jpnn.com, JAKARTA - Guru harus bekerja minimal 40 jam setiap minggu jika tidak ingin Tunjangan Profesi Guru (TPG) dipotong.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemdikbud Ari Santoso mengungkapkan bahwa Undang Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan turunannya telah mengatur tentang jam kerja bagi PNS. Guru yang masih berstatus PNS juga bukan pengecualian.
BACA JUGA: Para Guru Agama Ternyata Belum Terima Tunjangan Sejak 2011
“Dalam aturannya, ASN harus bekerja minimal 8 jam. Sama seperti saya. Jadi jam kerjanya kira-kira setengah 8 hingga setengah 5,” kata Ari kemarin (26/11).
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru telah mengatur bahwa kewajiban mengajar selama 24 jam tatap muka telah digantikan dengan kewajiban bekerja selama 40 jam dalam seminggu.
BACA JUGA: Tunjangan Guru Dihapus, Jokowi: Kerap Muncul saat Kampanye
Kewajiban ini harus dilaksanakan agar guru bisa mendapatkan Tunjangan Profesi Guru (TPG) setiap bulannya.
Setelah dievaluasi, kewajiban mengajar selama 24 jam tatap muka menjadikan banyak guru “kejar tayang” untuk sekedar menggugurkan kewajibannya mengajar. Beberapa guru bahkan ada yang mengambil kelas di sekolah lain hanya untuk cepat-cepat memenuhi kebutuhan 24 jam.
BACA JUGA: Pembayaran TPG Lambat, Ternyata Ini Penyebabnya
“Karena 24 jam tatap muka, akibatnya guru orientasinya cuma ngajar, tidak ada fungsi pendidikannya. Pokoknya setelah 24 jam selesai, gugur kewajiban,” kata Ari.
Dengan pemberlakukan 40 jam atau 8 jam kerja. Guru bisa melakukan fungsi-fungsi pendidikan lainnya. Seperti merencanakan pembelajaran, lebih dekat berinteraksi dengan peserta didik, memotivasi, sampai mengetahui dan mempelajari karakter mereka.
“Bahkan mengoreksi soal itu juga termasuk dalam bekerja yang diwajibkan ini. Jadi tidak harus tatap muka. Mau berapa jam tatap muka silahkan menyesuaikan dengan sekolah masing-masing,” jelas Ari.
Untuk sosialisasi dan penegakan aturan ini, Kemdikbud akan bekerja sama dengan Pemerintah Daerah (Pemda). Ari menyebut, secara struktural, yang berwenang terhadap guru sebagai ASN adalah Pemda. Yakni pemerintah kota/kabupaten untuk SD dan SMP. Serta Pemerintah Provinsi untuk SMA/SMK.
Namun, bukan berarti Kemdikbud tak punya instrumen penegakan aturan. Ari mengingatkan bahwa kewenangan pemberian TPG berada di Kemdikbud. Jika guru tidak memenuhi kewajiban 40 jam kerja tersebut, maka TPG pasti akan dipotong.
“Sesuai prinsip ASN saja. Kalau anda tidak bekerja sesuai target, ya tunjangan pasti akan dipotong. Sama seperti saya juga,” jelasnya.
Ari menambahkan bahwa Kemdikbud akan menjalin kerjasama dengan Kemeterian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menegakkan aturan ini. Dalam beberapa pertemuan sebelumnya, Ari menyebut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sudah berkomitmen untuk mengawasi dengan ketat penggunaan tunjangan-tunjangan yang diberikan pemerintah.
Untuk rencana penggunaan sistem fingerprint untuk absensi guru, Ari mengatakan tidak akan diberlakukan secara merata. Karenat tidak semua sekolah mampu untuk mengadakan alat tersebut. “Dilihat kemampuan per sekolah,” katanya.
Meski demikian, kepala Pusat Teknologi dan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom Kemdikbud) Gogot Suharwoto mengungkapkan hingga sejauh ini belum ada program untuk pengadaan fingerprint untuk sekolah-sekolah. (tau)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Skema Penerimaan Tunjangan Profesi Guru Non-PNS Diubah
Redaktur & Reporter : Soetomo