Ini Rekomendasi FSGI untuk Membendung Radikalisme di Sekolah

Minggu, 20 Mei 2018 – 23:26 WIB
Siswa SMP sedang belajar di kelas. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberikan sejumlah rekomendasi untuk mencegah mewabahnya radikalisme di dunia pendidikan khususnya sekolah.

Wakil Sekretaris Jenderal FSGI Satriwan Salim mengatakan, strategi kontraradikalisme dan deradikalisasi di dunia pendidikan khususnya di sekolah harus dibangun bersama-sama oleh penyelenggara pendidikan, guru dan pemerintah.

BACA JUGA: Amerika Serikat Kembali Diguncang Penembakan di Sekolah

Dari kajian FSGI, ada beberapa rekomendasi sebagai bagian dari ikhtiar kolektif kita mencegah wabah radikalisme di dunia pendidikan. Pertama, guru sebagai profesi yang mulia mesti mengingat kembali kompetensi dan misi luhurnya, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.

Misi filosofis dan konstitusional tersebut mestinya diterjemahkan dengan praktik pembelajaran yang progresif, mempromosikan toleransi, kebinekaan dan cinta terhadap perbedaan serta cinta tanah air.

BACA JUGA: 4 Catatan Kritis FSGI soal Bibit Radikalisme di Sekolah

“Tak dipandang guru mata pelajaran apa pun dia, untuk mencapai misi kebangsaan tersebut. Tiap-tiap pribadi guru haruslah menjalankan aktivitas pedagogisnya berdasarkan nilai-nilai kebangsaan dan tujuan berbangsa-bernegara," kata Satriwan, kepada jpnn.com, Minggu (20/5).

Kedua, pembelajaran di kelas harus semenarik mungkin. Guru jangan berhenti belajar mengenai metode pembelajaran yang kreatif dan kritis. Sudah waktunya para guru menghadirkan pembelajaran kritis (pedagogi kritis).

BACA JUGA: FSGI Temukan Guru Rajin Mengunggah Berita Hoaks di Medsos

Dijelaskan Satriwan, keterampilan berpikir kritis adalah salah satu kunci agar siswa tidak bisa lagi dicekoki oleh pemahaman intoleran dan radikal. Pemahaman tentang pedagogi kritis dan keterampilan berpikir kritis ini harus bermula dari guru.

Jika gurunya profesional dan berpikir kritis tentu suasana pembelajarannya akan dialogis, dinamis dan argumentatif. Bukan lagi pembelajaran yang doktrinatif. Guru tak lagi asik bermonolog satu arah.

“Jadi pedagogi kritis dan literasi yang baik di sekolah adalah kunci utama agar siswa dan guru tak terjebak pada virus intoleran dan radikalisme," tegas Satriwan.

Di sisi lain, guru jangan lagi membawa pandangan politik pribadi (kelompoknya) ke depan siswa di kelas. Guru harus mampu memisahkan kepentingan pedagogis dengan preferensi politis dan ideologisnya, apalagi ketika berhadapan dengan siswa di jenjang SMA/MA/SMK yang umumnya sudah punya hak pilih dalam Pilkada/Pemilu.

Kemudian, FSGI mendorong Kemdikbud khususnya Puskurbuk (Pusat Kurikulum dan Perbukuan), untuk membuat semacam model pembelajaran yang bermuatan pencegahan terhadap intoleransi, radikalisme dan terorisme di setiap jenjang pendidikan.

Jika ini sudah terbentuk, tentu harus disampaikan secara menyeluruh bagi para guru. Pelatihan-pelatihan yang menunjang terkait pencegahan radikalisme dan terorisme ini sudah mendesak dilakukan secara berjenjang, berkelanjutan dan berkualitas. (fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ramadan Momen Tepat Perangi Hoaks dan Radikalisme


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
radikalisme   FSGI   Sekolah  

Terpopuler