Dokter spesialis paru Erlina Burhan mengutarakan rasa jengkelnya setelah menyelesaikan jam kerja panjangnya di sebuah rumah sakit.
Dua ratus tenaga kesehatannya tertular virus corona meski sudah divaksinasi beberapa bulan yang lalu.
BACA JUGA: Willy Aditya NasDem Kesal Mendengar Wacana Pembangunan RS Khusus Pejabat
"Gila ini, gila sekali," katanya.
"Pasien bertambah tapi kekurangan pekerja."
BACA JUGA: Hari Keenam PPKM Darurat, Kepadatan Pengendara Turun 80 Persen
Menurut data Asosiasi Rumah Sakit Indonesia, sekitar 95 persen tenaga kesehatan di Indonesia sudah menerima dua dosis vaksin Sinovac.
Namun, menurut catatan Lapor COVID-19, dari bulan Juni, 131 tenaga kesehatan, yang kebanyakan menerima vaksin Sinovac, telah meninggal dunia.
BACA JUGA: UM Surabaya Berikan Bantuan Paket Sehat Bagi Warga Isoman di Rumah, Silakan Hubungi Nomor Ini
Sebanyak 50 tenaga kesehatan meninggal dunia di bulan Juli.
Berita duka juga datang dari Ketua Uji Klinis Vaksin COVID-19 Sinovac dari Bio Farma, dr Novilia Sjafri Bachtiar, yang meninggal dunia karena COVID-19 kemarin (07/07).
Dokter Novilia adalah akademisi di Universitas Padjajaran, Bandung.
"Beliau adalah salah seorang pejuang kesehatan yang sangat berjasa dalam mengatasi pandemi ini, terutama dalam hal uji klinis vaksin," ucap Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi seperti yang dikutip kantor berita Antara.
Kementerian Kesehatan tidak memberikan tanggapan ketika dimintai komentar soal banyaknya tenaga kesehatan yang tertular virus corona.
Beberapa pratiksi kesehatan kini mempertanyakan kemanjuran vaksin tersebut, walau Pemerintah Indonesia menyalahkan varian Delta, bukan vaksinnya.
Kebanyakan tenaga kesehatan yang terpapar COVID-19 hanya menunjukkan gejala ringan.
Namun, sebuah survei yang dilakukan Reuters pada dokter, direktur rumah sakit, dan kepala industri kesehatan di Pulau Jawa menemukan ribuan nakes terpaksa melakukan isolasi mandiri.
Lia Partakusuma, sekretaris jendral Asosiasi Rumah Sakit Indonesia mengatakan ia telah melakukan survei di rumah sakit umum di kota-kota besar Jawa.
"[Pihak rumah sakit] mengatakan 10 persen nakes mereka positif COVID," katanya.
Para tenaga kesehatan ini harus mengisolasi diri selama dua minggu, meski petugas lainnya mengatakan kebanyakan di antaranya harus kembali bekerja setelah lima hari, karena sangat diperlukan di rumah sakit.
Jumlah kematian dan penularan COVID-19 juga terus bertambah di kalangan nakes saat ini yang menjadi masa terburuk sejak awal pandemi.
Asosiasi Rumah Sakit Indonesia juga mengatakan jumlah penderita COVID-19 yang harus dirawat di rumah sakit sudah bertambah "tiga hingga empat kali lipat".
Kritikan dari para pakar kesehatan menyebutkan jumlah tes yang sedikit tidak mencerminkan masifnya wabah ini. Sistem kesehatan tak sekuat India
Banyak pasien terlihat diinfus di parkiran mobil atau terbaring lemas di tempat tidur di koridor rumah sakit, sementara warga lain sibuk mencari tabung oksigen yang semakin langka.
Pakar kesehatan khawatir situasinya akan terus memburuk, hingga mengatakan bahwa Indonesia bisa "menjadi seperti India", yang jumlah kasus COVID nya terus bertambah sampai menyebabkan sistem kesehatan kolaps bulan April dan Mei lalu.
Tapi sistem kesehatan Indonesia jauh lebih tidak siap dari India dalam menangani krisis seperti ini.
Organisasi Kerja sama dan Pembangunan Ekonomi di Australia mengatakan Indonesia memiliki 0,4 dokter per 1.000 orang.
Jumlah ini adalah yang terendah kelima di Asia Tenggara, dan kurang dari setengah yang dimiliki India.
Karena kekurangan nakes, rumah sakit terpaksa memakai tenaga apoteker, radiografer, dan mahasiswa kedokteran sukarela yang dibayar seadanya.
Salah satu kepala rumah sakit yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan perawatan pasien COVID-19 memerlukan keterampilan yang kadang tidak dimiliki mahasiswa atau sukarelawan.
"[Jadi] itu bukan solusi," katanya.
Pemerintah Indonesia telah memberlakukan PPKM darurat untuk wilayah Jawa dan Bali, sementara Kemenkes mengatakan akan menambahkan 8.000 tempat tidur di rumah sakit.
Namun para dokter mempertanyakan bagaimana tempat tidur ini dapat membantu penanganan pasien tanpa adanya nakes.
"Masalahnya adalah sumber daya manusia. Bahkan jika kita bisa menambah ruang, siapa yang bisa mengurus pasien?" ujar ahli saraf Eka Julianta Wahjoepramono.
"Tidak ada. Itu masalahnya." 'Antibodi tidak bertambah secara signifikan'
Indonesia sangat bergantung pada vaksin Sinovac karena perusahaan Tiongkok tersebut merupakan satu-satunya perusahaan obat yang dapat menjual dosis dalam jumlah besar dalam waktu singkat.
Sejak Februari dan Maret, kebanyakan nakes di Indonesia sudah divaksinasi, sekaligus menjadi studi kasus tingkat efikasi vaksin tersebut.
Awalnya, program inokulasi Sinovac telah menurunkan angka kematian akibat COVID-19 secara signifikan.
Bulan Januari lalu, sebanyak 158 dokter meninggal akibat gangguan pernapasan, namun di bulan Mei, jumlahnya turun ke angka 13.
Sejak Juni, setidaknya 30 dokter sudah meninggal dunia, menurut data Ikatan Dokter Indonesia.
Eka, yang sudah divaksinasi dua kali menggunakan Sinovac, harus dirawat di rumah sakit karena menderita gejala parah COVID-19 bulan lalu.
"Banyak rekan saya antibodinya tidak meningkat signifikan setelah divaksinasi Sinovac," katanya. Ini berarti mereka tidak memiliki perlindungan penuh terhadap virus.
Sinovac tidak merespon permintaan wawancara kantor berita Reuters, namun bulan lalu, juru bicara perusahaan tersebut, Liu Peicheng mengatakan hasil uji coba tahap awal menunjukkan vaksin tersebut telah menurunkan tiga kali lipat kemungkinan tertular melalui penetralan terhadap varian Delta.
Ia mengatakan suntikannya dapat dengan cepat menimbulkan reaksi antibodi yang lebih tahan lama, namun tidak memberikan data lengkap.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin juga membela Sinovac.
"Masalah yang kita hadapi saat ini bukan tentang efektivitas vaksin, tapi karena varian Delta," katanya.
Ikatan Dokter Indonesia mendorong pemerintah untuk memberikan dosis ketiga vaksin pada nakes secepatnya.
Beberapa dokter terbang ke Amerika Serikat agar disuntik vaksin lain. Namun, ongkos perjalanan ini terlalu mahal, kata dr Berlian Idriansyah Idris.
"Kami tidak bisa melakukan isolasi mandiri dan kerja dari rumah, demi Tuhan. Tidak bisa sekarang," katanya.
"Dosis ketiga vaksin akan memberikan perlindungan yang kami butuhkan."
Diproduksi oleh Natasya Salim
REUTERS
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ada Usulan Buat Pemerintah Jika Penyebaran COVID-19 Makin Memburuk