sedang tergila-gila dengan teknologi Jerman," katanyaKarena itu, proyek pembangunan bandara tersebut dipercayakan kepada JermanMulai kelistrikan, telepon, hingga konstruksiBeberapa perusahaan top dari Jerman pun dilibatkanDi antaranya, Siemens, AEG Telefunken, dan Grun & Bilfinger bergabung dalam proyek besar tersebut
Di dalam bukunya, Henry menulis, ketika membangun bandara di Bali itu, Soekarno-lah yang meminta landasannya dibikin menjorok ke laut"Presiden Soekarno terobsesi memiliki landasan yang menjorok ke laut seperti di Bandara Kai Tak di Hongkong," jelasnya.
Setelah di Bali ada bandara, arus wisatawan ke Pulau Dewata itu mulai deras datang"Tapi, saya ikut menyesalkan pola pengembangan pariwisata di Bali sekarang ini," ujar Henry yang mengaku tahu banyak keinginan Soekarno tentang Bali tersebut.
Yang jelas, kata dia, Soekarno tak ingin menjadikan Bali seperti HawaiiSebab, dia paham betul konsep Tri Hita Karana (tiga hal pokok yang menyejahterakan dan memakmurkan hidup manusia) yang mestinya menjadi pegangan pola pembangunan pariwisata di Bali.
Ketika berada di Bali itulah kisah tentang tokek berkaitan dengan Soekarno terjadiHenry menceritakan, saat itu dirinya dipanggil Soekarno untuk datang ke Istana Tampak SiringSelama dua jam dia diajak mengobrol Soekarno tentang banyak halTermasuk seputar pembangunan bandara di Bali itu
Saat mengobrol tersebut, Henry diajak ke kebun di kompleks Istana Tampak SiringDi sana, ditunjukkan kepada Henry patung batu yang menggambarkan seorang Indonesia yang duduk sambil mencabut duri besar dari telapak kakinya
Ketika sedang berada di kebun itulah tiba-tiba terdengar suara tokekAnehnya, kata Henry, spontan Soekarno menghitung bunyi tokek tersebut"Satu, dua, tiga, dan seterusnya."
Bunyi itu makin rendah, lembut, dan pelan sampai akhirnya tokek tersebut berhenti bersuaraKetika sampai bunyi ketujuh, Soekarno berkata, "Itu tanda keberuntungan!" Tapi, tokek berhenti pada bunyi kesembilan"Bilangan ganjil sembilan malah lebih untungBesok hari baik bagi saya dan seluruh rakyat Indonesia," ujar Soekarno spontan yang ditulis Henry dalam bukunya
Seperti umumnya orang Indonesia, lanjut Henry, Soekarno percaya akan pertanda, sihir, serta ramalanTampaknya, bunyi tokek tersebut menjadi kabar baik seiring rampungnya bandara internasional yang digarap konsorsium Jerman bersama masyarakat IndonesiaKarena itu, Henry memilih ilustrasi tokek berkulit warna-warni untuk sampul bukunya
Dalam buku tersebut, dia juga mengulas keterlibatan CIA dalam menggulingkan Soekarno saat terjadi huru-hara di Jakarta pada 1965Salah satu alasan CIA ingin menjatuhkan Soekarno, saat itu dia menentang keras kapitalis di bawah Amerika SerikatKetidakpercayaan Soekarno terhadap kapitalisme kemudian berkembang menjadi penolakan totalPerusahaan-perusahaan asing diambil alih.
"Kami menderita di bawah penjajahan selama 350 tahunKami tak akan membiarkan Amerika mendominasi dan merendahkan kamiSaya menentang kolonialismeEnyahlah dengan bantuanmu!" kutuk Soekarno sebagaimana dikutip Henry dalam bukunya.
Tak pelak, AS kaget dan marah atas perlawanan SoekarnoDirancanglah strategi lewat agen CIA untuk menjatuhkan SoekarnoUpaya CIA itu mendapat momentum ketika di Jakarta terjadi pemberontakan PKI pada 30 September 1965
Awalnya, tulis Henry, Kolonel Untung memproklamasikan atas nama pelaku kudeta di radio dan pers bahwa aksi tersebut dilakukan untuk mendahului kudeta lain yang direncanakan CIANamun, hanya beberapa jam kemudian, Jenderal Soeharto mengumumkan bahwa kudeta oleh komunis tersebut telah berhasil digagalkan.
Menurut dia, AS dan Inggris tidak sekadar membiarkan Soeharto cs melakukan tindakan itu, tapi juga mendorongnya"Dua negara tersebut senang karena Soekarno yang pro-China (Tiongkok) "dan menentang Barat" dipaksa turun dari jabatannyaMereka juga menopang Jenderal Soeharto dengan jutaan dolar dari uang pembayar pajakTapi, uang tersebut menghilang ke jalur-jalur yang tak bisa dipercaya di Indonesia," beber Henry dalam bukunya
Dia berharap bukunya itu bisa menjadi inspirasi bagi bangsa Indonesia untuk menatap masa depan sendiri(jpnn/c5/kum)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pijat Biasa Sejam Rp 45 Ribu, Layanan Pemuas Syahwat Rp 100 Ribu
Redaktur : Tim Redaksi