Industri Plastik Masih Bergantung Bahan Baku Impor

Kamis, 29 Desember 2016 – 02:54 WIB
Ilustrasi. Foto; Radar Kedu/JPNN

jpnn.com - JPNN.com – Industri plastik diyakini mampu bertumbuh 5–6 persen pada 2016.

Pada 2017, Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik Indonesia (Inaplas) memproyeksikan permintaan di industri itu dapat tumbuh tujuh persen.

BACA JUGA: 2017, Kebutuhan Semen Mencapai 65,1 Juta Ton

Total permintaan industri plastik di dalam negeri mencapai 4,8 juta ton tahun ini. Jumlah tersebut akan meningkat mengikuti pertumbuhan ekonomi di angka 7–8 juta ton pada 2020.

Sayangnya, industri masih bergantung pada impor nafta (bahan baku industri petrokimia) sebesar seratus persen.

BACA JUGA: Industri Baja Optimistis, Keramik dan Granit Pesimistis

Padahal, komponen nafta mencapai 80 persen terhadap total bahan baku industri aromatik, olefin, dan plastik.

Sisanya adalah kondesat yang dapat ditemukan di tanah air.

BACA JUGA: Industri Minerba Bergantung Konsistensi Regulasi

Wakil Ketua Umum Inaplas Budi Susanto Sadiman mengungkapkan, selain minyak bumi, di Indonesia terdapat bahan baku yang bisa diolah menjadi nafta. Yakni, gas alam dan batu bara.

’’Industri bersama pemerintah harus membangun industri bahan baku. Saat ini pasokan gas ada di Bintuni dan Masela,’’ ungkap Budi.

Industri juga ingin membangun pabrik bahan baku dengan menggunakan gas alam di Blok Masela karena dinilai lebih strategis.

Terdapat tiga rantai produksi, yaitu gas menjadi sintetis gas, lalu menjadi metanol dan olefin (ethylene dan propylene).

Diperkirakan, produksi 600 ribu ton olefin membutuhkan investasi senilai USD 1.000 miliar.

’’Minimal harus ada dua atau tiga perusahaan yang masuk ke sana. Investasi untuk bahan baku plastik memang mahal,’’ ujarnya.

Selain gas alam, industri akan membangun pabrik bahan baku dari batu bara.

Dengan teknik tertentu, batu bara bisa dicairkan menjadi metanol, lantas diolah lagi menjadi olefin.

’’Ada empat investor yang berminat mengembangkan pabrik bahan baku di Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, lalu ada dua di Kalimantan Timur,’’ jelasnya.

Dia menyatakan bahwa sebenarnya investor sudah siap membangun pabrik bahan baku pada tahun ini.

Sayangnya, harga minyak dunia yang sempat anjlok kurang dari USD 30 per barel menjadi kendala tersendiri.

’’Jika harga minyak bisa lebih dari USD 50 per barel, baru ekonomis,’’ terang Budi.

Pihaknya menargetkan rencana investasi tersebut harus dapat terealisasi pada 2020.

Dia menyebutkan, di Indonesia saat ini ada dua perusahaan yang siap membangun pabrik bahan baku dengan total empat juta ton olefin.

Bila kebutuhan bahan baku mencapai delapan juta ton pada 2020, diperlukan tambahan empat juta ton olefin lagi.

Rencananya, sekitar 600 ribu ton olefin dipasok dari olahan bahan baku gas di Blok Masela.

Sisanya harus dikejar dari olahan batu bara. (vir/c14/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Tekankan Hilirisasi Sektor Minerba


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
industri   plastik  

Terpopuler