Identitas untuk Penganut Kepercayaan Tak Harus di Kolom KTP

Jumat, 24 November 2017 – 19:07 WIB
Wakil Ketua Lembaga Pengkajian MPR A. Farhan Hamid (kiri) pada acara Training of Trainers Empat Pilar MPR untuk kalangan dosen perguruan tinggi negeri dan swasta se-Surakarta di Solo, Jumat (24/11). Foto: Humas MPR

jpnn.com, SOLO - Isu kolom agama dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) untuk penganut aliran kepercayaan muncul dalam sesi penyampaian materi Training of Trainers (pelatihan untuk pelatih) Empat Pilar MPR untuk kalangan dosen perguruan tinggi negeri dan swasta se-Surakarta, JUmat (24/11) di Hotel Paragon, Solo. Seorang peserta mempertanyakan tentang putusan Mahkamah Konstitusi soal aliran kepercayaan.

Menjawab pertanyaan itu, Wakil Ketua Lembaga Pengkajian MPR Ahmad Farhan Hamid yang menjadi narasumber mengakui bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada prinsipnya adalah untuk memberi ruang bagi hak asasi manusia sesuai Pasal 28A sampai 28J UUD NRI Tahun 1945. Karena itu, MK memutuskan untuk memberi identitas kepada penganut kepercayaan. Namun belakangan keputusan MK menimbulkan penafsiran beragam dan pro kontra di masyarakat.

BACA JUGA: HNW: Konstitusi Kita UUD NRI Tahun 1945

“Padahal pemberian identitas untuk penganut aliran kepercayaan tidak harus dalam kolom agama,” kata Ahmad Farhan Hamid.

Seperti diketahui, MK mengabulkan permohonan gugatan judicial review UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.

BACA JUGA: MPR Selenggarakan Media Expert Meeting

Dalam putusannya pada Selasa (7/11), MK menyebutkan bahwa “negara harus menjamin setiap penghayat kepercayaan dapat mengisi kolom agama dalam KTP dan KK.”

Dengan keputusan ini, penghayat kepercayaan memiliki hak yang sama seperti para penganut enam agama besar yang ada di Indonesia dalam hal pencatatan status keagamaannya dalam KTP.

BACA JUGA: Sesjen MPR: Pemuda Harus Tetap Berada Pada Jati Diri Bangsa

Menurut Ahmad Farhan Hamid, Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri sedang membahas tindak lanjut dari putusan MK tersebut.

“Tidak harus dalam kolom agama (di KTP). Ini yang sekarang sedang didiskusikan antara Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri,” ujarnya.

Farhan mencontohkan, bagi penganut aliran kepercayaan yang sudah jelas alirannya maka dalam KTP tidak ada kolom (tulisan) agama.

“Namun, dalam KTP disebutkan sebagai penganut aliran kepercayaan sesuai dengan nama aliran kepercayaannya. Ini sudah cukup. Kalau seperti ini tentu tidak akan membuat keresahan. Penyelenggara negara harus merumuskan begitu rupa untuk agar jangan sampai menimbulkan keresahan di masyarakat,” katanya.

Sementara itu, narasumber lainnya, anggota MPR dari Fraksi Partai Gerindra Elnino M. Hosein, menyoroti lembaga DPR. Selama ini banyak kritik terhadap DPR. Namun kritik tersebut biasanya berdasarkan standar pemikiran pengkritik. “Seharusnya kritik kepada DPR didudukan dalam perspektif konstitusi,” katanya.

Menurut Elnino, sampai sekarang kritik terhadap DPR tidak pernah berhenti. “Mobil yang ditumpangi Ketua DPR menabrak tiang listrik pun ramai dibicarakan dan menjadi viral,” ujarnya. Namun, Elnino menganggap bahwa masih banyak anggota DPR lainnya yang masih baik.

Jika dibuat daftar anggota DPR yang bermasalah, lanjut Elnino, jumlahnya tidak sampai 50 orang. “Kalau dibuat list anggota DPR yang bermasalah, apakah karena korupsi, selingkuh, tidur saat rapat, narkoba, jumlahnya tidak sampai 50 nama. Sedangkan anggota DPR jumlahnya 560 orang. Itulah karena nila setitik rusak susu sebelanga,” katanya.(adv/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mohammad Toha: Dosen jadi Agen dalam Sosialisasi Empat Pilar


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
MPR  

Terpopuler