Ibarat Neraca, Seimbang di Kiri dan Kanan

Kamis, 24 Februari 2011 – 12:23 WIB

LAMA tas saya diperiksa polisi-polisi berkumis saat hendak masuk ke Hotel Taj Mahal, MumbaiAgak cermat mereka membongkar-bongkar bawaan saya

BACA JUGA: Belajarlah Walau Harus ke Negeri India

Tapi saya tidak terlalu peduli dengan penggeledahan itu, toh saya juga hanya bawa laptop, kamera, HP, kabel-kabel, dan kertas
Saya justru tertarik pada penampilan polisi-polisi, hampir semuanya berkumis

BACA JUGA: Membuka Cadar-Cadar Penutup Daerah Sensitif

Saya coba tengok ke bawah, siapa tahu sepatunya didesain seperti Abu Nawas, lancip dan jumping di bagian ujungnya? Aha, ternyata tidak! Berarti kesimpulan saya, ini petugas beneran
Bukan petugas concierge hotel bintang lima gold star, yang kerap mendandani front liner-nya dengan dandanan khas India

BACA JUGA: Dari Bumbu Kari, sampai Lagu Jai Hoo

Bangunan heritage berarsitektur klasik peninggalan sejarah yang dibangun sejak 1903 itu memang makin ketat, sejak peristiwa berdarah 26 November 2008 lalu.

Antrean cukup panjang, tetapi mereka tak begitu hirauSepertinya, alasan security lebih dominan daripada kepentingan marketing dan public relationsMenjadi sasaran bom oleh teroris yang membuat 167 orang tewas memang menjadi catatan khususApalagi mereka harus merenovasi selama 12 bulan dengan biaya USD 108,5 Miliar? Menyisakan kengerian jika hotel bersejarah itu kecolongan oleh bomber lagiMasih ingat? Saat itu ada lima spa therapist asal Bali yang sempat terjebak di sana, dan menjadi berita hangat di IndonesiaAda 450 manusia yang sedang berada di hotel yang persis berdekatan dengan objek foto-foto paling favourit di sana, Gateway of Mumbai ituMungkin trauma itulah yang membuat semua hotel bintang 4 dan 5, malmal, institusi publik, dijaga ketat oleh ”Inspektur Vijai” plesetan populer untuk menyebut polisi India, seperti dalam film-film BollywoodKewaspadaan itu masuk akalPotensi ”konslet” atau konflik masih cukup mengkhawatirkan, karena perbedaan antara orang kaya dan miskin masih sangat tajam di sana.

Gesekan kepentingan itu bisa bersebab, dari apa sajaDelapan bulan setelah dibom, Hillary Clinton sempat datang dan menginap ke hotel legendaris ituFoto-foto dokumentasi Hillary sekarang masih dipasang di koridor yang menyambungkan bangunan lama dengan baruDia ingin mengirimkan sebuah pesan, bahwa istri mantan presiden AS itu menaruh simpati dan rasa duka yang dalam atas korban ledakan yang tidak bertanggung jawab tersebutMakanan di hotel yang dirancang oleh arsitektur India, Sitaram Khanderao Vaidya, Ashok Kumar and DNMirza itu cocok dengan lidah sayaMeskipun rasanya lari-lari ke utara dan selatan, tapi masih bisa masuk di selera orang IndonesiaDuduk di sofa yang lebar-lebar, lobi yang luas, dan aroma therapi yang khas, tidak terasa kalau di luar gedung itu begitu banyak peminta-minta dengan segala model kreativitasnyaSebuah suasana yang amat kontrasSatu sisi orang kaya, di sisi lain orang yang sangat tak punyaSaya teringat katakata Irwan Hidayat, Bos PT Sidomuncul, yang tiba-tiba nyantol di benak saya.

Mengatur orang yang sangat miskin itu sama repotnya dengan mengatur orang yang sangat kayaYang satu cenderung nekat untuk mempertahankan hidup, sehingga sulit diaturYang satu cenderung cuek, samasama tidak bisa diatur, karena dianggap sebagai gaya hidup baru atau cara menikmati hidupNegara yang masih didominasi penduduk miskin, kata Irwan sudah bisa ditebak konstruksi sosial politiknyaPertama, kelompok kanan atau fundamentalis beraliran kanan, pasti menguat dan mengakarKelompok ini hidup susah, miskin, dan putus asaMereka sangat yakin, hanya Tuhan Yang Maha Adil, Maha Bijaksana, Maha Membantu yang bisa melepas lilitan problematika hidup merekaMereka adalah agamis-agamis yang dipaksa oleh keadaanMaka, pemimpinpemimpin agama akan mendapatkan tempat di mata rakyatMereka pun membangun keyakinan, bahwa hanya kekuasaan Tuhan yang bisa membuat kehidupan sosial, politik, ekonomi mereka tetap bertahanAliran kedua adalah Kelompok kiri yang bergerak di ideologi dan politik.

Mereka memperjuangkan persamaan hak, kewajiban, menuju sama rasa, sama rata, dan sama semuaMereka sama sekali tidak percaya akan Tuhan, karena Tuhan mereka adalah sama rasa, sama rata yang masih diperjuangkanYang mereka benci adalah kapitalis, orang yang menimbun modal, atau kapitalBaik fundamentalis kanan maupun sosialis kiri, sama-sama hidup subur, sama-sama sedang mencari TuhanMirip sebuah neraca, atau timbanganBando sebelah kiri dan bagian kanan sama beratnyaSementara kelompok tengah, tidak terlalu dianggap, bahkan dicibir sebagai kapitalis dan penganut paham yang mementingkan modal.

Tetapi, biar bagaimana pun, kapital itu penting dan menentukan arah dan kemajuan bangsa”Berjualan” ideologi di negara-negara kaya, nyaris tak banyak respon, dan hampir pasti tidak lakuMereka sudah melewati fase miskinYang bisa ditawarkan adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan penghargaan terhadap manusiaLalu, kita sudah sampai di mana? Jika cerminnya India? ”Tidak penting, kita berada di manaTidak penting pula mencari siapa yang salah dan siapa yang benar, karena benar-salah itu tergantung darimana sudut pandangnyaYang paling penting menjadi makhluk sosial itu, hidup harus saling berbagi, saling membantu, saling berjabat tangan dan berbuat baikBerbuat benar belum tentu baik, berbuat baik sudah pasti benar,” kata Irwan HidayatSetidaknya, itulah pelajaran kedua dari Negeri Acha Acha! (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengetuk Pintu Langit India dari Mumbai


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler