jpnn.com - JAKARTA - Komisaris Jenderal (Komjen) Budi Gunawan mengajukan permohonan praperadilan terkait penetapan tersangka dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam permohonan, salah satu pasal yang digunakan Budi Gunawan adalah Pasal 95 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pasal 95 ayat (1) KUHAP menyebutkan, tersangka, terdakwa, atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut, dan diadili atau dikenakan tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
BACA JUGA: Ibarat RUU, BG Otomatis Kapolri setelah 30 Hari Sejak Persetujuan DPR
"Terminologi tindakan lain dijadikan pintu masuk, termasuk oleh Pak Budi Gunawan," kata Akademisi FH UI, Ganjar Laksmana Bonaprapta dalam diskusi di Menteng, Jakarta, Minggu (8/2).
Ganjar menjelaskan, kerugian karena tindakan lain adalah kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, penggeledahan, dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum. Tiga hal ini, sambung dia, belum dilakukan oleh KPK.
BACA JUGA: Penetapan Tersangka Bukan Objek Praperadilan
"Pak Budi Gunawan rumahnya belum dimasukin, KPK juga belum melakukan penggeledahan. Penyitaan juga belum dilakukan," tutur Ganjar.
Karena itu, Ganjar menyatakan pasal 95 ayat (1) KUHAP tidak bisa diterapkan dalam praperadilan yang diajukan Budi Gunawan.
BACA JUGA: Trio Macan Istana Digoyang Lagi
"Pasal 95 tidak bisa baik dari isi pasal maupun penjelasan," ucapnya.
Dikatakan Ganjar, praperadilan bisa digunakan untuk sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, dan penghentian penuntutan. Penetapan tersangka, kata dia, tidak masuk dalam objek praperadilan.
"Praperadilan ini upaya terbatas. Harus kembali pada empat tema utama praperadilan (penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, dan penghentian penuntutan)," tandas Ganjar.(gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Masyarakat Desa Perbatasan Inferior Hadapi WNA
Redaktur : Tim Redaksi