jpnn.com, JAKARTA - Upaya Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mewujudkan kemandirian pangan berbasis agribisnis rakyat terus bergulir melalui berbagai program unggulan subsektor peternakan.
Menyasar peternakan rakyat, pemerintah berupaya meningkatkan produktivitas ternak dengan memperkuat sistem pemeliharaan dan manajemen peternakan secara umum. Berbagai aspek menjadi titik pengendalian program, diantaranya adalah peningkatan kulitas pakan, bibit, kesehatan hewan, pengendalian pemotongan betina produktif dan pasca panen dan pengolahan produk asal hewan seta manajemen usaha.
BACA JUGA: Produktivitas Jagung NTT Terus Digenjot
Saat ini, Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan pembiayaan di subsektor peternakan khususnya sapi, diantaranya dengan memperbesar alokasi anggaran untuk peternakan sapi, dimana sejak tahun 2017 alokasi APBN difokuskan kepada UPSUS SIWAB (Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting).
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, I Ketut Diarmita mengungkapkan, peningkatan populasi ternak melalui UPSUS SIWAB tidak akan mengikuti pola lama dengan memberikan bantuan sapi kepada peternak.
BACA JUGA: 546 Kelompok Tani NTT Terima Bantuan Modal Ratusan Juta
“Peternak kami arahkan untuk menjadi mandiri, kami akan memperkuat subsektor pendukung seperti penyediaan bibit dan pakan berkualitas, serta pendampingan petugas di lapangan,” kata I Ketut Diarmita. “Dengan program yang dijalankan pemerintah, diharapkan produktivitas sapi lokal bisa meningkat,” ujarnya.
Lebih lanjut ia sampaikan, dalam rangka penguatan skala ekonomi dan kelembagaan peternak, pemerintah juga mengupayakan serangkaian kebijakan seperti: a). Mendorong pola pemeliharaan sapi dari perorangan ke arah kelompok dengan pola perkandangan koloni sehingga memenuhi skala ekonomi; b). Mendorong dan melakukan pendampingan kepada peternak untuk berkorporasi melalui kegiatan pengembangan kawasan peternakan dan pendampingan petugas; c). Pengembangan pola integrasi ternak tanaman, misalnya integrasi sapi-sawit, jagung sawit; d). Pengembangan padang penggembalaan: optimalisasi lahan ex-tambang dan kawasan padang penggembalaan di Indonesia Timur; e) Fasilitasi Asuransi Usaha Ternak Sapi (AUTS), f) penyediaan skim kredit : KUR mikro, KUR Kecil dan KUR Khusus Peternakan Rakyat dengan bunga 7% dan grace periode sesuai karakteristik usaha, g) Pengembangan pola pembiayaan usaha peternakan dengan kemitraan.
BACA JUGA: Kementan Dorong NTT Ekspor Jagung
Realisasi KUR untuk sub sektor peternakan masih sangat kecil apabila dibandingkan total realisasi KUR nasional, yaitu 5,39 T dari total 197,67 T yang sudah direalisasikan sampai dengan Februari 2018 atau hanya 2,73%.
Pada periode 2016 sampai pertengahan maret 2018 untuk budidaya sapi potong telah direalisasikan KUR kepada 75.380 peternak sebesar 1,66 Trilyun rupiah untuk pembiayaan sekitar 110.900 ekor sapi.
Penyalur KUR ini terdiri atas 41 bank dan non bank antara lain: BRI, Bank Mandiri, BNI, BPD Bali, BPD NTB, BPD DIY, BPD Sumut, BPD Kalbar, BPD Lampung, BJB, Bank Nagari Sumbar, BPD Jateng, BPD Kalsel, Bukopin, Bank Sinar Mas, dan lain-lain.
Bank penyalur terbesar adalah BRI dan beberapa debitur dengan nilai kredit yang cukup besar antara lain: koperasi Tunas Ridho Ilahi Kawasan Peternakan Lombok Timur sebesar 1,04 Milyar, Kawasan Peternakan Cinarabogo Subang 1,53 Miltar dan Kawasan Peternakan Bangkit Bersama Pasuruan 1,0 M.
