BACA JUGA: Serius Nih Fren!
Itu artinya, 100 juta lebih banyak dari jumlah penduduk IndonesiaWaw, dalam ilmu marketing, India ibarat gadis molek nan seksi
BACA JUGA: Gua Yakin Lo Bisa!
Pantas, negeri yang tersohor dengan film-film Bollywood ini pede pula dengan tagline “Incredible !ndia” (huruf i menggunakan tanda seru, red)BACA JUGA: Suer Deh! Kami Mau Metal
Kalau Anda ke Mumbai, saat ini, kesan yang tertanam dalam benak adalah kotor, berdebu, rumah kumuh, anak-anak pengemis, bau comberan, suara klakson mobil, bajai berargo, taksi dengan mobil-mobil kuno, mirip film Jakarta di tahun 70-an.Bus kota kotak-kotak, tak berbentuk, nyaris tidak mementingkan nilai estetika dan styleManusia berjubel, lalulintas yang mirip jalan Casablanca dan Antasari, yang macet cet di pagi dan sore hari, setelah pembangunan flyover di dua kawasan itu“Ok, horn please!” begitu tulisan-tulisan di belakang mobil besar, seperti truk dan mobil boksAgak berbeda dengan truk-truk di negeri kita, yang agak lebay, dengan tulisan: “Kutunggu Jandamu!” atau “Rewel? Cerai!”
Jangan sangka film-film India yang sering diputar di televisi itu produk 30 tahun silamTokoh-tokoh seperti Tuan Takur, Inspektur Vijay, Arjun, Rama, Khrisna dan sebangsanya itu sesungguhnya potret kondisi masa kiniItu adalah wajah asli dari negeri si ganteng Shahrukh Khan saat iniBukan profil India 10-20 tahun lalu?
Polisi sering digambarkan sebagai orang yang mengenakan kostum cokelat-cokelat, naik mobil kuno seperti Fiat, tatapan mata yang tajam, berkumis tebal, wajah yang besar, perut sedikit buncit, tetapi saat bicara mempertontonkan keramahannya seraya menggeleng-gelengkan kepala ke kiri dan kanan, “Acha-acha,” itu riilYa seperti itulah India sekarang?
Saya coba berkeliling ke dua mal besar, melihat pakaian, baju, celana, sepatu, tas, dompet, juga tidak banyak yang brandedHanya di lokasi-lokasi tertentu seperti Hotel Taj Mahal, persis membelakangi monumen Gateway of India, yang terlihat ada butik-butik barang-barang impor dan berkelasHampir semua asli buatan India sendiriKarya anak-anak IndiaMereka bangga mengenakan karya anak bangsanyaIni bagian dari impact jangka panjang dari spirit swadesi yang dibangun Mohandas Karamchand Gandhi, berdiri di atas kaki sendiri
Orang India tidak takut jatuh miskin, apalagi hanya sekedar sebutan “miskin.” Karena itu, di semua tempat selalu ditemui perempuan mengenakana kain sari, khas IndiaBaju kebanggaan akan semangat swadesiMereka juga percaya akan prinsip satyagraha, jalan menuju kebenaranYakni dengan cara ahimsa, tidak dengan kekerasan.
Aroma kemiskinan sulit dihindarikanPemandangan kiri dan kanan jalan cukup membuat sulit menelan ludahRumah beratap terpal, dengan warna debu lebih dominan dari warna hijau tentara, warna asli atap penutup tempat bermukim merekaPenjaja makanan di bawah pohon, di tepi jalan, tanpa meja kursi, dengan kompor langsung di atas tanah.
Di dekatnya ada perempuan mencuci baju, dengan air yang sangat terbatas dan busa yang tak lagi berwarna putihTrenyuh menonton pemandangan seperti ituJakarta, Surabaya, Makasar, Medan, Bandung, dan kota besar lain di Indonesia rasanya lebih oke.
