Ingat, Jihad Tak Harus Angkat Senjata

Selasa, 04 April 2017 – 16:05 WIB
Ilustrasi. Foto; AFP

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius melakukan peletakan batu pertama pembangunan TPA Plus dan renovasi Masjid Baitul Muttaqin di Desa Tenggulung, Solokuro, Lamongan pekan lalu.

BNPT menggandeng Yayasan Lingkar Perdamaian yang dipimpin mantan teroris Ali Fauzi Manzi.

BACA JUGA: Anak Sering Main HP, Ortu Tak Boleh Lengah

Sebelumnya, BNPT telah meresmikan Masjid Al Hidayah di pesantren pimpinan mantan teroris lainnya, Khairul Ghazali di Deliserdang. Rencananya, upaya serupa juga akan dilakukan di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Langkah-langkah pencegahan dengan merangkul dan memanusiakan mantan teroris ini adalah bagian penanggulangan terorisme dari hulu sampai hilir yang diusung BNPT.

BACA JUGA: Pemerintah Garansi Keamanan Pengusaha Pertambangan

Langkah ini dinilai sesuai dengan spirit Revisi Undang-Undang (RUU) Terorisme yang kini tengah digodok Panitia Khusus (Pansus) RUU Terorisme.

"Mungkin ini karena hati beliau (Kepala BNPT) yang tulus sehingga bisa melihat akar persoalan sebenarnya dengan apa yang disebut terorisme. Ini adalah langkah asli Indonesia. Ke depan kami ingin masalah terorisme dengan penanganan ala Indonesia tidak dengan ala lainnya sehingga proses reintegrasi saudara-saudara kita bisa berjalan sesuai kaidah kehidupan bangsa Indonesia," kata Ketua Pansus RUU Terorisme Muhammad Syafii di Jakarta, Selasa (4/4).

BACA JUGA: BNPT Renovasi Masjid di Kampung Amrozi

Syafii juga hadir dalam peletakan batu pertama itu. Menurutnya, langkah BNPT sesuai dengan tiga landasan spirit dari Pansus RUU Terorisme dalam menyusun UU Terorisme.

Yaitu spirit pencegahan, penegakan hukum, dan penghormatan hak asasi manusia (HAM).

"Kami dari DPR RI, sepakat untuk terus mengawal UU ini, sehingga ketika rampung nanti UU ini bukan alat untuk membantai manusia Indonesia, tapi untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Ini senada dengan upaya Pak Suhardi Alius dan BNPT dalam menangani mantan teroris," imbuh Syafii.

Anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra ini mengaku sempat berdialog dengan Ali Fauzi di sela-sela peletakaan batu pertama itu.

Saat itu, dia bertanya alasan adik bomber Bom Bali, Amrozi dan Ali Imron ini bisa berubah dan kini bahkan aktif mengajak kombatan lainnya untuk tidak lagi menggeluti dunia terorisme.

"Dia mengatakan, mendapat perlakuan sangat manusiawi oleh aparat saat ditahan sampai di dalam penjara, yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Dari situ, Ali Fauzi menyadari langkah yang ditempuh selama ini salah sehingga dia kemudian kembali ke pangkuan ibu pertiwi dan mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian. Dia juga menyadari ternyata berjihad bisa dengan cara positif, bukan dengan mengangkat senjata," ungkap Syafii.

Syafii juga menjelaskan proses RUU Terorisme. Dia memaparkan, pada Februari 2016, pemerintah menyampaikan RUU inisiatif pemerintah tentang pemberantasan tindak pidana terorisme untuk menggantikan UU Nomor 15 Tahun 2003.

Ketika menerima RUU ini, pemerintah memasang target paling lama tiga kali masa sidang atau sekitar kurang lebih tujuh bulan RUU ini bisa jadi UU.

Namun, begitu Pansus membaca konten RUU ini, terasa bahwa RUU itu bukan untuk memberantas terorisme, tapi memberantas teroris.

"Teroris dan terorisme itu pasti berbeda. Teroris itu pelakunya, sedangkan terorisme itu keyakinan," jelasnya.

Dari situ, lanjut Syafii, Pansus yang terdiri dari sepuluh fraksi kemudian berunding.

Setelah itu disepakati bahwa Pansus tidak bisa ikut begitu saja dengan RUU yang diajukan, tetapi memperluas dengan landasan spirit pemberantasan terorisme, penegakan hukum, dan penghormatan HAM.

Berdasarkan ketiga spirit itu maka konstruksi UU ini berubah total.

"Dari semata-mata dar der dor (penindakan), RUU ini kemudian dibagi menjadi tiga bagian terpenting. Pertama pencegahan, kedua penindakan, ketiga penanganan, apakah itu berupa kompensasi dan rehabiltasi pascaperistiwa terorisme," tutur Syafii.

Perubahan konstruksi ini rupanya tidak hanya memerlukan penambahan narasumber dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan RDPU dan RDP, tapi mengejutkann pihak pemerintah.

Akhirnya ada 15 kali pemerintah memohon waktu untuk mengonsolidasi pendapat.

Walau pada akhirnya pemerintah mendukung sepenuhnya konstruksi yang dibangun Pansus, bahwa UU ini bukan hanya untuk penindakan, tapi malah lebih pada pencegahan untuk menghilangkan reproduksi atau munculnya teroris yang baru.

Syafii melanjutkan, Pansus sempat berpikir akan perluasan pembahasan RUU ini akan sulit karena terbiasa dengan langkah yang dilakukan oleh aparat selama ini.

Tetapi betapa mengejutkan bagi Pansus, saat masih berbicara pada tataran kamsek, kepala BNPT ternyata sudah bisa melihat akar persoalan yang sebenarnya.

Hal inilah yang membuat pembahasan RUU Terorisme semakin mengerucut dan diharapkan bisa secepatnya selesai dalam beberapa bulan ke depan.

"UU bukan untuk menangkap atau menghukum rakyat Indonesia, karena semua peraturan, aparat, piranti hukum adalah untuk melindungi segenap anak bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia," pungkas  Syafii. (jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Guru Besar UI Minta Kemendikbud Lebih Ketat Awasi Buku


Redaktur & Reporter : Ragil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
RUU Terorisme   jihad   BNPT  

Terpopuler