jpnn.com - DUA suporter Aremania tewas saat tiba-tiba diserang secara brutal suporter Bonek di wilayah Sragen, 19 Desember 2015. Korban tewas adalah Eko Prasetyo alias Jum, 35, warga Desa Sebaluh, Kecamatan Pujon, Batu, Malang.
Korban kedua, yakni Slamet Puji Wahono, 24, warga Pohgajeh, Kecamatan Selorejo, Kabupaten Blitar.
BACA JUGA: Riuhnya MK Sidangkan 51 Gugatan Pilkada
Slamet sebetulnya bisa menyelamatkan diri. Tetapi, karena ingat Novitasari, sang kekasih, Slamet pun tewas di tangan 7 orang suporter bonek. Berikut kisah Novi, begitu biasa disapa, kepada Malang Post (Jawa Pos Group) di rumah almarhum Slamet di dusun Pohgaji, Selorejo, Blitar;
Bendera kebanggaan Arema masih berkibar tinggi di depan rumah Slamet. Sedang terpal warna biru untuk tahlilan masih terpasang di halaman rumah. Tumpukan kursi pun masih ada di sekitarnya.
BACA JUGA: Biadab! Mengapa Ini Harus Terjadi? Sama-sama Suporter dari Jawa Timur
‘’Masih belum 40 hari. Makanya belum kami bongkar,’’ tutur Adi, paman Slamet ketika mendampingi Novi.
Novi mengaku tidak tahu persis, bagaimana Slamet diperlakuan suporter bonek pada Sabtu pagi, 19 Desember 2015 lalu. Tetapi, cewek berusia 19 tahun ini, tahu betul kalau Slamet rela mengorbankan nyawa hanya untuk dirinya.
BACA JUGA: Supir Bus Titip Mayat Eko sama Saya
Pagi itu, rombongan Suzuki Carry AG 1275 KA yang disopiri Doni, sengaja berhenti di bengkel Jaya Ban untuk menambal ban serep mobil milik almarhum Slamet ini. Tapi, tujuh orang (termasuk Doni) tidak semua turun. Karena baru saja istirahat di SPBU Jatisomo, yang belakangan juga menjadi arena pengeroyokan Aremania oleh suporter bonek. ‘’Yang turun hanya mas Doni,’’ ujar Novi.
Saat Doni menunggu pemilik tambal membongkar ban serep itu, truk yang isinya suporter bonek menghentikan laju truknya. Rupanya, ratusan suporter bonek itu melihat ada slayer (syal) Aremania nglewer keluar Suzuki Carry. ‘’Aremania. Aremania mandhek,’’ ucap Novi menirukan teriakan suporter bonek.
Seketika itu semua penumpang mobil berhamburan menyelamatkan diri. Tidak terkecuali Slamet, yang ketika itu nyata-nyata menggunakan kaos Aremania yang belum lama dibelinya di Stadion Kanjuruhan Malang.
Saat lari, Slamet lupa kalau berangkat dengan kekasihnya Novi. ‘’Padadal, saya lari dan sembunyi di kandang sapi. Tapi, saya tetap dikejar seorang bonek. Saya baru aman saat menemukan kamar mandi, dan sembunyi di dalamnya,’’ tutur Novi mengenang pelariannya.
Begitu ingat Novi, rupanya Slamet yang posisinya sudah sangat aman dari amuk massa bonek, ingin kembali. Slamet ingin menyelamatkan Novi. Tetapi, naas belum sempat menemukan Novi, Slamet telah lebih dahulu menjadi bulan-bulanan suporter bonek. ‘’Saya tidak tahu (dihajarnya). Tapi, jelas saya mendengar suara bak-buk bak- buk,’’ kata Novi.
Setelah dirasakan reda dan ratusan bonek melanjutkan perjalanan ke Sragen, Novi pun keluar dari tempatnya sembunyi. Novi menemukan tubuh kekasihnya, Slamet yang sehari-hari jualan sayur keliling, tanpa daya dan kekuatan. Darah mengucur deras karena luka-luka yang dialami Slamet sanat serius.
‘’Wonten tigo tatune. Sing mriki sakmenten ombone (Ada tiga lukanya. Yang sini segini besarnya),’’ rinci Novi menggambarkan luka robek di punggung dan kepala belakang Slamet.
Begitu didekati Novi tidak kuasa melihat kondisi kekasihnya. Novi juga tidak mampu komunikasi dengan Slamet. Karena keadaannya benar-benar sangat parah. Komunikasi dengan Slamet baru terjadi saat sudah berada di RSU Sragen. ‘’Iki piye.’’ Hanya itu kata-kata yang keluar dari mulut Slamet kepada Novi. Yang akhirnya, Slamet meninggal dunia.
Saat itu, bisa saja Novi dan Doni mengalami nasib sama seperti Slamet. Tetapi, karena Novi dan Doni menunda ganti kaos Arema, akhirnya bisa lolos. Meski untuk lolos itu harus melalui perjuangan berat. Novi harus berlari mencari persembunyian. Doni dengan dada dan tubuh gemetaran berusaha bertahan nonton TV di dalam bengkel ban.
‘’Waktu isi bensin di pom itu (SPBU Jatisomo) saya disuruh mas mandi dan ganti baju (kaos Arema). Tapi, karena masih pagi dan waktu mainnya masih lama, saya bilang nanti saja,’’ kata Novi. Doni sendiri juga memilih tidak ganti kaos Arema dan tetap mengenakan kaos kuning tanpa gambar apapun.
Novi dan keluarga Slamet kini hanya bisa pasrah. Mereka berharap benar-benar ada keadilan dibalik semua penderitaan yang ditanggung Slamet dan keluarga yang ditinggalkan. Mereka percaya penegak hukum bisa berbuat adil dan profesional untuk ‘membalaskan’ pengorbanan nyawa Slamet. Dan juga Eko Prasetyo.
BACA: Biadab! Mengapa Ini Harus Terjadi? Sama-sama Suporter dari Jawa Timur
BACA: 'Supir Bus Titip Mayat Eko sama Saya'
‘’Slamet sejak kecil sudah gila bola. Sekarang semua orang di sini, merasa kehilangan Slamet yang dikenal sangat blater (gampang bergaul),’’ pungkas Adi dan Novi. (**/habis)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ketika Sampah Membanjiri Kota Mataram
Redaktur : Tim Redaksi