INI PELAKUNYA... Perobek Bendera Belanda di Surabaya, Berkibarlah Merah Putih

Rabu, 04 November 2015 – 16:30 WIB
Soemarsono. Gambar ini termuat dalam buku Revolusi Agustus. Foto: Repro Wenri Wanhar/JPNN.com.

jpnn.com - Surabaya, 19 September 1945

"Mari kita turunkan bendera itu," ajak Soemarsono. Sekitar 15 orang pemuda yang hari itu berkumpul di kediaman Soemarsono di Peneleh segera bergerak.

BACA JUGA: AYA DI DIYE ...Senarai Tapak Peradaban Di Tatar Pasundan

Sesaat sebelumnya, Soemarsono, Roeslan Widjajasastra dan Soekarno (bukan presiden) sedang asyik ngobrol ketika pemuda-pemuda kampung datang dan melaporkan; bendera merah putih biru berkibar di Hotel Yamato.

Tentara Sekutu sebagai pemenang perang dunia kedua memang baru saja tiba di Surabaya. Tugas mereka sebenarnya "bersih-bersih" paska perang. Antara lain memulangkan Jepang sebagai orang yang kalah perang ke negaranya.

BACA JUGA: Sejarah Kata Pertambangan di Negeri Tambang

Nah, Belanda yang membonceng Sekutu memanfaatkan momen ini untuk kembali menguasai negeri ini.

Di sepanjang jalan dari Peneleh menuju Tunjungan, belasan orang pemuda itu berteriak-teriak, "ayok ikut kami, turunkan bendera merah putih biru," kenang Soemarsono dalam buku Revolusi Agustus.

BACA JUGA: Bule Cantik Ini Selalu Mendampingi Bung Tomo Tiap Malam Saat...

Soemarsono ketika itu berusia 24 tahun. Dia pemimpin Angkatan Muda Minyak Indonesia. 

Makin lama jumlah mereka makin banyak. Sesampai di muka Hotel Yamato--di zaman Belanda namanya Hotel Orange--jumlah mereka sudah 50-an orang.

Massa bersorak menyeru perintah, "turunkan bendera!" berkali-kali. Karena penjaganya orang Inggris, dan dianggap tak paham bahasa Indonesia, maka massa berteriak, "put down the flag! Put down the flag!"

Tetap saja tak digubris. Saat itulah keluar Mr. W.V.Ch. Ploegman, keluar ke halaman hotel sembari mengayun-ayunkan kayu hitam.

"Dia itu boxer, orangnya gede tinggi kayak Samson. Kita lempari dia dengan batu dan pecahan atap genteng, sambil berlari mundur. Sampai jarak kira-kira 100 meter kita berhenti," kenang Soemarsono. 

Lalu massa bergerak maju lagi sambil berteriak, "put down the flag!"

Dan massa jumlahnya sudah ratusan. Ploegman yang juga maju menantang, tiba-tiba terkapar. Tewas kena tusuk. 

"Tidak tahu siapa yang menusuk. Kalau menurut perasaan saya banyak orang di sekitar itu, termasuk pengendara becak," tutur Soemarsono.

Sejurus kemudian, tanpa ada yang memberi aba-aba, ada saja yang berinisiatif mengambil tangga untuk memanjat punggung hotel itu.

"Bukan satu orang saja, tapi dua, tiga orang sampai lebih dari sepuluh orang yang naik ke atas, naik lagi terus sampai ke tempat bendera itu, lalu dirobek birunya dan berkibarlah sang merah putih dengan megah," kenang Soemarsono.

Pemuda Republik Indonesia

Dua hari kemudian. Dalam sebuah pertemuan, organisasi-organisasi pemuda di Surabaya sepakat bersatu membentuk Pemuda Republik Indonesia (PRI). Soemarsono dipilih jadi ketua. 

Pada 23 September 1945, bertempat di Gedung Nasional Indonesia (GNI) di Jl. Bubutan Surabaya, Angkatan Muda Indonesia (AMI) yang dipimpin Roeslan Abdulgani memfasilitasi pertemuan  pemuda Surabaya. 

Dalam pertemuan itu, Roeslan Abdulgani menyatakan, "Saya memang sudah terlampau tua untuk memimpin pemuda, saya usulkan kepada saudara-saudara, karena ada calon yang lebih cocok dengan saudara-saudara, ya ini Soemarsono. Apakah saudara-saudara bisa menerima?"

Semua serentak menerima usul tersebut. Sejak itu, organ-organ pemuda Surabaya lebur ke dalam PRI, pimpinan Soemarsono.

Dan Bung Tomo yang legendaris itu, sebelum mendirikan dan memimpin Barisan Pemberontakan Rakjat Indonesia (BPRI), adalah Ketua Bidang Penerangan PRI. (wow/jpnn)

(baca juga: TERNYATA...Bung Tomo Sempat Dicap Pengkhianat)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Misteri Biola Kedua Di Sumpah Pemuda


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler