Aplikasi untuk melapor diri ke kantor-kantor perwakilan Republik Indonesia saat berada di luar negeri menjadi juara dalam Hackathon Merdeka 2.0, yang digelar di Sydney, akhir pekan lalu (24/10/2015).
Hackathon adalah lomba bagi para penggiat teknologi informasi dan developer di seluruh Indonesia untuk menciptakan produk berbasis teknologi yang dapat menyelesaikan permasalahan bangsa.
BACA JUGA: Boneka Beruang Buka Lapangan Kerja di Kota yang Pernah Dilanda Kekeringan
Kegiatan Hackathon digelar dalam rangka menyambut Sumpah Pemuda, yang diperingati 28 Oktober.
Tidak hanya dilakukan serentak di 28 kota di Indonesia, tetapi untuk pertama kalinya acara ini pun diikuti oleh warga Indonesia yang berada di Australia.
BACA JUGA: Australia Bakal Jadi Sasaran Serangan Cyber Destruktif oleh Teroris
Kegiatan berpusat di kantor milik Freelancer.com yang berada di pusat kota Sydney. Suasana saat peserta berusaha membuat aplikasi. Foto: Andrias Taniwan.
BACA JUGA: Menlu Australia Julie Bishop Lari Pagi di Tengah Kabut Asap Sumatera
"Ada sekitar 20 peserta yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan Hackathon Merdeka 2.0 yang digelar di Sydney," kata Willix Halim, Wakil Presiden dari Freelancer.com.
"Dari tanggapan yang kami terima, kualitas para peserta di Sydney ini lebih bagus dibandingkan di kota-kota lainnya," tambahnya.
Selama 24 jam para peserta melakukan coding untuk membuat aplikasi. Tema permasalahan nasional yang diangkat untuk tahun ini adalah mengenai data kependudukan.
Rendy Pranata, Hansen Tanoto, dan Tommy Datulong keluar menjadi jurara pertama. Mereka berhasil membuat aplikasi bagi warga negara Indonesia untuk melapor diri saat tiba di luar negeri, baik untuk sekolah, bekerja, atau tinggal sementara.
Biasanya saat melapor diri ke kantor konsulat jenderal misalnya, membutuhkan waktu yang cukup lama prosesnya. Tetapi dengan aplikasi ini, warga Indonesia bisa langsung memindai paspor mereka dan langsung melaporkan kedatangannya.
"Harapannya, setiap diaspora memiliki akun tersendiri yang telah dibuat dan bisa di-update untuk memberikan informasi terbaru," kata Rendy.
"Dari sini kita bisa mengumpulkan data-data untuk dijadikan sebuah laporan... kami berharap data-data ini bisa membantu pemerintah untuk mengambil keputusan atau mengubah kebijakan," ujar Tomy.
Tonton seperti apa prototip aplikasi ini bekerja lewat video berikut ini.
Aplikasi yang diberi nama 'Diaspora' ini menjadi juara pertama dan mendapat hadiah Macbook Air.
Sementara itu juara kedua adalah aplikasi Edunasi, kepanjangan dari Edukasi Nasional. Lewat aplikasinya pemerintah dapat mengidentifikasi murid-murid sekolah, sehingga bisa diketahui berapa banyak yang putus sekolah, siapa yang membutuhkan uang tambahan, dan sebagainya.
Aplikasi lainnya, yang dapat menyimpan data penduduk sehingga bisa memuat profil dan identitas seluruh warga Indonesia berhasil menjadi juara ketiga. Juara kedua dan ketiga mendapatkan hadiah berupa voucher berbelanja di salah satu toko elektronik ternama di Indonesia.20 orang berkumpul mengikuti hackathon di Sydney. Foto: Andrias Taniwan.
"Peserta memang saat kreatif untuk mencoba memecahkan masalah. Misalnya juga ada aplikasi yang memungkinkan mereka yang sakit untuk mendaftar pemeriksaan dokter. Dengan cara ini para pasien tinggal memberi tahu apa sakitnya, kemudian mereka akan mendapat SMS jam berapa harus mengunjungi dokter, sehingga tidak harus menunggu lama," jelas Willix.
Rencananya kegiatan Hackathon selanjutkan akan digelar pada akhir tahun ini, dengan mengangkat tema korupsi.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Ideal Jika Australia Tak Bisa Penuhi Kuota Eskpor Sapi ke Indonesia