Ini Cara Dirjen Peternakan Urai Permasalahan Perunggasan

Kamis, 05 Oktober 2017 – 12:52 WIB
Dirjen PKH, Ketut saat menggelar rapat Koordinasi Perunggasaan dengan tema Dalam rangka menciptakan iklim usaha yang kondusif guna mengambil langkah yang strategis di Boyolali, Selasa (3/10) kemarin. Foto dok Humas

jpnn.com, BOYOLALI - Kementerian Pertanian (Kementan) berkomitmen menjaga peternak agar tetap dalam kondisi menguntungkan.

Karena itu, sinergi dengan para peternak sangat diperlukan. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), I Ketut Diarmita mengajak para peternakan mandiri dan integrator guna mengurai atau mencari solusi terkait permasalahan perunggasan di Jawa Tengah.

BACA JUGA: Mentan: Mau Jadi Investor, Harus Punya Uang Tunai

Hal ini dilakukan Dirjen PKH, Ketut pada Rapat Koordinasi Perunggasaan dengan tema Dalam rangka menciptakan iklim usaha yang kondusif guna mengambil langkah yang strategis di Boyolali, Selasa (3/10) kemarin.

Menurut I Ketut Diarmita, selama ini khususnya di wilayah Jawa setiap memasuki bulan Safhar dan Suro atau Oktober dan November terjadi fenomena yang berulang setiap tahun, yaitu harga Live Bird yang biasanya cenderung menurun.

BACA JUGA: Mentan Tambah Dana Rp 200 Miliar, Semua Harus Kerja Keras

“Selalu terjadi persoalan seperti itu karena permintaan unggas memang menurun, sehingga dampaknya akan ada kelebihan produksi. Itu sudah lagu lama. Untuk itu kita akan ambil sikap bersama agar peternak tidak rugi. Apa keluhan peternak akan saya carikan jalan keluar," ucap Ketut saat Rapat Koordinasi yang dihadiri para pelaku usaha ayam ras, baik peternak broiler, ayam pejantan dan petelur, serta asosiasi (PINSAR dan GOPAN).

Selain itu juga hadir wakil Bupati Kabupaten Boyolali dan Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Tengah.

BACA JUGA: Mentan: Warga Maluku Jangan Hanya di Balik Sarung!

Pemerintah, kata dia, sudah mengeluarkan sejumlah kebijakan terkait masalah itu. Selain itu pihaknya juga mengajak para pengusaha besar untuk juga memikirkan nasib kalangan peternak kecil.

"Sudah ngobrol dengan salah satu integrator, akan membuka ekspor ke Korea Selatan. Peluang itu ada. Saya berfikir lebih baik kelebihan-kelebihan yang ada di Indonesia diekspor. Permasalahannya kembali ke biaya produksi, bagaimana mencari solusi agar biaya produksi itu turun, sehingga kita bisa bersaing," tandasnya.

Untuk mengatasi permasalahan perunggasan tersebut pemerintah telah melakukan beberapa upaya, yaitu mengeluarkan Permentan No 61 tahun 2016 tentang penyediaan, peredaran dan pengawasan ayam.
Kemudian Permetan tersebut telah disempurnakan untuk mengakomodir permasalahan peternak ayam petelur, sehingga diterbitkan Permentan 32/Permentan/PK.230/9/2017 tahun 2017 yang mengatur tentang penyediaan, peredaran dan pengawasan ayam ras dan telur konsumsi.

“Pada prinsipnya peraturan tersebut adalah untuk menjaga keseimbangan supply dan demand,” sebutnya.

Lebih lanjut Ketut jelaskan untuk penerapan Permentan tersebut telah dikeluarkan Surat Edaran Dirjen Peternakan dan Keswan No. 3035/KPts/PK.010/F/3/2017 tentang pengurangan DOC FS Broiler, DOC FS Jantan Layer dan FS Layer. Regulasi pemerintah ini diterbitkan untuk menjaga keseimbangan industri perunggasan terhadap fluktuasi harga.

“Dampaknya industri perunggasan tetap berkembang dan memberikan kontribusi kepada negara melalui penyediaan bahan pangan asal ternak yang berkualitas dengan harga terjangkau, serta dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat,” jelasnya.

Setidaknya ada lima langkah-langkah Kementan melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk mengatasi permasalahan penurunan harga Live Bird di tingkat peternak.
Pertama, perusahaan Pembibit atau Integrator harus mengoptimalkan tingkat pemotongan di RPHU (Rumah Pemotongan Hewan Unggas) agar dapat meningkatkan serapan Live Bird atau mengurangi pasokan Live Bird yang beredar di pasar, serta mengurangi peran pedagang perantara (broker).

“Kedua, Perusahaan Pembibit harus melakukan pengaturan produksi dan distribusi DOC kepada para pelaku usaha untuk menjaga keseimbangan suplai dan demand Live Bird, terutama pada bulan Safhar dan Suro yang permintaannya cenderunng menurun,” sebut Ketut.

Ketiga, penerapan Kepmentan 3035 Tahun 2017 terutama terkait pengurangan Produksi DOC Pejantan 20 persen dan pengurangan populasi FS layer umur di atas 70 minggu bagi perusahaan atau peternakan yang populasinya lebih dari 100. 000 ekor.

Pengaturan keseimbangan suplai-demand dengan melakukan penghitungan kebutuhan DOC ayam Pejantan sebagai dasar dalam pengaturan produksi dan distribusi DOC pejantan, mengingat DOC pejantan merupakan waste product dari produksi DOC layer.

Keempat, pendataan aspek distribusi ayam ras (broiler dan layer) dengan melibatkan pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk menentukan kebutuhan, terutama terkait dengan pengaturan populasi dan produksi.

Kelima, melibatkan pemerintah daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, serta stakeholder terkait untuk mengintensifkan kegiatan promosi dan edukasi terhadap masyarakat untuk meningkatkan konsumsi daging ayam dan telur dalam negeri, serta memperluas pasar luar negeri (ekspor).

“Keenam, himbauan ke Peternak Unggas agar melakukan pembenahan pada aspek budidaya dengan menerapkan Good Husbandry Practices dan prinsip-prinsip animal welfare sebagai upaya peningkatkan efesiensi usaha untuk menghadapi persaingan global,” pungkasnya.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mentan Deklarasikan Pengembalian Kejayaan Rempah Indonesia


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Kementan  

Terpopuler