Pola kemitraan juga telah dilakukan dengan melibatkan investor yg berperan sebagai avalis atau sebagai off-taker diantara kelompok/gapoknak dan perbankan ataupun lembaga pembiayaan lain non-perbankan. Investor yg dimaksud tersebut adalah perusahaan swasta atau Koperasi/Badan Usaha Milik Petani.
Sumber pembiayaan usaha antara lain berasal dari perbankan dan program Pengembangan Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) dr beberapa BUMN. Pola kemitraan seperti ini yang sudah berjalan antara lain di Kabupaten Wonogiri, yaitu antara Perusahaan Peternakan Widodo Makmur Perkasa, kelompok peternak yang tergabung dalam BUMP PT Pengayom Tani Sejagad dan Bank Sinar Mas.
Salah satu pengembangan kemitraan yg patut diapresiasi antara lain adalah yg dilakukan oleh Bank Nagari Sumatera Barat yg telah menyalurkan sebagian besar dana KUR nya ke sektor peternakan sapi potong dan bekerjasama dengan PT. Jasindo, Bank Nagari tidak lagi memerlukan agunan dari peternak penerima KUR.
Upaya pengembangan pemasaran ternak dan produk peternakan juga terus dilakukan oleh Pemerintah. Bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika, melalui pengembangan solusi digital, mendorong peran pelaku usaha atau startup mengembangkan market place dan e-commerse. Pengembangan pemasaran melalui sistem online sekaligus memperbaiki rantai tataniaga. Beberapa startup bidang peternakan yg sudah operasional antara lain: Tani Hub, Karapan dan I-ternak.
Menyinggung pendampingan petugas, Ketut tidak menampik bahwa penyediaan SDM di lapangan saat ini masih terbatas. Namun demikian, pemerintah terus melakukan upaya penyediaan petugas pendamping, diantaranya: 1). Tenaga Harian Lepas (THL) yang terdiri dari tenaga dokter hewan dan paramedik veteriner untuk memberikan pelayanan kesehatan hewan langsung kepada masyarakat sejak tahun 2008; 2). Kegiatan pendampingan, pembinaan dan pemberdayaan peternak oleh Sarjana Membangun Desa (SMD) dimulai sejak tahun 2014 dan Manajer kawasan peternakan diawali tahun 2016; 3). Sebagai ujung tombak pelaksanaan dan keberhasilan program Upsus SIWAB, Kementan juga memberikan biaya operasional untuk petugas IB, PKB dan ATR.
Direktur Kesehatan Hewan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa menjelaskan, pada tahun 2018, Kementerian Pertanian melalui Ditjen PKH telah mengalokasikan kurang lebih Rp. 31,2 Milyar untuk membiayai operasional 1.100 petugas THL dokter hewan dan paramedik veteriner di lapangan.
“THL dokter hewan dan paramedik veteriner bertugas memberikan pelayanan optimal dalam pencegahan, pemberantasan dan penanggulangan penyakit hewan menular, serta pendampingan khusus pada program UPSUS SIWAB,” ungkapnya.
Menurutnya, Petugas ini akan melakukan pengamatan dini, mengidentifikasi faktor risiko penyakit hewan, pelayanan reproduksi, pengobatan untuk ternak sakit dan tak kalah pentingnya adalah pencegahan penyakit hewan.
Selain itu, petugas THL juga memberikan informasi dan edukasi kepada peternak tentang cara beternak yang baik, termasuk mengajarkan peternak untuk mengenali gejala berahi pada ternaknya. “Peningkatan populasi dapat dicapai bila ternak bereproduksi secara optimal, kunci utamanya ya ternak harus sehat”, ucap Fadjar.
