"Jika mengambil kalangan profesional, katakanlah Gubernur Bank Indonesia Boediono, berarti SBY sendiri telah menyimpan 'bom waktu' yang setiap saat bisa meledak dan melemahkan kinerja pemerintahan secara menyeluruh," ujar Firmanzah, menjawab pertanyaan plus-minus bursa cawapres pendamping SBY, Selasa (5/5).
Firmazah pun menjelaskan, secara riil, kalangan professional tidak punya kendaraan politik dan pengalaman menghadapi oposisi di parlemen
BACA JUGA: Golkar Sempurnakan JK-Win di Rapimnassus II
"Di sisi lain, SBY sangat membutuhkan seorang wapres dari kader partai dengan track record politik yang luar biasaBACA JUGA: KPU Nisel Akui Ada Kecurangan
Termasuk konflik internal partai seperti yang terjadi di PAN," paparnya."Jadi, ada dua pilihan, perbaikan ekonomi secara makro, atau stabilitas politik dalam negeri sendiri
Soal dua nama ekonom yang disebut-sebut berpeluang mendampingi SBY, Firmanzah menilai tidak akan memberikan penguatan citra bagi SBY
BACA JUGA: Syarif Hasan Tuding FPG Pembelot
"Kalangan pasar hanya melihat bahwa kedua orang ini masuk dalam kabinet tanpa mempedulikan posisi mereka sebagai wapresJadi, untuk apa melakukan langkah yang tidak perlu?" tanyanya pula.Selain itu, Firmanzah kembali menegaskan bahwa SBY tidak boleh membiarkan Golkar berada di luar pemerintahanSebab bagaimanapun, posisi Golkar yang mendukungnya tentunya akan sangat menentukan jalannya roda pemerintahan SBY mendatang.
Menurut kalkulasi marketing politik Firmanzah, sosok Akbar Tandjung yang lahir dan besar serta berjuang untuk Golkar, merupakan figur yang masih sangat perlu dipertimbangkan SBY"Jika SBY memutuskan Akbar Tandjung jadi cawapresnya, secara implisit SBY telah ikut menyelesaikan konflik internal Golkar, karena secara de facto Akbar Tandjung punya dukungan besar di internal Golkar," ujarnya.
"Keputusan tersebut sekaligus sebuah investasi politik SBY di DPR, karena kader Golkar yang akan masuk ke DPR periode 2009-2014 ditenggarai dinominasi oleh wajah baru dan anak-anak muda," imbuh Firmanzah.
Dia juga memprediksi bahwa partai pendukung lainnya seperti PKS, PAN, PKB dan PPP, bisa menerima Akbar sebagai sosok politisi dan negarawan yang pantas jadi cawapres SBY, dibandingkan orang-orang dari partai-partai pendukung"Sekarang, siapa dari kader-kader partai pendukung yang bisa menyaingi Akbar? Saya rasa semua harus mengakui bahwa Akbar memang lebih baik dari kader mereka sekalipun," jelasnya.
Sementara itu, pengamat politik dari CSIS J Kristiadi, berpendapat bahwa SBY memiliki preferensi dan pertimbangan sendiri dalam mencari sosok yang akan mendampinginyaPendampingnya tersebut harus cocok dan bisa mengerti isyarat-isyarat serta bahasa tubuh atau 'sasmito-sasmito', serta mampu menterjemahkannya.
"Kemampuan menafsirkan sasmito ini sangat pentingJangan sampai justru orang yang mendampinginya memiliki ide-ide sendiri dalam menterjemahkan keinginan SBYSBY akan sangat terganggu dengan inisiatif-inisiatif, meskipun itu baik," jelasnya.
Terkait dengan sasmito-sasmito itu, lanjut Kristiadi, maka orang yang tepat adalah Boediono, karena dia dianggap mampu menterjemahkan keinginan tanpa SBY mengatakannya secara langsungSelain itu, Boediono memiliki bobot internasional untuk masalah ekonomi dan dapat diterima kalangan domestik.
"Untuk penerimaan di domestik, kan bisa dilihat bagaimana Boediono dengan mudahnya mengikuti fit and proper test pemilihan Gubernur BI beberapa waktu laluSecara internasional, Boediono pun mampu bernegosiasi dengan pihak asing," tambahnya(fas/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gerindra Sumut Dicurangi 18 Ribu Suara
Redaktur : Tim Redaksi