Indonesia Masih Butuh 15 Ribu Dokter

Masyarakat Perlu Jaminan Kesehatan Nasional

Sabtu, 04 Juli 2009 – 18:44 WIB

JAKARTA – Untuk menerapkan sistem dokter keluarga secara optimal sepertinya harus bertahap, kebutuhan akan dokter keluarga yang mencapai sekitar 100 ribu dokter belum bisa dicukupi dalam dua tahun iniKetua Umum Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr dr Fachmi Idris mengungkapkan, dokter di Indonesia baru ada 85 ribu orang, dengan lain kata masih kekurangan sekitar 15 ribu dokter

BACA JUGA: Kampanye SBY, Ancam Rumput GBK



Untuk mencapai target itu diperkirakan 2018 baru bisa tercapai dengan asumsi setiap tahun fakultas kedokteran bisa menelurkan 5 ribu dokter
“Sekarang ini, dari 230 juta penduduk Indonesia, ada 110 juta penduduk yang tidak punya asuransi

BACA JUGA: Depag-Imigrasi Bahas Migrasi Database Haji

Bayangkan bila seseorang sakit dan harus operasi jantung yang habiskan duit hingga Rp200 jutaan, orang ini bisa mendadak miskin, dia harus jual rumah, motor, atau mobil
Itu akibat tidak punya jaminan kesehatan nasional,” kata Fachmi kepada JPNN.

Fachmi bercerita, sistem JKN (jaminan kesehatan nasional, yang akan mengganti seluruh konsep asuransi kesehatan) digambarkan dengan jelas, mulai dari badan penyelenggara jaminan kesehatan, antara lain Askes dan Jamsostek akan berubah total menjadi badan yang bersifat mengelola dana amanat, tidak mengambil laba, good governance, dengan manajemen pengelolaan yang sangat efesien, sehingga semua revenue (dana penghematan/efesiensi/keuntungan) dikembalikan kepada peningkatan mutu pelayanan kesehatan peserta dan kepuasan pelaksana pelayanan kesehatan.

Bedanya, selama ini yang ada hanya mengobati tanpa dengan mempertimbangkan kepentingan stakeholder terkait, seperti tenaga kesehatan dan rumah sakit

BACA JUGA: Kaban Ajak Umat Islam Tenang

Dia memaparkan, ada beberapa situasi yang bisa digambarkan, khususnya di daerah, seperti tarif yang ditentukan oleh sistem saat ini selalu lebih rendah dari unit cost yang ada di rumah sakit, akibatnya pelayanan menjadi tidak optimal

Dia yakin dengan program JKN, kondisi seperti itu bisa ditutupi, karena berlaku hukum bilangan besar“Kan makin banyak peserta, premi (iuran) dibuat rendah, namun volume uang menjadi banyak, dengan demikian cakupan pelayanan menjadi lebih luas, kemudian kepuasan masyarkaat dan kepuasan pelayanan (dokter, perawat, rumah sakit) menjadi seimbangSecara keseluruhan dari program ini rakyat yang diuntungkan, karena seluruh mereka diasuransi.”

Fachmi mengatakan, konsep JKN ini rencananya dimulai secara bertahap di perkotaan, kecuali di daerah sangat terpencil tetap dengan PuskesmasDia memberi contoh, dari estimasi penduduk di Kota Palembang sebanyak 1,5 juta orang, dibagi 2.500, berarti Palembang butuh 600 dokter dan tim, sehingga semua penduduk Kota Palembang punya dokter keluarga.

“Artinya, setiap unit yang sakit hanya membutuhkan 10-25 orang, atau yang masuk rumah sakit maksimal hanya 25 kali 600, hanya 15 ribu orang yang butuh rumah sakit perbulanTapi 15 ribu itu memang penyakit yang harus ditangani oleh spesialis, sehingga dokter spesialis kita bisa bekerja secara profesional, tentu harapan dokter Indonesia bisa bersaing dengan dokter spesialis negara lain bisa terwujud, inilah menurut sistem yang benarSelamo ini penghuni rumah sakit pecak iwak teri, hik..hik..hik,” Fachmi tertawa terkekeh-kekehMaksud Fachmi, selama ini yang dirawat di rumah sakit seperti ikan teri, dengan lain kata terlalu sesak dan padat.

Menurut Fachmi, kesalahan sistem sekarang ialah sistem rujukan yang tidak jalan, itu karena lebih bersifat administratif“Pasien yang ingin ke rumah sakit langsung mencari rujukan dari Puskesmas, sehingga banyak disinyalir Puskesmas tidak mengecek dulu jenis kesakitanKalau di cek 'kan ketahuan, misalnya bila penyakitnya biasa saja tidak perlu dirujuk ke rumah sakit, cukup ditangani dokter keluarga,” tukasnya.(gus/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Periksa Direktur Artha Graha


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler