Emerson Yuntho, koordinator divisi hukum dan monitoring peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW), mengatakan independensi yang dimiliki oleh hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara seringkali disalahgunakan untuk kepentingan sesaat segelintir orang namun berakibat kerugian bagi ratusan, ribuan bahkan jutaan orang.
“Kondisi ini, malah diperburuk dengan lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh internal pengadilan,” ujarnyaSejauh ini belum ada sanksi yang dijatuhkan MA terhadap hakim-hakim yang membebaskan para pelaku illegal logging.
Dia mengatakan, alih-laih menjatuhkan hukuman, Mahkamah Agung justru mempromosikan hakim-hakim yang membebaskan pelaku illegal logging
BACA JUGA: Pengadilan Baru Hukum Pembalak Kelas Teri
Kondisi ini dapat dilihat dari hakim-hakim yang membebaskan terdakwa Adelin Lis.Diungkapkan, salah satu perkara terkait pembalakan liar yang menarik perhatian adalah perkara yang melibatkan Komisaris Polisi (Kompol) Marthen Renouw, Pejabat Sementara (Pjs) Kasat Tindak Pidana Tertentu (Tipiter) Polda Papua dan Kanit Sat Opsnal Dit Reskrim Polda Papua tahun 2006.
Dalam posisinya, Marthen merupakan salah satu pejabat mempunyai kewenangan melakukan tindakan penegakkan hukum berupa penyelidikan maupun penyidikan terhadap pelaku tindak pidana kehutanan di wilayah hukum Polda Papua.
Namun dalam perjalanannya Marthen Renouw menerima sejumlah uang sebesar 1,065 milyar sejak September 2002 sampai Desember 2003 yang diduga berasal dari kedua perusahaan yang sedang diproses secara hukum dalam Tindak Pidana Bidang Kehutanan oleh Dit Reskrim Polda Papua.
“Ketika perkara tersbut bergulir ke Pengadilan Negeri Jayapura, Marthen dibebaskan dan tak terbukti menerima suap karena jaksa tak mampu menghadirkan saksi kunci: sang penyuap,” kata Emerson.
Perkara lain yang juga kontroversial adalah Putusan hakim Pengadilan Negeri Medan, setahun silam yang membebaskan Adelin Lis dari dakwaan pembalakan liar.
“Majelis hakim yang membebaskan Adelin menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan korupsi dan pembalakan liar di Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara,” ungkapnya
BACA JUGA: Pembalak Divonis Bebas, KY Periksa Hakim
Karena itu terdakwa dibebaskan dari tuntutan jaksa, yakni penjara 10 tahun dan denda Rp 1 miliar.Adelin juga bebas dari keharusan mengganti dana pengelolaan sumber daya alam Rp 119,8 miliar serta dana reboisasi US$ 2,9 juta--ditanggung renteng dengan terdakwa lainnya.
Terkait putusan bebas tersebut, Komisi Yudisial menemukan adanya pelanggaran code of conduct oleh hakim yang menangani perkara cukong kayu PT
“Hal itu bisa terlihat dari tidak dilakukannya pemeriksaan lokasi dan dikesampingkannya keterangan beberapa saksi dan pendapat ahli tanpa alasan yang jelas,” jelasnya
BACA JUGA: Jimly Ogah Ngutang ke Negara
Meskipun demikian, Mahkamah Agung justru menilai sebaliknya, tidak ada pelanggaran ataupun praktek judicial corruption yang dilakukan hakim perkara Adelin tersebutAkan tetapi MA tidak pernah mengumumkan dan menjelaskan pada publik tentang hasil pengujian (eksaminasi) tertutup yang dilakukannyaKetidak terbukaan MA ini tentunya menyiratkan pertanyaan mendalam perihal benar atau tidaknya, serius atau tidaknya dan bahkan menyiratkan kecurigaan tentang upaya perlindungan korps di tubuh institusi peradilan.Emerson mengatakan, dalam kedua perkara terkait illegal logging (Marthen Renou dan Adelin Lis), hasil eksaminasi publik yang dilakukan oleh Jaringan Anti Illegal logging, Pencucian Uang dan Korupsi (JAIL PK) dengan melibatkan sejumlah expert, menunjukkan bahwa penanganan perkara ini sejak penyidikan, penuntutan hingga putusan pengadilan mengandung masalahSeluruh penegak hukum yang terlibat dalam perkara tersebut, khususnya majelis hakim kurang profesional dan terkesan justru berperan menjadi pengacara terdakwa dengan mencari-cari pertimbangan yang menguntungkan sehingga pelaku menjadi bebas.
“Sebagai shock therapy, hakim-hakim yang telah membebaskan pelaku illegal logging ini harus diperiksa oleh KYSetelah itu memberikan rekomendasi sanksi kepada MA,” pungkasnya.(lev)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jimly Rela Tak Gajian
Redaktur : Tim Redaksi