jpnn.com - jpnn.com - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali tercoreng oleh kelakuan salah satu hakimnya. Adalah Patrialias Akbar, hakim konstitusi yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menerima suap, Rabu (25/1).
Jauh sebelum menjadi hakim MK, Patrialis pernah berkarier sebagai akademisi sekaligus pengacara. Selanjutnya, pria berdarah Minang itu menjadi politikus Partai Amanat Nasional (PAN) dan duduk sebagai anggota DPR hasil Pemilu Legislatif 1999.
BACA JUGA: Patrialis Akbar Kena OTT KPK: Nasir Djamil: Innalillahi
Pada 2009, Patrialis mencoba peruntungan dengan maju sebagai calon senator. Dia ikut pemilihan legislatif jalur Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Provinsi Sumatera Barat.
Namun, Patrialis gagal lolos ke Senayan. Tapi nasib baik tetap berpihak pada pria kelahiran Padang, 31 Oktober 1958 itu.
BACA JUGA: Pernah Digarap KPK, Bos Impor Itu Suap Hakim MK
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang baru terpilih lagi pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2009 ternyata menunjuk Patrialis sebagai menteri hukum dan HAM di Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Tapi Patrialis hanya sekitar dua tahun menjadi menteri hukum dan HAM karena terkena reshuffle kabinet.
Begitu lengser dari kabinet, Patrialis memperoleh jabatan empuk sebagai komisaris utama PT Bukit Asam. Namun, posisi itu harus dia tinggalkan karena pada 2013 menjadi hakim MK atas usulan Presiden SBY.
BACA JUGA: Tangkap Patrialis Akbar, KPK: Ini Murni Info Masyarakat
Ketua MK Arief Hidayat mengatakan, hakim konstitusi berjumlah sembilan orang. Jumlah itu terdiri dari tiga pilihan pemerintah, tiga dari DPR, serta tiga hakim usulan Mahkamah Agung.
"Kebetulan Pak Patrialis usulan dari pemerintah. Masuk di sini (MK) karena usulan pemerintah," ujar Arief di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/1).
Oleh sebab itu, tutur Arief, pemerintah harus mencari hakim pengganti Patrialis jika nantinya bekas politikus PAN itu terbukti bersalah menerima suap. "Maka presiden berkewajiban mengisi satu kekosongan itu," katanya.
Arief juga meminta kepada Presiden Joko Widodo segera mencari pengganti Patrialis. Sebab, pada Februari nanti akan ada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak yang biasanya berbuntut sengketa.
"Maka dengan hormat sangat urgen untuk mengisi kekosongan itu," ungkapnya.
Masuknya Patrialis ke MK memang sempat memicu polemik. Pada Juli 2013, Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK punya catatan singkat tentang rekam jejak Patrialis yang ditunjuk SBY untuk menjadi hakim MK dari unsur pemerintah menggantikan Achmad Sodiki.
Dalam catatan Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan MK, keputusan SBY menunjuk Patrialis jelas tidak memerhatikan rekam jejak. Sebab, Patrialis sudah pernah ikut seleksi hakim MK untuk menggantikan Jimly Asshiddiqie, namun gagal dalam proses fit and proper test di DPR.
Merujuk pemberitaan pada 30 Juli 2013, anggota koalisi masyarakat yang juga aktivis LBH, Alvon Kurnia Palma menyebut Patrialis juga pro-koruptor. Saat menjadi menteri hukum dan HAM, sejumlah kebijakan Patrialis dipandang bertolak belakang dengan upaya pemberantasan korupsi.
Misalnya,Patrialis mengobral remisi dan pembebasan bersyarat untuk koruptor, termasuk dukungannya atas pemberian grasi bagi Syaukani HR, mantan Bupati Kutai Kertanegara yang menjadi narapidana korupsi.
Patrialis mengobral remisi dan pembebasan bersyarat terhadap koruptor, termasuk dukungannya atas pemberian grasi untuk Syaukani HR, mantan bupati Kutai Kartanegara yang menjadi narapidana korupsi. "Pada era Patrialis juga terungkap skandal sel mewah milik Artalyta Suryani di Rutan Pondok Bambu," ujar Alvon.(cr2/JPG)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Agar Impor Daging Lancar, Minta Tolong Patrialis Akbar
Redaktur & Reporter : Antoni