jpnn.com - JAKARTA -- Direktur Eksekutif PolcoMM Institute Heri Budianto menegaskan bahwa pengumuman nama-nama kabinet kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla tak bisa lepas dari kompromi politik. Menurutnya, walau dipoles dengan istilah profesional dan profesional partai politik, tetap saja aroma kompromi politik tak bisa dilepaskan.
Dia mengatakan, hal itu terlihat dari nama-nama orang dekat dan pengurus teras parpol yang diangkat menjadi menteri, terutama dari PDIP sebagai pemilik "saham" terbesar.
BACA JUGA: Saleh Husin Bangga bawa Nama NTT di Kabinet Jokowi
Munculnya nama Puan Maharani, Rini Soemarno, Tjahjo Kumolo membuktikan bahwa Megawati Soekarnoputri masih sangat berpengaruh dalam penyusunan kabinet.
"Terutama nama Puan dan Rini, saya melihat ini digaransi Bu Mega. Kedua memiliki posisi strategis," kata Heri kepada JPNN, Minggu (26/10).
BACA JUGA: Maruarar Sirait Batal Jadi Menteri, Tjahjo: Kok Marah?
Menurut pengamatan Heri, penunjukkan nama-nama menteri PDIP paling rumit dan paling kuat dorongan ketua umum. "Kalau partai lain itu relatif lebih tenang dan tanpa gejolak," tegasnya.
Ia menyatakan, dari komposisi kabinet masih perlu dipertanyakan komitmen dan kompetensi dari sang menteri. Misalnya penunjukkan Menkumham dari PDIP ini kurang tepat. "Dan sebaiknya profesional yang mengisi posisi ini," katanya.
BACA JUGA: Ngobrol 15 Menit, Tedjo Edy Langsung Dipilih jadi Menkopolhukam
Sedangkan Menpan dan Reformasi Birokrasi, kata Heri, semestinya orang yang paling pas mengisinya adalah mantan birokrat atau yang memiliki wawasan akademis di bidang tersebut. Termasuk juga Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
"Malah saya berpikir justru bu Siti Nurbaya yang pas di Menpan dan Reformasi Birokrasi," timpal doktor ilmu komunikasi ini.
Menurut Heri, ekpektasi Presiden terhadap kabinetnya terlalu tinggi. Hal itu, kata dia, bisa dilihat dari pertama, penamaan "Kabinet Kerja" itu tentu memiliki makna sangat aplikatif.
Kedua, pernyataan Presiden ketika memperkenalkan menterinya satu persatu lengkap dengan latar belakang dan harapan, merupakan ekspektasi tinggi.
"Kadang ada menteri yang dipuji berlebihan, nah ini tentu menjadi beban jika ternyata menteri ybs tersebut tidak mampu bekerja," ungkapnya.
Menyimak cara Presiden mengumumkan dan memperkenalkan para menterinya merupakan tradisi baru yang bangun Presiden. Karena, hal itu sangat berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya.
"Kesan yang ingin dibangun santai dan natural, tapi substansi pernyataan tampak tanpa persiapan," kata dosen Universitas Mercu Buana Jakarta ini. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Marzuki Alie: Ada Menteri Jokowi Salah Tempat
Redaktur : Tim Redaksi