jpnn.com - JAKARTA - Optimisme ekonomi Indonesia saat ini bisa jadi tengah meredup seiring tekanan defisit transaksi berjalan dan depresiasi rupiah. Kondisi ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga tahun depan. Namun, untuk jangka panjang, optimisme pada perekonomian Indonesia masih membuncah. Ini tecermin dalam riset terbaru Standard Chartered Bank.
Managing Director sekaligus Ekonom Senior Standard Chartered Indonesia Fauzi Ichsan mengatakan, dalam dua dekade ke depan, Indonesia akan menyusul Tiongkok dan India untuk merangsek dalam jajaran raksasa ekonomi dunia. '
BACA JUGA: Rumah Tumbuh Solusi Tekan Harga
"Tiongkok, India, dan Indonesia adalah tiga macan Asia yang akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi global di abad ke-21," ujarnya dalam laporan riset yang dikutip kemarin (15/12).
BACA JUGA: Ketua DPR Minta Pertamina Lepas Dari Mafia BBM
Menurut Fauzi, sepanjang periode 2001-2010, ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia rata-rata tumbuh 5,2 persen. Dengan potensi yang dimiliki, skenario optimistis menempatkan Indonesia pada laju pertumbuhan ekonomi rata-rata 7,0 persen per tahun sepanjang 20 tahun ke depan.
"Jika itu bisa dicapai, maka Indonesia akan masuk jajaran 10 besar ekonomi dunia pada 2020 dan naik lagi ke posisi 6 besar dunia pada 2030," katanya.
BACA JUGA: Sosialisasikan BPJS, Jamsostek Gandeng Pemuka Agama
Sebagai gambaran, berdasar data Bank Dunia, Indonesia yang pada 2012 lalu memiliki produk domestik bruto (PDB) USD 878,19 miliar, berada pada ranking 16 negara dengan ekonomi terbesar dunia. Posisi pertama masih dipegang Amerika Serikat dengan PDB senilai USD 15,68 triliun, disusul Tiongkok di posisi ke-2 dengan PDB USD 8,35 triliun, dan ke-3 Jepang USD 5,95 triliun.
Apa faktor yang membuat cerahnya prospek ekonomi Indonesia? Fauzi menyebut, besarnya populasi dan penduduk usia produktif membuat kekuatan konsumsi domestik tetap menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia dalam dua dekade mendatang. "Jika ditambah dengan investasi, ini akan menjadi potensi yang luar biasa," ucapnya.
Potensi ini sejalan dengan riset Boston Consulting Group (BCG). Lembaga konsultan ternama dunia ini menyebut, jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia yang pada 2013 sebanyak 74 juta orang, pada 2020 akan melesat menjadi 140 juta orang. Yang menarik, optimisme masyarakat kelas menengah Indonesia jauh lebih tinggi dibanding kelas menengah di Tiongkok, India, Brazil, dan Rusia.
Sebelumnya, ekonom Bank Dunia Ndiame Diop juga mengakui besarnya potensi ekonomi Indonesia. Menurut dia, dengan kekayaan sumber daya alam, besarnya populasi, dan tingginya daya beli domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang saat ini di kisaran 5-6 persen sebenarnya terlalu rendah. "Jika potensinya dioptimalkan, ekonomi Indonesia bisa tumbuh 7,8 atau bahkan 9 persen," ujarnya.
Fauzi mengakui, potensi ekonomi Indonesia tidak bisa tumbuh optimal karena terhambat beberapa kendala seperti minimnya infrastruktur serta perizinan dan birokrasi investasi yang belum bagus yang memicu ekonomi biaya tinggi (high cost economy.
"Dengan proyeksi yang lebih moderat, ekonomi Indonesia mungkin belum bisa mencapai posisi 6 besar pada 2030, tapi tetap bisa masuk posisi 8 dengan PDB USD 4,7 triliun. Tapi,jika pemerintah memberikan extra effort (uopaya ekstra) untuk membenahi iklim investasi, Indonesia bisa mencapai posisi 6 (pada 2030)," jelasnya.
Pemerintah Indonesia juga cukup optimistis. Dalam roadmap Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Armida Alisjahbana, pemerintah menargetkan Indonesia bisa masuk jajaran 10 besar ekonomi dunia pada 2025.
"Syaratnya, periode 2015-2025, ekonomi Indonesia harus tumbuh 7-8 persen per tahun," ujarnya. (owi)
Peringkat Negara Berdasar PDB
Posisi 2012 2030
1 AS Tiongkok
2 Tiongkok AS
3 Jepang India
4 Jerman Jepang
5 Perancis Jerman
6 Inggris Brazil
7 Brazil Inggris
8 Rusia Perancis
9 Italia Indonesia
10 India Rusia
Catatan: Pada 2012, Indonesia di peringkat 16
Sumber : Bank Dunia, Riset Standard Chartered Bank
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puluhan Petinggi dan Pegawai Pelindo II Mundur, Dahlan Anggap Biasa
Redaktur : Tim Redaksi