jpnn.com, JAKARTA - Bupati Buton non aktif Samsu Umar Abdul Samiun tak merasa pernah memberikan uang untuk mempengaruhi hasil sidang sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi.
Mengenai uang Rp 1 miliar yang ditransfernya, adalah untuk advokat Arbab Paproeka dan sama sekali tidak berkaitan dengan sengketa pilkada Buton.
BACA JUGA: Mantan Hakim MK Beri Kesaksian di Sidang Bupati Buton
Umar mengaku kenal dengan Arbab sejak 2000 ketika sama-sama menjadi pengurus Partai Amanat Nasional (PAN). Saat itu Arbab menjabat Sekretaris DPW PAN Sulawesi Tenggara. Sedangkan Umar merupakan ketua DPD PAN Kabupaten Buton.
"Tapi setelah Arbab sudah tidak menjadi anggota DPR lagi saya sudah hampir tidak pernah melakukan komunikasi dengan Arbab,” kata Umar dalam sidang perkara dugaan suap kepada mantan Ketua MK Akil Mochtar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (23/8).
BACA JUGA: Ahli: Ini Bukan Suap, tapi Penipuan
Dia mengatakan, setelah tak lagi jadi anggota DPR, Arbab sering memanfaatkannya untuk memperoleh keuntungan. Bahkan, ujar dia, Arbab kadang meminta sejumlah uang dengan mengatasnamakan suatu kegiatan atau teman-teman lain.
Majelis hakim kemudian bertanya ihwal pertemuan Umar dan Arbab di Hotel Borobudur, Jakarta. Menurut Umar, ketika itu dia banyak mendapat telepon dari banyak orang yang mengucapkan selamat atas kemenangannya di pilkada Buton.
BACA JUGA: Hanya Papasan di Hotel, Bantah Bahas Sengketa Pilkada
Salah satunya Arbab Paproeka yang meminta bertemu di Hotel Borobudur. Di sana, Arbab mengajak Umar ke sebuah ruangan yang ternyata di dalamnya ada Akil Mochtar.
“Saya tidak ingin ke ruangan itu, tapi Arbab memaksa dan bilang tidak apa-apa. Di dalam ruangan tersebut saya memang melihat ada Akil Mochtar sedang duduk. Tapi, tidak bertemu (berbicara) dengan Akil saat itu,” ungkap Umar.
Sekitar tujuh menit di ruangan, Umar merasa tidak nyaman. Dia langsung memberi isyarat kepada Arbab ingin pulang.
"Arbab lalu mengantar saya ke lobi dan saya langsung pulang dan matikan HP saya," katanya dalam sidang yang beragendakan pemeriksaan terdakwa itu.
Keesokan paginya, lanjut Umar, Arbab menelpon untuk meminta uang. Tak mau menyanggupi permintaan itu, Umar pun berkelit. Dia kembali mematikan HP.
Tapi ternyata Arbab terus menerornya dengan permintaan tersebut. "Malamnya saya buka HP, masuk SMS dari Arbab meminta Rp 5 miliar," tegasnya.
Umar akhirnya mengikuti kemauan Arbab karena tak mau terus-terusan diganggu. Dia mentransfer Rp 1 miliar ke rekening yang diberikan oleh Arbab.
Berdasarkan pengakuan Arbab, lanjut Umar lagi, rekening tersebut milik rekannya untuk keperluan bisnis.
"Setelah saya transfer, saya lalu ganti nomor HP karena saya tidak ingin lagi berurusan dengan Arbab,” kata Umar.
Nah, sekitar dua tahun kemudian mencuatlah kasus Akil ditangkap KPK terkait suap sengketa pilkada.
Umar mengaku kaget melihat di pemberitaan bahwa sengketa piljada Buton termasuk dalam kasus yang menjerat Akil.
“Saya tahu bahwa rekening itu berkaitan dengan Akil Mochtar melalui pemberitaan di televisi. Saya lalu telepon Arbab tanya 'ini kok rekening ada kaitannya dengan Buton?' Lalu Arbab balik bertanya 'Bung kirim ke rekening itu?' Saya bilang iya saya sudah kirim dan ternyata Arbab juga tidak tahu,” katanya heran.
Karena merasa bersalah, Arbab beserta istri dan keluarganya menyampaikan permohonan maaf kepada Umar dan keluarga. Arbab juga berkirim surat kepada KPK bahwa dirinyalah yang bertanggung jawab dalam masalah tersebut.
“Dalam perkara ini saya merupakan orang yang dirugikan. Ketika saya ditetapkan sebagai tersangka dua minggu kemudian kakak saya meninggal, setelah itu dua hari kemudian anak saya yang tengah mengandung cucu pertama saya juga keguguran,” kata Umar menahan tangis dan membuat suasana persidangan menjadi penuh haru. (san/rmol)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saksi Ungkap Peran Advokat Paksa Umar Samiun
Redaktur & Reporter : Adil