Tetapi, di balik topeng buruk rupa itu ada juga orang yang sanggup mengintip potensi India dari angel yang lainKota dengan penduduk terbesar di dunia, 20 juta jiwa lebih ini, sedang berbenah habis-habisanInfrastruktur di kompleks Chatrapati Shivaji International Airport Mumbai sedang proses konstruksi totalAkses Mumbai Barat-Utara-Tengah terus diperlebar, termasuk sea-link, jembatan mirip Suramadu yang panjangnya 5,3 kilometer, dan menghabiskan 347,2 juta dolar AS.
Lima tahun ke depan, Mumbai baru akan tampil dalam wajah yang amat berbeda“Kami sudah meneropong peluang emas itu, India adalah pasar potensial yang belum dioptimalkan,” kata Noviendi Makalam, Direktur Pemasaran Luar Negeri, Direktorat Jenderal Pemasaran Kemenbudpar, saat ditemui INDOPOS di arena TTF-Travel and Tourism Fair dan OTM-Outbond Travel Mart di Bombai Exhibition Center, Mumbai, tadi malam.
Pria yang acap dipanggil Jambon –karena ayah Jambi, ibu Ambon, red—ini menyebut fakta lain, bahwa turisme dari Negeri Acha-Acha itu meningkat dari tahun 2009 sebesar 132.620 orang, menjadi 145.179 di tahun 2010Itu jika dihitung dari orang yang masuk Indonesia dengan paspor India, berkewarga negaraan India, dan tercatat di imigrasiNamun, kalau didasarkan Country of Residence (negara tempat tinggal), tahun 2008 ada 102.179 turis dan tahun 2009 menjadi 110.658 orang“Naiknya cukup signifikan,” tutur Novie.
Lalu darimana cara menghitung besarnya potensi itu? Pertama, India dan Indonesia memiliki koneksi histories yang lekatKerajaan Pasai misalnya, punya kesejarahan dengan pedagang-pedagang Gujarat, sebuah kawasan di utara MumbaiKedua, Hindu dan Budha adalah agama lama yang eksis di Indonesia dan memiliki banyak artefak yang populerSeperti Candi Mendut-Candi Borobudur (Budha)Candi Prambanan, Candi Sukuh, Candi Cetho, untuk pemujaan Hindu.
Ketiga, ada kenyataan yang sulit dinalar, tetapi nyataIndonesia adalah negara muslem terbesar di dunia, tetapi lokmotif pariwisatanya adalah Pula Dewata “Bali” yang berbasis religi HinduSebaliknya, India adalah negara Hindu-Budha terbesar di dunia, tetapi memanfaatkan Taj Mahal sebagai icon pariwisata yang merupakan peninggalan muslem“Dari situ saja sudah bisa dilihat, peluangnya besar sekali,” pria berkacamata yang berhandicap golf 20 ini.
Ada fakta lain? “Ada dong! India merupakan salah satu negara terpadat dengan jumlah 1,3 miliar manusiaMemiliki industri outbound terbesar di duniaLalu 350 juta orang kayanya bepergian ke luar negeri setiap tahunnyaPemerintah India tak pernah mengeluarkan travel warning dan travel advisory kepada warganya yang hendak bepergian ke luar negeri,” jelas Novie.
Satu hal lagi, kata dia, wisatawan asal India memiliki lama tinggal yang lebih panjang serta pengeluaran yang lebih besar dibandingkan wisatawan dari negeri lainMemang, keluhan industri wisata, orang-orang India itu termasuk kategori “petinju” maksudnya, kalau sudah memegang uang tangannya menggenggamTidak mau bagi-bagi! “Tetapi statistik tahun 2009, pengeluaran wisman India 1.327, 9 USD per kunjungan? Itu termasuk besar! Yang ke Malaysia hanya menghabiskan 680 USD per kunjungan? Singapore juga tak lebih dari 1.080 USD? Justru pesaing kita adalah Filipina, hampir 1.500 USD per kunjungan, tetapi jumlah pengunjung tak pernah lebih dari 5000 wisman per tahun,” tuturnya
Masih ada banyak alasan, mengapa harus menggoyang pasar India? Bagaimana targetnya? Dengan cara apa memperkenalkan Indonesia? Ikuti besok(bersambung/don@indopos.co.id)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mana Ekspresinya? Mannaaa....?
Redaktur : Tim Redaksi