jpnn.com - Pemerintah siap melindungi para investor (dunia usaha) dari ancaman radikalisme dan terorisme.
Berbagai program pencegahan dan perlindungan telah dijalankan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk memberikan ketenangan kepada para pengusaha, terutama di sektor pertambangan, untuk menanamkan investasinya di Indonesia.
BACA JUGA: Pemerintah Diminta Perhatikan Industri Galangan Kapal
"Kami terus melakukan upaya untuk mengendalikan dan mereduksi radikalisme dengan cara soft approach (pencegahan) dan hard approach (penindakan) serta dengan penanganan dari hulu ke hilir. Sejauh ini langkah-langkah itu sangat efektif. Bahkan banyak negara luar yang ingin belajar dari cara penanggulangan terorisme di Indonesia," ungkap Kepala BNPT Komjen Pol Suhardi Alius saat menjadi pembicara dalam acara Breakfast Forum Perkumpulan Masyarakat Energi dan Pertembangan BIMASENA di Jakarta, Jumat (31/3).
Suhardi berharap, para pengusaha pertambangan tetap tenang dalam menjalankan bisnis.
BACA JUGA: Industri Komponen Didorong Manfaatkan Proyek Negara
Sebab, pemerintah selalu fokus memberikan jaminan keamanan, terutama dalam hal penanggulangan radikalisme dan terorisme.
Selain itu, langkah-langkah progresif terus dilakukan untuk mengantipasi berbagai potensi ancaman terorisme.
BACA JUGA: Industri Alas Kaki Kurangi Produksi Hingga 50 Persen
"BNPT bersinergi dengan 31 lembaga dan kementerian terkait untuk menjalankan penanggulangan terorisme mulai dari hulu sampai hilir. Selain itu, kami juga melibatkan lembaga-lembaga kemasyarakat seperti NU dalam Muhammadiyah serta ulama untuk memberikan pemahaman agama yang benar. Kami juga menggandeng generasi muda dalam memerangi propaganda radikalisme dan terorisme di dunia maya," papar Suhardi.
Menurut mantan Kapolda Jabar ini, Indonesia juga menjalin kerja sama dengan dunia internasional untuk membendung serangan terorisme.
Pasalnya, terorisme telah menjadi ancaman global dan tak satu pun negara di dunia yang kebal dengan ancaman ini.
Itu dibuktikan dengan terjadinya beberapa aksi terorisme di negara lain.
Misalnya, di Dacca, Bangkok, Nice, Berlin, Istanbul, Brussel, New York, and London, termasuk di Jakarta
"Sejauh ini Indonesia mampu mendeteksi dan meminimalisasi ancaman terorisme. Pekan lalu, delapan teroris berhasil diciduk dari lima tempat berbeda di Jawa Barat dan Banten, salah satunya tewas tertembak. Itu adalah bagian dari pencegahan dan perlindungan yang diberikan negara kepada masyarakat, termasuk para pengusaha," ungkap Suhardi.
Suhardi memaparkan, saat ini aksi terorisme banyak digerakkan oleh kelompok radikal, yakni ISIS.
Aksi-aksi mereka dilakukan untuk mewujudkan tujuannya yaitu mengganti konstitusi Indonesia dengan khilafah.
Mereka menggunakan dalil-dalil agama untuk melancarkan propaganda salah satunya pengertian jihad yang salah.
Hal itulah yang mendorong kepergian ratusan WNI ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan ISIS.
"Ada sekitar 500 orang Indonesia yang pergi ke Suriah dan disebut sebagai foreign terrorist fighter (FTF). Sebenarnya jumlah itu persentasinya sangat kecil dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Bandingkan dengan Belgia di mana ada 470 warga mereka jadi FTF dari total penduduk 638 ribu orang. Swedia ada 300-an FTF dari populasi mereka sebesar 451 ribu orang," jelas Suhardi. (jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BNPT Renovasi Masjid di Kampung Amrozi
Redaktur & Reporter : Ragil