Lebih lanjut ia sampaikan, THL merupakan garda terdepan dalam memberikan pelayanan dan melaporkan bila ada kasus yang membutuhkan tindak lanjut secara cepat. Selain itu dengan adanya petugas THL, Puskeswan di tingkat kecamatan menjadi lebih hidup, pelayanan kesehatan hewan dan reproduksi bisa diakses lebih mudah dan cepat bahkan untuk lokasi-lokasi yang cukup sulit dijangkau.
Selanjutnya Sugiono selaku Direktur Perbibitan dan produksi Ternak mengatakan, program Upsus SIWAB adalah program untuk meningkatkan populasi ternak melalui kawin suntik, sehingga hal ini semakin meningkatkan dan memberdayakan para inseminator. Tahun 2017 untuk anggaran operasional optimalisasi reproduksi sebesar 456,36 M, sedangkan tahun 2018 dianggarkan sebesar 594,18 M.
Jumlah Inseminator di Indonesia saat ini 7.558 orang, Pemeriksa Kebuntingan (PKb) 3.474 orang dan petugas ATR 1.979 orang. Semua sudah diberikan pelatihan, baik teknis reproduksi, recording maupun pelaporan melalui ISIKHNAS. Namun jika dilihat dari kebutuhan masih ada kekurangan untuk petugas Inseminator sebanyak 665 orang, PKb 380 orang dan ATR sebanyak 290 orang.
“Untuk memenuhi kekurangan petugas, kami terus berupaya untuk menambah jumlah petugas, dan tentunya menambah pengetahuan mereka melalui berbagai bimbingan teknis dan pelatihan yang rutin diadakan setiap tahunnya,” ungkap Sugiono.
Lebih lanjut Ia sampaikan, pada tahun 2018 ada beberapa pelatihan untuk memenuhi kekurangan petugas inseminasi buatan yang dialokasikan di BBIB Singosari, BIB Lembang dan BET Cipelang, BPTU-HPT Indrapuri, BPTU-HPT Padang Mangatas, BPTU-HPT Denpasar dan BPTU-HPT Sembawa, diharapkan dengan alokasi yang ada, dapat memenuhi kebutuhan petugas di lapangan.
Sedangkan ditemui secara terpisah Fini Murfiani selaku Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan menyampaikan, untuk pendampingan ke peternak melalui SMD Wirausaha pendamping (SMD WP) dan Manager kawasan peternakan sapi potong pada tahun 2017 telah dialokasikan anggaran 4,9 M dan tahun ini 4,9 M.
Sampai dengan tahun 2017 dari kelompok peternak dan kawasan peternakan yang menjadi binaan SMD WP dan Manajer kawasan sudah terbentuk sebanyak 16 koperasi peternakan, 2 Perseroan Terbatas (PT) dan 1 buah CV.
Menurutnya, SMD WP dan Manajer kasawan sapi potong yang sudah menjalin kemitraan usaha, baik kemitraan di hilir maupun kemitraan dalam penyediaan input produksi sebanyak 48 orang. Kemitraan yang telah dijalin antara lain: penjualan pupuk, olahan susu, olahan daging dan bibit hijauan pakan ternak (HPT). SMD WP dan Manager kawasan sapi potong juga mendampingi kelompok peternak dalam manajemen usaha dan mengakses sumber pembiayaan baik dari bank maupun dari Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) dari BUMN atau perusahaan swasta.
“Intinya dalam pelaksanaan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan ini, Pemerintah selaku regulator dan fasilitator terus berupaya untuk melakukan pendampingan ke peternak untuk maju,” kata Fini Murfiani.
“Namun anggaran yang dimiliki pemerintah ini sangatlah terbatas, jadi hanya bersifat simultan atau pemantik, justru sumberdaya terbesar sendiri ada di masyarakat, sehingga terus kita dorong partisipasi masyarakat,” pungkasnya. (adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Deteksi Kesalahan Kegiatan Pemerintah dengan SPIP
Redaktur : Tim Redaksi