jpnn.com, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyesalkan putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta yang tidak mencabut hak politik Idrus Marham terkait kasus suap PLTU Riau-1.
Putusan ini pun mengacu pada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
BACA JUGA: 1.466 PNS Koruptor Masih Digaji, ICW: Buang Anggaran Hanya untuk Koruptor
Dalam putusan di PN Tipikor Jakarta, mantan Menteri Sosial itu pada Selasa (23/4) telah divonis tiga tahun penjara serta denda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan penjara.
“Sebenarnya pencabutan hak politik ini untuk menimbulkan efek jera atas perbuatan yang sudah dilakukan, dan untuk mencegah agar orang-orang ini tidak lagi menduduki jabatan publik,” kata peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Kurnia Ramadhana, Minggu (28/4).
BACA JUGA: Batasi Ruang Gerak Sofyan Basir, KPK Surati Imigrasi
BACA JUGA: Jaksa KPK Ingin Idrus Marham Dijatuhi Hukuman 5 Tahun Penjara
Pencabutan hak politik, kata Kurnia, diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d UU Tipikor jo Pasal 10 jo Pasal 35 KUHP. Idrus sendiri merupakan seorang politukus, seharusnya KPK dalam tuntutannya dapat menggunakan aturan tersebut.
BACA JUGA: Pasal Tipikor jadi Kendala Pengesahan RUU KUHP
Alasan Idrus tidak dicabut hak politiknya, mengutip pernyataan jaksa, karena perbuatannya dilakukan saat belum menjabat sebagai Menteri Sosial atau jabatan publik.
“Memang tidak mewajibkan penegak hukum untuk mencabut hak politik jika orang ini anggota DPR atau DPRD, tapi anggapan kita kalau itu berpotensi seperti Idrus Marham ketika dia vonis dan telah bebas bida menduduki jabatan politik, seharusnya itu juga bisa dicabut oleh KPK,” tegas Kurnia.
BACA JUGA: Idrus Mengaku Berkelakar soal Minta Duit buat Munaslub Golkar
Sebelumnya, Idrus disebut terbukti secara sah dan meyakinkan menerima hadiah senilai Rp 2,25 miliar pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo. Ia terbukti melakukan tindak pidana korupsi itu dalam kasus suap PLTU Riau 1.
Idrus terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (jpc/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mau Tahu Kekayaan Dirut PLN? Ini Datanya di KPK
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti