jpnn.com, MEDAN - Polda Sumatera Utara mendapat protes dari salah satu rekrutmen yang gugur dalam penerimaan taruna Akademi Kepolisian (Akpol) pada 2017.
Calon siswa Sandi Pratama Putra menilai kegugurannya itu lantaran dianulir salah satu putra pejabat utama di kepolisian.
BACA JUGA: Mabes Polri Proses Kapolda Jabar Terkait Seleksi Calon Taruna Akpol
Kapolda Sumatera Utara Irjen Paulus Waterpauw mengaku tidak bisa berkomentar terkait hal tersebut.
Kebijakan itu, menurut dia, merupakan aturan lama yang harus diikuti olehnya.
BACA JUGA: Taruna Akpol, Jabatan Kombes Djoko Hari Utomo pun Dicopot
"Itu kan sudah merupakan kebijakan awal. Jadi saya tidak bisa komentar banyak," kata Paulus saat dihubungi, Jumat (14/7).
Saat ditanya pembuat kebijakan lama itu, Paulus tidak menjelaskan secara rinci.
BACA JUGA: Jiwa Korsa Jangan Salah Kaprah
Namun, Paulus mengaku sebagai pejabat baru harus menghormatinya.
"Kebijakan Kapolda yang sebelumnya. Itu sudah melalui pertimbangan yang harus dilakukan dengan baik," jelas Paulus.
Mantan Kapolda Papua ini meminta kepada semua pihak untuk tidak memperdebatkan hal tersebut.
Dia mengaku, selain syarat administrasi, ada pertimbangan lainnya yang membuat seseorang calon siswa lulus dalam rekrutmen.
Seperti, kata dia, orang tua calon siswa punya prestasi, kinerja baik, dan membanggakan institusi Polri.
"Ada nilai-nilai lain, pertimbangan lain. Misalkan mungkin ada pertimbangan orang tua ini orang yang cakap, yang punya prestasi, punya kinerja, nilai. Misalnya anggota Briimob yang berjuang. Dan hal seperti ini memang terkadang harus ada," jelas Paulus.
Akpol, beber Paulus, kebijakannya sama seperti akademi atau kampus lainnya.
Di mana ada kebijakan penambahan kouta untuk putra-putri seseorang yang berjasa bagi institusi.
"Tapi itu mungkin pikiran saya saja. Jadi artinya itu memang sudah keputusan. Jadi tidak bisa dipertimbangkan dari formal saja kadang ada dari informal yang harus dihormati," tandas dia.
Sebelumnya diketahui, seleksi penerimaan taruna Akademi Kepolisian Tahun 2017 diwarnai protes.
Aksi itu dilakukan oleh calon siswa (Casis) karena diduga telah terjadi kecurangan.
Salah seorang Casis, Sandi Pratama Putra kecurangan itu diawali dari penambahan kuota yang akan dikirim ke Semarang, Jawa Tengah dari 14 menjadi 15 orang.
Penambahan kuota tersebut dicurigai untuk meloloskan salah seorang peserta yang menjadi anak pejabat di Polda Sumatera Utara.
Dari 14 yang dikirim merupakan terdiri dari 13 taruna dan satu taruni yang ditentukan berdasarkan rangking dalam seleksi yang dilakukan di Polda Sumut.
Namun perangkingan itu diabaikan. Menurut Sandi, peserta yang berstatus anak pejabat malah masuk daftar dari pengiriman 19 Juni 2017 ke Semarang.
Padahal kata dia, rangkingnya berada di urutan 26 pada saat Pantohir (penentuan tahap akhir). (Mg4/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Hasil Autopsi Taruna yang Tewas Dianiaya
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga