Ini Suara Beragam Politisi Senayan soal Luhut Panjaitan

Jumat, 06 Maret 2015 – 02:00 WIB
Luhut Panjaitan. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Polemik pemberian kewenangan yang besar kepada Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Kepala Staf Kepresidenan, semakin meluas. Setelah Wapres Jusuf Kalla menunjukkan ketidaksenangannya, sejumlah politikus Senayan dari beragam partai juga menolak pria berpangkat jenderal (purn) itu diberi kekuasaan berlebihan.

Dari suara sejumlah politisi Senayan, sejauh ini, hanya dari PKS yang menyatakan setuju Luhut diberi peran besar.

BACA JUGA: Kasus Pimpinan dan Penyidik KPK Ditunda, bukan Dihentikan

Pentolan PKS Fahri Hamzah menilai, pemberian kewenangan besar kepada Luhut yang dipayungi Perpres Nomor 26 Tahun 2015 itu sebagai langkah positif, sebagai upaya Jokowi memperkuat sistem presidensiil.

Menurutnya, lembaga kepresidenan memang harus kuat. Karena itu, staf kepresidenan yang melekat pada lembaga itu, sudah sepantasnya diperkuat perannya. Soal kekhawatiran adanya tumpah tindih kewenangan Luhut dengan wapres, menko, dan para menteri, Fahri menilainya itu hanya masalah teknis yang hanya butuh ketegasan pengaturan saja.

BACA JUGA: Mantan Pengacara BG: Emangnya KPK Tak Boleh Salah?

Wakil Ketua DPR itu bahkan mendorong agar payung hukum ditingkatkan menjadi Undang-undang (UU), tidak cukup hanya Perpres. "Saya mengusulkan tidak hanya Perpres tapi perlu diatur dalam UU," kata Fahri di Senayan, kemarin (5/3).

Sementara, anggota Fraksi Partai Golkar Tantowi Yahya menilai, kewenangan Luhut bisa mengancam peran wapres.  "Saya mempertanyakan fungsi wakil presiden bagaimana?" kata Tantowi.

BACA JUGA: Laksanakan Tugas Kemanusiaan, Diganjar Polmas Award

Lebih lanjut, pria asal Palembang itu juga memprediksi, kewenangan besar Luhut akan akan berpengaruh pada pola hubungan dengan mensesneg dan seskab yang sama-sama berkantor di Istana.

 "Kita bingung pola kerjasama staf kepresidenan, mensesneg dan seskab, pembagiannya gimana, belum begitu jelas. Ketiganya semua ring 1 dan semua bekerja di istana," ujarnya.

Lebih keras tanggapan anggota DPR dari PAN, Yandri Susanto. Dia menilai, Luhut dengan kewenangan besarnya, berpotensi mengganggu kekompakan kabinet. Ini lantaran menteri keberadaannya diatur UU, sedang Staf Kepresidenan, diatur perpres. Sementara, peran yag diberikan ke Luhut lebih besar, antara lain bisa mengkoordinasikan lintas kementerian dan sekaligus mengevaluasi kinerja mereka.

"Jangan sampai ada yang merasa subordinat. Kalau tidak diantisipasi dalam hal kebijakan bisa berbenturan, kekompakan kabinet bisa terganggu," ujarnya mengingatkan.

Yandri mengatakan, pihaknya akan mengusulkan ke pimpinan komisi agar memanggil Luhut untuk memberikan penjelasan mengenai kewenangan yang dia peroleh dari presiden itu.

Sedang anggota DPR dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu menilai, kewenangan Luhut berpotensi tabrakan dengan kewenangan menko dan wapres. "Jangan sampai tugas staf kepresidenan itu beda tipis dengan Wapres," tegas Masinton.

Sebelumnya, kepada media, Wapres JK mengaku tidak tahu dan tidak diajak bicara oleh Presiden Jokowi mengenai tugas baru untuk Luhut itu.

"Belum, belum, belum. Setneg saja belum tahu, apalagi saya. Nggak tahu saya,” kata JK dengan wajar serius saat ditemui di Kantor Wapres, Jalan Veteran, Jakarta Pusat (Rabu, 4/3).

Menurut JK, kewenangan Luhut berpotensi menimbulkan koordinasi yang berlebih. Pasalnya, untuk tugas koordinasi sudah dipegang oleh dirinya. Kewenangan terlalu luas bagi Luhut justru malah bisa menimbulkan kesimpangsiuran.

"Ada instansi lagi yang bisa mengkoordinasi pemerintahan, berlebihan nanti. Kalau berlebihan bisa simpang siur,” cetusnya. (sam/fat/jpnn)

   

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pelimpahan Kasus BG Tidak Sah, Sama Saja Tak Hormati Praperadilan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler